PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Penyakit JAP Serang Ratusan Hektare Perkebunan Cengkeh di Buleleng

Minggu, 05 Juni 2016

00:00 WITA

Buleleng

6205 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

suaradewata

Buleleng, suaradewata.com  Penurunan hasil panen Cengkeh di tahun 2016 yang sempat menjadi kekhawatiran Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Buleleng sepertinya bukan sekedar isapan jempol belaka. Selain disebabkan oleh curah hujan yang tidak menentu, belakangan diketahui ratusan hektare lahan perkebunan cengkeh sudah terinfeksi penyakit Jamur Akar Putih (JAP).

Menutur Kepala Dishutbun Kabupaten Buleleng, Ir. Ketut Nerda, awal tahun 2016 sudah tercatat penyebaran JAP di areal perkebunan mencapai 30 persen dari total luasan lahan yang ada di Kabupaten Buleleng.

Nerda mengatakan, jumlah intensitas serangan ringan dari penyakit JAP tersebut telah mencapai angka 465 Hektare dan yang  dan masuk kategori serangan berat telah mencapai luas 475 Hektare lahan.

Namun, lanjutnya, jumlah luas lahan perkebunan cengkeh yang diserang penyakit JAP tersebut dinilai telah berkurang dari luas yang sebelumnya. Pasalnya, sejak awal tahun 2013 tercatat 1.342,62 Hektare lahan yang sudah diserang. Yang berdasarkan tingkatannya, jumlah lahan yang terkena serangan ringan mencapai 551,45 Hektare dan luas lahan yang masuk tingkatan serangan berat mencapai 791,17 Hektare.

“Dari total lahan 1.342, 62 Hektare yang diserang penyakit JAP, terluas ada di wilayah perkebunan Kecamatan Busungbiu mencapai luas 739,33 Hektare yang kemudian diikuti Kecamatan Seririt mencapai 226,31 Hektare lahan perkebunan cengkeh,” papar Nerda, Minggu (5/6/2016).

Dikatakan, penurunan dari total 1.342, 62 Hektare lahan perkebunan cengkeh yang diserang penyakit JAP menjadi 940 Hektare adalah berkat kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Buleleng. Karena, lanjut Nerda, pemerintah langsung mengambil kebijakan melakukan penutupan investasi usaha penyulingan minyak cengkeh dengan mengeluarkan peraturan Bupati No 61 tahun 2012 tanggal 26 Desember 2012.

Tidak hanya menutup investasi penyulingan minyak cengkeh, Surat Edaran (SE) Bupati Buleleng No.4306 tahun 2012 tanggal 2 November 2012 pun menjadi upaya untuk menekan penyebaran penyakit JAP pada perkebunan cengkeh di Buleleng. Yang dalam SE tersebut muncul larangan untuk mengambil atau melakukan pemungutan daun cengkeh sebagai bahan penyulingan minyak cengkeh. “JAP diantisipasi melibatkan peran pemerintah dan masyarakat untuk menjaga pertumbuhan sekaligus kestabilan harga cengkeh di pasaran,” ucapnya.

Sementara, harga cengkeh kering sudah mengalami penurunan harga mencapai Rp75 ribu sampai Rp95 ribu perkilo. Harga jual cengkeh kering tersebut jauh merosot dari harga sebelumnya yang berada di kisaran Rp110 ribu hingga Rp125 ribu perkilogram.

Kondisi tersebut pun tidak terlepas dari dampak JAP yang mempengaruhi buah cengkeh mengalami mati biji ketika jelang umur panen. Dengan bagian biji pada cengkeh kering terlihat berwarna lebih terang daripada bagian bawahnya yang berwarna coklat gelap atau hitam.

Beberapa daerah perkebunan pun mulai melakukan perubahan pola tanam dengan meletakan jarak tanam yang lebih renggang dari pola tanam sebelumnya. Selain itu, pembinaan intensif mengenai metode pemeliharaan dan pemberian pupuk terus dilakukan.

Sebagaimana disampaikan Perbekel Desa Tajun, Kecamatan Kubutambahan, yakni Gede Ardana. Menurut pemaparannya, 70 persen masyarakatnya mengembangkan tanaman cengkeh dan 30 persennya lagi merupakan perkebunan kakao dan kopi.

“Intensitas sinar matahari pada musim hujan tentu rendah, sehingga akan rawan terkena penyakit JAP jika jarak tanam tanaman cengkeh terlalu rapat. Sebab dengan bantuan sinar matahari, tentu akan memperkecil potensi terserang JAP khususnya ketika intensitas curah hujan tinggi serta tidak menentu,” kata Ardana.

Menurutnya, untuk membuat sinar matahari bisa maksimal menyinari permukaan tanah maka masyarakat melakukan penjarangan serta penanaman baru yang jaraknya antara 5 meter hingga 8 meter. “Umumnya musim cengkeh dimulai setiap Bulan Agustus, sebagai hasil dominan perkebunan masyarakat.  Kami rutin berkordinasi melibatkan pemerintah Provinsi/Kabupaten mencegah JAP lewat bantuan pupuk dan penyuluhan cengkeh berkualitas,” tuturnya.

Penyakit JAP pada tanaman cengkeh bukan hanya mengancam peningkatan hasil panen di Kabupaten Buleleng. Selain sudah menyebabkan kemerosotan harga cengkeh akibat kualitas yang berkurang, sejumlah pemilik kebun pun telah merubah pola pembayaran kepada para pemetik.

Ardana mengungkapkan, pola pemberian upah petik cengkeh belakangan berubah dari sistem pembayaran harian Rp100 ribu kini menjadi sistem hitungan kilogram dengan bayaran Rp5 ribu perkilogram. Panen cengkeh pun tak jarang dipercepat agar bisa langsung dikeringkan khususnya ketika panen saat kondisi hujan.

Sebelumnya diberitakan suaradewata.com, produksi cengkeh di utara Pulau Bali mencapai 5.270,75 ton dengan rata-rata per hektar menghasilkan 670,81 kilogram. Sebagaimana sampaikan Kadishutbun Kabupaten Buleleng, kondisi produksi tersebut mengalami penurunan di tahun 2015 dengan hasil 4.907,39 ton atau sekitar 632,82 kilogram per hektar lahan cengkeh.

Penurunan produksi cengkeh di Buleleng tahun 2015 mencapai angka 363,36 ton dengan total luasan lahan mencapai 7.754,82 hektar lahan yang ada. Namun, penurunan hasil panen tersebut masih menjadi jumlah penghasil cengkeh terbesar di Bali dengan prosentase 80,35 persen. adi

 


Komentar

Berita Terbaru

\