Dewan Dorong Kisruh PT Nonbar Versus Hotel Segera Berakhir
Selasa, 07 Juni 2016
00:00 WITA
Denpasar
4129 Pengunjung
suaradewata
Denpasar, suaradewata.com - Kisruh antara PT Nonbar dengan beberapa hotel yang tergabung dalam Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, hingga kini berlanjut. Kondisi ini mengundang reaksi DPRD Bali.
Dewan menyebut, dalam kasus mengenai penayangan pertandingan Piala Dunia 2014 lalu tersebut, PT. Nonbar memberikan somasi kepada beberapa hotel di Bali. Bukan hanya somasi, sebab perusahaan yang mengaku mempunyai izin lisensi penayangan pertandingan Piala Dunia tersebut juga bersedia berdamai dengan hotel-hotel tersebut tetapi dengan syarat ada ganti rugi.
Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama, mengatakan, tak ingin kisruh kedua belah pihak berkepanjangan. Karena itu, lembaga dewan mengundang PT. Nonbar dan PHRI Bali, untuk menggelar rapat dengar pendapat, di Gedung Dewan, Selasa (7/6/2016).
Menurut dia, pihaknya mengundang PT. Nonbar dan PHRI Bali guna mendengarkan kedua belah pihak terkait sengketa siaran Piala Dunia 2014. "Dalam rapat ini kami dengar ada itikadnya mau berdamai. Tetapi damainya mereka itu seperti apa?” ujarnya, usai rapat tersebut.
DPRD Bali, kata dia, akan langsung mengambil langkah sebagai tindak lanjut terhadap pertikaian yang telah lama terjadi ini. Namun, Wiryatama masih belum mengetahui secara pasti apakah nantinya akan membuat Panitia Khusus (Pansus) atau langkah lain.
Menurut dia, pihaknya akan tetap memberikan keleluasaan dan ruang kepada kedua belah pihak yang bertikai, untuk mencari titik tengah dan perdamaian. "Kita ingin persoalan yang telah lama terjadi ini segera terselesaikan," ujarnya.
Dalam rapat kali ini, Kuasa Hukum PT. Nonbar yang merupakan anak perusahaan dari PT. Inter Sport Marketing (ISM) Wilmar Sitorus, mengakui jika perdamaian yang dimaksud memang tak lepas dari ganti rugi. Pasalnya, PT. Nonbar mengklaim telah mendapat Hak Siar dari FIFA yang nilainya mencapai Rp 800 miliar.
"Kita bisa menonton siaran Piala Dunia yang dibayar oleh PT. ISM nilainya Rp 800 miliar. Ketika kita berdamai, dan melakukan tindakan yang merugikan kami, ya, tolong bantu dong kerugian kami,” ucapnya.
Akan tetapi, damai yang dimaksudkan yakni tergantung dari kemampuan hotel yang dianggap telah merugikan dan diklaim telah menyiarkan tayangan Piala Dunia tanpa izin. "Misalnya saja hotelnya cuma dua kamar, ya sudah salaman saja, selesai urusan. Tapi ini hotelnya berbintang semua dan dimain-mainin semuanya,” tegas Wilmar.
Adapun Ketua PHRI Bali Tjok Artha Ardhana Sukawati, menyatakan, somasi yang dikeluarkan oleh PT. Nonbar dan berujung pada perdamaian yang berbayar menimbulkan suatu pertanyaan. Kalaupun hotel melanggar, dirinya mempertanyakan letak pelanggarannya.
Mengenai adanya beberapa hotel di bawah naungan PHRI yang telah berdamai dengan cara memberikan pembayaran kepada PT. Nonbar, Cok Ace mengaku bahwa dirinya sangat menyadari hal tersebut. Karena kemungkinan pada saat itu, hotel tersebut dalam kondisi psikologis yang sedang tertekan.
Begitu juga, apabila ke depan seluruh hotel sepakat akan berdamai dengan PT. Nonbar dan bersedia membayar, pihaknya akan mencari tahu akar masalahnya terlebih dahulu.
"Kita mendudukkan dulu persoalannya secara benar, bahwasannya nanti mau uang, silahkan. Tetapi itu persoalan lain lagi. Kalau ini tidak diselesaikan secara benar, akan menjadi preseden yang buruk bagi kami ke depan,” pungkas Cok Ace. san
Komentar