Waspada Pola Abu Sayyaf Dicontoh Kelompok Radikal Indonesia
Selasa, 17 Mei 2016
00:00 WITA
Nasional
4852 Pengunjung
Opini, suaradewata.com – Gerakan separatis Filipina pimpinan Abu Sayyaf merupakan kelompok separatis yang terdiri dari milisi Islam garis keras dengan basis di sekitar kepulauan selatan Filipina, antara lain Jolo, Basilan dan Mindanao.
Saat ini mereka telah berulah dengan melakukan penculikan kepada warga negara asing, tidak terkecuali kepada 14 warga Indonesia yang menggunakan kapal Indonesia. Kelompok Abu Sayyaf menculik warga negara Indonesia dalam rentang kurang dari satu bulan di tahun 2016.
Kapal Tunda Brahma 12 dan kapal tongkang Anand 12 pada 26 Maret 2016 membawa 7.000 ton batubara dan 10 awak kapal berkewarganegaraan Indonesia sedang melakukan perjalanan menuju Batangas, Filipina Selatan. Saat dibajak, kedua kapal dalam perjalanan dari Sungai Puting, Kalimantan Selatan, menuju Batangas, Filipina Selatan.
Sementara pembajakan kedua dilakukan pada Kapal Tunda TB Henry dan Kapal Tongkang Cristi pada 14 April 2016, dalam perjalanan kembali dari Cebu, Filipina, menuju Tarakan, di perairan perbatasan Malaysia – Filipina. Di atas kapal, terdapat sepuluh ABK WNI, dalam peristiwa tersebut satu orang ABK tertembak, lima selamat dan empat diculik.
Kementerian Luar Negeri RI melalui Armanatha menyatakan, Kapal Brahma 12 telah dilepaskan dan saat ini berada di tangan otoritas Filipina. Namun, kapal Anand 12 dan 10 awak kapal masih berada di tangan pembajak. Belum diketahui persis di mana posisi mereka. Dalam dua kali telepon antara pembajak-penyandera sejak 26 Maret 2016, mereka meminta tuntutan sejumlah uang tebusan.
Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut Kolonel Laut Edi Sucipto mengatakan, TNI Angkatan Laut siap mengerahkan pasukan kalau ada permintaan. Selalu ada patroli wilayah penegakan kedaulatan di perairan Indonesia yang berbatasan dengan Filipina. Patroli tersebut, melibatkan empat kapal perang, yakni KRI Surabaya, KRI Ajak, KRI Ami dan KRI Mandau dan juga ada dua tim komando pasukan katak (Kopaska).
Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan, pemilik kapal tongkang Anand 12 sedang melakukan negosiasi dengan pembajak. Para pembajak dikabarkan meminta tebusan yang nilainya lebih besar dari harga batubara yang dibawa kapal tersebut.
Perusahaan rencananya akan membayar permintaan dari pembajak. Langkah selanjutnya adalah menjaga pengamanan di sekitar wilayah perairan Indonesia dan Filipina. Karena, konstitusi di negara Filipina memang tidak membolehkan ada operasi militer asing di sana.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, pihaknya terus mengikuti perkembangan terkait penyanderaan warga negara Indonesia di Filipina. Dia memastikan bahwa WNI yang disandera dalam keadaan baik.
Ada tiga poin yang dapat dilakukan sebagai upaya pembebasan WNI, yaitu diplomasi, negosiasi, dan operasi militer. Untuk upaya diplomasi, telah melakukan koordinasi intensif dengan Menhan Filipina dan Menhan Malaysia. Negosiasi juga telah dilakukan, namun demikian, memastikan Indonesia tak akan mengeluarkan sepeser pun uang untuk membayar tebusan karena tidak boleh negara kita ditekan-tekan.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan kondisi para WNI yang disandera dalam keadaan baik. Kemenlu terus melakukan pembicaraan baik dengan Jakarta maupun Manila.
Dalam kondisi seperti ini, banyak sekali simpang siur informasi dan sebagainya, karena itu komunikasi untuk melakukan pengecekan sampai ada informasi yang benar. Bagi pemerintah pengecekan yang paling utama adalah keselamatan WNI.
Informasi yang diterimanya, para WNI yang disandera itu kadang-kadang terpecah menjadi dua grup di tempat berbeda, kadang menjadi satu. Tetapi setiap pergerakan kita pantau dengan baik dan kita tahu semuanya.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan, meminta kepada pemerintah Filipina untuk tidak melakukan penyerangan ke lokasi penyanderaan 14 WNI. Kita tetap negosiasi kemanusiaan, mudah-mudahan dapat dicapai suatu solusi yang baik.
Masalah pembayaran tebusan sebesar 50 juta Peso atau sekitar Rp 15 miliar oleh perusahaan, 10 orang ABK yang disandera kelompok Abu Sayyaf, tidak mengetahuinya. Pemerintah tidak pernah mendorong perusahaan untuk membayar tebusan. Saya tidak tahu perusahaan swasta, tetapi pemerintah selalu negosiasi pembicaraannya dengan pemerintah Filipina lewat jalur pemerintah. Pemerintah tidak ingin melewati jalur, kalau pengusahanya ada jalur sendiri terserah perusahaan.
Presiden Jokowi juga telah memberi instruksi untuk melakukan pengawalan terhadap kapal-kapal Indonesia yang berada di sekitar perairan Filipina. Presiden sudah instruksikan itu untuk pergi-pulang ada pengawalan. Namun hingga saat ini, tidak ada usulan penutupan jalur pelayaran yang menghubungkan dengan perairan Filipina karena daerah pelayaran internasional. Pemerintah Indonesia masih melakukan komunikasi dengan otoritas Filipina untuk menjajaki kerja sama pengawalan keamanan kapal yang melintas di sekitar perairan Filipina.
Sejak dahulu, pelayaran dari Indonesia ke Filipina Aman, tetapi kini justru rawan. Pola penyanderaan kelompok separatis Abu Sayyaf yang menginginkan tebusan untuk membiayai operasional perjuangannya, perlu diwaspadai oleh WNI yang sedang melakukan perjalanan melalui jalur perairan ke Filipina. Himbauan pemerintah untuk kapal tugboat tidak melintas dahulu di perairan ini harus benar-benar diperhatikan oleh WNI, karena dalam satu bulan terakhir sudah ada dua kasus penyanderaan.
Pernyataan pemerintah untuk menolak permintaan tebusan WNI yang diculik merupakan sebuah pernyataan yang harus kita dukung karena negara tidak boleh diintimidasi oleh para pembajak tersebut. Kalaupun permintaannya pemerintah turuti mereka akan kembali melakukan hal yang sama untuk memperoleh dana bagi perjuangannya. Semua pihak harus mewaspadai pola pembajakan kapal ini akan diikuti oleh kelompok radikal di Indonesia dalam menghimpun dana untuk membiayai perjuangannya.
Apabila menemukan indikasi adanya pola yang sama dilakukan di Indonesia oleh kelompok radikal, maka diharapkan masyarakat secepatnya memberitahukan kepada aparat keamanan terkait agar segera dapat diselesaikan permasalahannya.
Selain itu agar 14 WNI yang diculik oleh kelompok separatis Filipina Abu Sayaf dapat segera dibebaskan, negara Indonesia harus terus berkoordinasi dengan negara Filipina, dan diharapkan Negara Filipina pro aktif melakukan diplomasi dengan kelompok separatis tersebut dengan tidak mengabaikan keselamatan para pesandera. Pastinya, negara Filipina, memiliki kemampuan menangani dan memperoleh informasi mengenai kelompok Abu Sayyaf.
Kemampuan pemerintah Indonesia, melalui TNI sebenarnya tidak diragukan lagi, sangat mampu menangani dan membebaskan ABK yang diculik kelompok Abu Sayyaf. Namun demikian negara kita harus tetap menghormati konstitusi negara Filipina yang menolak adanya operasi pembebasan negara lain di negaranya. Kita berharap, penyanderaan 14 WNI oleh kelompok Abu Sayyaf dapat segera diselesaikan dengan para tersandera kembali kekeluarganya, karena sampai saat ini mereka menanti kedatangannya dengan selamat. Semoga.
Ahmad Fauzan S. I. Kom, penulis adalah pemerhati masalah terorisme
Komentar