PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Bantuan Fogging Distop, Kasus DBD Meningkat

Rabu, 29 Juni 2016

00:00 WITA

Denpasar

3375 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Denpasarsuaradewata.com - Ketua Komisi II DPRD Bali Ketut Suwandhi, memanfaatkan masa reses tanggal 20-25 Juni lalu dengan menjaring aspirasi ke sembilan banjar di Kota Denpasar. Dari sembilan titik tersebut, enam banjar di antaranya kompak menyoroti distopnya bantuan obat untuk fogging oleh Pemkot Denpasar, selama dua tahun terakhir.

Warga mengeluh, sebab lantaran bantuan fogging ini distop, kasus demam berdarah (DBD) belakangan ini justru meningkat. Bahkan, hampir setiap hari ditemukan adanya kasus demam berdarah, di banjar-banjar tersebut termasuk daerah lainnya.

"Bantuan obatnya distop, dan malah masyarakat disuruh swadaya. Masyarakat tanya, kenapa bantuan itu distop? Padahal itu untuk kepentingan kesehatan rakyat," kata Suwandhi, di Denpasar, Rabu (29/6).

Dalam reses di sembilan titik tersebut, Suwandhi juga mendapatkan keluhan masyarakat mengenai minimnya sekolah negeri di Kota Denpasar. "SMP Negeri hanya ada tiga di tiap kecamatan. Padahal, minimal setiap tahun harus ditambah sekolah negeri di Denpasar," jelas politisi senior Partai Golkar asal Kota Denpasar itu.

Penambahan sekolah negeri penting, karena selain penduduk Denpasar cukup padat, Kota Denpasar juga sering diserbu siswa dari kabupaten lainnya di Bali. Karena itu, masyarakat mendorong agar sekolah negeri diperbanyak. Apalagi ada banyak aset tanah milik Pemkot Denpasar dan Pemprov Bali, yang bisa dimanfaatkan.
Selanjutnya, masyarakat juga mengeluhkan Kota Denpasar yang belakangan ini sering banjir. Padahal, tidak ada rumus Kota Denpasar diterjang banjir. Sebab dari zaman Belanda, jalan-jalan yang ada sudah dilengkapi dengan got/ drainase besar. Pembuangan juga lengkap, yakni di barat ada Tukad Mati, di tengah ada Tukad Badung dan di timur ada Tukad Ayung.

"Kenapa banjir? Karena ternyata jarang gotnya dibersihkan. Setengah got kotor, belum apa-apa air sudah meluap. Padahal, tidak terlalu sulit atasi banjir ini," tegas anggota Fraksi Partai Golkar DPRD Bali itu.

Persoalan sampah juga tak luput dari sorotan. Masyarakat menilai, Denpasar kurang bersih karena dihiasi sampah di mana-mana. Bahkan kali-kali yang ada, pada musim hujan sampahnya luar biasa. Namun pemerintah selalu beralasan, bahwa sampah-sampah tersebut adalah barang kiriman.

"Padahal sangat gampang bersihkan itu. Kalau sulit beli alat pengeruk, dengan cara konvensional saja bisa. Tiap 1 km, tempatkan dua orang tenaga. Bersih itu kali," ujar Suwandhi, yang akrab disapa 'Jenderal Kota'.

Soal penghijauan di Kota Denpasar, juga mendapat sorotan masyarakat. "Menurut masyarakat, taman kota itu sebenarnya tidak ada. Padahal, luas Denpasar lebih kecil dari kawasan Bedugul. Sayangnya, sama sekali tak ada niat untuk memperbanyak taman kota," ucapnya.

Keluhan lain yang disampaikan masyarakat, demikian Suwandhi, terkait minimnya tempat rekreasi di Kota Denpasar. Akibatnya, tiap akhir pekan, orang menumpuk di Alun-alun dan Taman Kota, karena tidak ada pilihan lain.

"Di Banjar Kaja, juga disorot Lomba Gong Gebyar yang tiap tahun digelar dan diikuti dewasa, anak-anak, dan ibu-ibu. Harusnya 5-6 bulan latihan baru bisa tampil. Tapi 4 bulan sudah pentas. Ironisnya, setelah lomba tidak ada kelanjutan, selesai begitu saja. Padahal Denpasar ini punya Sister City, seperti Chejudo, Korea; Hainan, China; Kiyoto, Jepang. Belum lagi ada pertukaran seni dan budaya," pungkas Suwandhi.san


Komentar

Berita Terbaru

\