Perkembangan Penyelidikan Skandal PD Swatantra Dipertanyakan
Kamis, 04 Agustus 2016
00:00 WITA
Denpasar
3661 Pengunjung
suaradewata
Denpasar, suaradewata.com - Sekitar tujuh aktifis anti-korupsi yang tergabung dalam Forum Peduli Masyarakat Kecil (FPMK) Buleleng, mendatangi Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali di Denpasar, Rabu (3/8). Kehadiran forum ini untuk mempertanyakan perkembangan penyelidikan atas dugaan skandal korupsi di Perusahaan Daerah (PD) Swatantra.
Kehadiran FPMK Buleleng ini diterima Aspidsus Kejati Bali bersama jajaran. Dalam dialog pada kesempatan tersebut, Pembina FPMK Buleleng Gede Suardana juga membeberkan beberapa fakta baru, terkait dugaan korupsi miliaran rupiah di PD Swatantra.
Hal ini dibenarkan Suardana, saat dikonfirmasi usai pertemuan tersebut. Menurut dia, Aspidsus Kejati Bali dalam penjelasannya, mengakui bahwa pihak kejaksaan masih mencari alat bukti apakah benar ada kerugian negara dalam pengelolaan aset daerah oleh PD Swatantra.
"Katanya, kasus ini masih dalam proses. Apalagi ada semacam diskresi dari Presiden Joko Widodo, dan ada perintah dari Presiden bahwa kalau ada kerugian negara harus jelas dan jangan dibuat-buat. Jadi, kejaksaan masih hati-hati dalam menelusuri dugaan korupsi dalam kasus PD Swatantra," beber Suardana.
Ia berpandangan, dalam kaitan dengan penyertaan modal Pemkab Buleleng senilai Rp1,2 miliar ke PD Swatantra, penjelasan Aspidsus Kejati Bali ini bisa dimaklumi. "Dan kami berharap itu bisa diungkap. Karena selain penyertaan modal ini melanggar aturan, ada juga dugaan terjadi praktik korupsi dalam penyertaan modal ini," tandasnya.
Suardana menambahkan, pihaknya terhitung sudah lima kali mendatangi Kejati Bali sejak melaporkan dugaan skandal PD Swatantra ini pada Mei 2015 lalu. "Ini yang terakhir kami ke sini. Karena lebih dari setahun kasus ini, justru tak ada tanda-tanda diselesaikan. Kami juga sudah bersurat secara resmi, tapi tidak ada jawaban sampai saat ini," tegas Suardana.
Dalam pertemuan dimaksud, Suardana juga memberikan informasi tambahan bahwa pengelolaan aset daerah seluas 87,440 hektar oleh PD Swatantra, dilakukan dengan tidak profesional. Selain menggaji rendah pekerja, setoran perusahaan 'plat merah' itu ke kas daerah juga hanya sedikit dan tak sebanding dengan perkiraan pendapatan dari pengelolaan aset.
"Masyarakat dipekerjakan Rp15 ribu per hari. Sementara ada puluhan hektar cengkeh yang dikelola. Biasanya satu hektar cengkeh itu hasil bersihnya Rp150 juta. Bayangkan saja berapa miliar rupiah yang dihasilkan PD Swatantra dalam mengelola puluhan hektar cengkeh. Tetapi kok yang disetor ke kas daerah hanya Rp50 juta? Yang lainnya ke mana?" berang Suardana.
Ia pun menduga, ada konspirasi di PD Swantantra. "Patut diduga ada konspirasi di sana untuk menggunakan hasil pengelolaan aset ini sebagai bancaan pejabat. Karena itu harus diaudit lapangan, biar jelas dan terang-benderang," pungkasnya.san/aga
Komentar