PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Wah…Dana BKK Untuk Adat Tertunda Akibat Konflik Tamblingan Belum Tuntas?

Minggu, 15 Mei 2016

00:00 WITA

Buleleng

4695 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

suaradewata.com

Buleleng, suaradewata.com  Kawasan Tamblingan yang terletak Kecamatan Banjar, selain dikenal sebagai objek wisata ternyata masih banyak menyisakan konflik dingin. Mulai dari konflik Geotermal hingga penggusuran paksa puluhan kepala keluarga yang hingga kini belum tuntas. Ironisnya, kini ditambah munculnya konflik lama yakni pemekaran Banjar Tamblingan yang sempat memanas di tahun 2012. Seperti apa?

Konflik lama tersebut terkait dengan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) milik Provinsi Bali yang tidak bisa turun akibat sebuah Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan oleh Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP). SK yang nomor 031/KPTS/MUDP.Bali/XII/2012 yang dibuat tanggal 24 Desember 2012 tersebut merupakan pemekaran Banjar Adat Asah Munduk dikawasan Tamblingan yang dianggap masih berlaku.

”Alasan dari tidak dicairkannya dana BKK itu dikarenakan Pemprov Bali merujuk pada ketentuan MUDP yang tetap mengukuhkan Banjar Adat Tamblingan sebagai Desa Pakraman,” ujar Jro Putu Ardana yang sempat menjadi Ketua Tim 9 Adat Dalem Tamblingan dan merangkap Kelian (Ketua) Desa Pakraman Munduk.

Hal tersebut disampaikan usai mengelar pertemuan dengan tim 9 Adat Dalem Tamblingan Catur Desa, Sabtu (14/5), di Wantilan Desa Gobleg, Kecamatan Banjar. Dalam pertemuan yang membahas wacana pemekaran Banjar Asah Munduk dan pembersihan bangunan perumahan tersebut dihadiri warga adat, para kelian Desa dan Perbekel Catur Desa serta Muspika Kecamatan Banjar.

Ardana merasa heran terhadap kebijakan yang dikeluarkan Pemprov Bali dengan hanya merujuk dari SK MUDP Bali tersebut. Karena, lanjutnya, secara fakta pemekaran yang diprakarsai oleh Nengah Punia tersebut tidak pernah terjadi pasca berhasil digagalkan oleh masyarakat adat Catur Desa beberapa waktu silam.

Konflik pemekaran di kawasan yang terkenal bersuhu dingin itu pun sempat menimbulkan aksi demo masyarakat adat hingga pada tindak pidana berupa pengerusakan rumah milik Nengah Punia di tahun 2009. Yang saat itu, dua orang ditetapkan sebagai terdakwa oleh Kejaksaan Negeri Singaraja yakni Putu Kariawan dan Gede Rama.

Bukan hanya itu, Punia pun sempat menjalani proses pidana atas tudingan memalsukan surat prajuru Desa Pakraman Munduk pada bulan Agustus 2007 sehubungan dengan proses pemekaran yang sedang berlangsung kala itu.

Menurut Ardana, semua pihak yakni dari adat Dalem Tamblingan Catur Desa, Pemerintah Kabupaten Buleleng, Majelis Madya Desa Pakraman (MMDP) Buleleng, dan Majelis Alit Desa Pakraman (MADP) Kecamatan Banjar telah jelas menyatakan tidak ada pemekaran Banjar Adat Tamblingan menjadi Desa Pakraman dan tetap merupakan bagian dari Desa Pakraman Munduk.

”Majelis Alit (MADP) Kecamatan Banjar menyatakan dengan tegas bahwa hanya ada 17 Desa Pakraman di Kecamatan Banjar. Disamping itupula, tokoh utama penggagas pemekaran Banjar Adat Tamblingan, menyatakan sebagai krama Desa Pakraman Munduk dengan membuat pernyataan yang bermeterai. Jadi sudah jelas semuanya, tidak ada pemekaran” papar Ardana.

Kepada sejumlah awak media, Ardana menyebut niat masyarakat adat Catur Desa yang rencananya ingin mendatangi Pemerintah Provinsi Bali untuk mempertanyakan pemberlakuan SK yang ternyata masih menjadi pertimbangan. Namun, kata Ardana, rencana tersebut akhirnya dibatalkan karena menurut pengakuannya bisa merepotkan aparat kepolisian dalam melakukan pengamanan.

Ardana mengungkap sejumlah fakta yang tidak sesuai terkait keberadaan SK tersebut yang salah satunya terkait jarak antara Banjar Adat Tamblingan dengan Desa Pakraman Munduk adalah 15 Kilometer. Sedangkan, secara fakta dilapangan hanya berjarak 7 Kilometer saja.

Bukan hanya itu, sejumlah pernyataan dari salah satu tokoh politik yang menyinggung keberadaan jumlah warga wilayah pemekaran lebih banyak daripada warga di empat banjar adat yang ada di Tamblingan.

”Kami berharap pihak Pemprov bali untuk berlaku obyektif menyikapi persoalan di banjar adat Tamblingan yang merupakan bagian dari Desa Pakraman Munduk dan tidak melihat dengan kaca mata kuda” kata Ardana.adi


Komentar

Berita Terbaru

\