Setoran Naik Turun, Dewan Buleleng Mapping PD Swatantra
Selasa, 16 Agustus 2016
00:00 WITA
Buleleng
3695 Pengunjung
suaradewata
Buleleng, suaradewata.com – Hasil pengelolaan 87 hektare lahan perkebunan yang disetorkan ke PD Swatantra belakangan diketahui naik turun. Hal tersebut berdasarkan angka laporan PAD setiap tahunnya terhitung sejak 2007 hingga 2015. Dinamika naik turunnya jumlah setoran yang cukup signifikan tersebut terungkap dalam laporan PAD yang disampaikan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Buleleng, Selasa (16/8).
Dalam pertanggungjawaban PAD Tahun 2007, jumlah hasil pengelolaan yang disetorkan PD Swatantra tercatat mengalami peningkatan dari jumlah target yang ditetapkan sebesar Rp26.627.000. Yang dalam realisasi target kemudian mengalami peningkatan sebesar Rp30.000.000.
Peningkatan jumlah setoran dalam pengelolaan di tahun 2007 pun mengalami peningkatan sebesar Rp5 juta dalam waktu satu tahun. Yang dalam laporan pertanggunjawaban tahun 2008 tercatat nominal Rp35 juta dari yang ditargetkan PD Swatantra sebesar Rp30 juta. Namun, setoran di tahun selanjutnya tidak mencapai kenaikan dengan jumlah setoran dalam laporan pertangganjawab di tahun 2009 sejumlah Rp35 juta hasil keuntungan setahun.
Ironisnya, hasil pengelolaan yang disetorkan ke Pemkab Buleleng mengalami penurunan ditahun selanjutnya. Yang berdasarkan angka laporan PAD yang masuk ke kas daerah tahun 2010 turun menjadi Rp30 juta dan tahun 2011 kembali turun di angka Rp20 juta.
Jelang memasuki waktu pergantian kepemimpinan di Kabupaten Buleleng, angka peningkatan setoran yang masuk ke kas daerah dari PD Swatantra pun masih belum beranjak dari nilai tertinggi yang tercatat sejak tahun 2007. Yang dalam laporan PAD 2012 tercatat hanya mampu memberikan masukan ke kas daerah sebesar Rp35 juta dan sama dalam pengelolaan hasil di tahun 2009.
Nominal setoran baru mulai beranjak di angka Rp40 juta setahun pada tahun 2013 yang turut mendongrak PAD disektor perkebunan dari total PAD yang berjumlah Rp1.390.657.292.565,49. Ironisnya, angka laporan keuangan tersebut berbeda dengan yang disampaikan kepada Dewan dengan selisih kurang Rp10 juta dari total yang dilaporkan ke Dewan Buleleng sebesar Rp50 juta.
Selisih nominal yang dilaporkan pun kembali mengalami selisih kekurangan mencapai Rp10 juta di tahun berikutnya. Yang berdasarkan jumlah masuk ke kas daerah dalam laporan pertanggungan jawab tahun 2014 tercatat Rp61.493.301.518 sedangkan dalam laporan ke Dewan Buleleng tercatat Rp75 juta.
Peningkatan jumlah setoran yang sangat drastis terjadi di tahun 2015 dengan angka yang dilaporkan sejumlah Rp160.600.000 dalam pengelolaan 87 hektare lahan perkebunan cengkeh, kopi, dan kelapa.
Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Buleleng, Made Putri Nareni, ketika dikonfirmasi terkait dengan kondisi pengelolaan hasil perkebunan aset Pemkab Buleleng oleh PD Swatantra mengaku akan melakukan pemetaan (Maping) terhadap aset yang kini dikelola PD Swatantra. Nureni yang dikonfirmasisuaradewata.com mengaku bahwa dirinya bersama tim sempat turun ke sejumlah titik aset Pemkab Buleleng yang dikelola oleh PD Swatantra.
“Beberapa titik di perkebunan kelapa sudah pernah kami lihat langsung kondisinya. Salah satu yang terletak di Desa Sangga Langit. Ada dua hektare lebih yang menghasilkan buah kelapa di kawasan tersebut (Desa Sangga Langit). Rencananya kami akan kembali turun (Melihat kondisi aset Pemkab Buleleng) setelah agenda rapat paripurna anggaran di Dewan,” ungkap Nureni yang memprediksi waktu pada awal bulan September 2016.
Menurut Nureni, perlu dilihat jelas kondisi yang terjadi di lapangan terkait dengan aset perkebunan yang dikelola oleh PD Swatantra. Pasalnya, luasan lahan yang dikelola memang terkadang tidak sesuai dengan hasil yang disetorkan.
“Saya tidak bermaksud membela (PD Swatantra). Sebab kita belum mengetahui kondisi riil di perkebunan seperti apa. Terkadang ada juga jumlah lahan yang luasnya hektaran tapi tebing atau lahan miring. Sehingga mempengaruhi hasil panen perkebunan,” pungkas Nureni.
Nureni pun sempat mengatakan akan melakukan pertemuan di tubuh Komisi III (Bagian Keuangan) DPRD Kabupaten Buleleng dengan menghadirkan PD Swatantra untuk membahas masalah hasil perkebunan yang dikelola. Dikatakan, jika memang perlu dilakukan pergantian jenis tanaman untuk mendapatkan hasil yang besar dan masuk ke kas daerah, tentunya harus segera dilakukan.
Akan tetapi, pergantian tersebut disebut membutuhkan proses yang cukup lama disebabkan regulasi yang ada. Pasalnya, untuk mengganti satu batang pohon pun harus mendapatkan izin dari Bupati Buleleng sebagai pemilik aset. Bahkan, pergantian pun tidak lepas dari izin pemerintah Provinsi Bali terhadap sejumlah aset yang menjadi milik bersama Pemkab Buleleng dan Provinsi Bali
Sebelumnya diberitakan terkait dengan dugaan mega korupsi yang terjadi dalam pengelolaan hasil perkebunan yang harusnya masuk ke kas daerah dalam bentuk hasil Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal tersebut terkait dengan jumlah hasil perkebunan seluas 87 hektare milik Pemkab Buleleng yang dikelola oleh PD Swatantra. Beberapa pihak yang diberitakan sebelumnya menyebut ada kejanggalan secara rasional terkait hasil dari pengelolaan lahan perkebunan yang didominasi tanaman cengkeh tersebut.
Dugaan mega korupsi yang terjadi dalam pengelolaan perusahaan milik Pemkab Buleleng itu pun kini sudah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI. Yang sebelumnya, terdapat laporan terpisah di Kejaksaan Tinggi Bali dan dinilai “jalan ditempat” oleh sejumlah pihak.
Informasi lain dari sumber suaradewata.com pun menyebutkan digesernya dua orang jaksa penyelidik secara bergantian di tubuh Kejaksaan Tinggi Bali. Yang diduga kuat merupakan upaya memperlambat proses penyelesaian penyelidikan terhadap dugaan mega korupsi tersebut.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng, Sumarjo, mengatakan pihaknya tidak memiliki kewenangan melakukan penyelidikan terhadap dugaan mega korupsi dalam pengelolaan perkebunan yang dilakukan oleh PD Swatantra. Sumarjo pun mengaku tidak bisa memberikan komentar terlalu jauh disebabkan penyelidikan dugaan mega korupsi tersebut telah dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi Bali. adi/ari
Komentar