PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Adik Bupati Bangli Protes Panitia HUT Bangli

Selasa, 10 Mei 2016

00:00 WITA

Bangli

10049 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

suaradewata

Bangli,suaradewata.com – Prajuru dan krama Desa Pakraman Bunutin, Kintamani  mengeluhkan kinerja panitia HUT Kota Bangli Ke-812. Khususnya yang bertalian dengan penyelenggaraan pawai pembukaan PKB di depan Kantor Bupati Bangli pada Sabtu (7/5/2016) lalu.

Protes itu dilayangkan prajuru adat Bunutin lantaran penampilan Tarian Mongah (jenis tarian sakral) terkesan dicuekin panitia. Ini karena sinopsis tarian ini tidak dibacakan panitia. Padahal sinopsis tarian itu telah diserahkan ke panitia.

Akibatnya, tarian sakral masyarakat Bunutin tersebut mendapat respon negatif bernada cemohan dari penonton.    

Kepada awak media di Bangli, Selasa (10/5/2016), Perbekel Desa Bunutin I Made Subrata didampingi Bendesa Adat Bunutin Wayan Rungu sangat menyayangkan kinerja panitia HUT Kota Bangli. Dikatakan, penampilan tari sakral Mongah tidak mendapatkan perhatian panitia.

Tidak hanya itu, krama Desa Pakraman Bunutin saat tiba di arena tidak ada yang menyambut. Sehingga, krama yang ikut sebagai tim dalam pawai terpaksa mencari tempat sendiri untuk berhias. Padahal, tarian sakral itu juga mengikutkan para pengelingsir (Kubayan).

“Awalnya dijanjikan akan diberikan tempat untuk berhias. Tapi ternyata tidak ada tempat untuk itu. Akhirnya, berhias di luar saja dan saat itu juga ikut pengelingsir yang mestinya perlu dihormati. Tapi, dari panitia tidak ada perhatian sama sekali, ” ujar Perbekel desa Bunutin yang notabene adalah adik kandung Bupati Bangli, I Made Gianyar. 

Apa dilontarkan Subrata langsung diamini sejumlah krama desa setempat. Kata mereka, yang lebih disesalkan adalah adanya respon negatif terhadap penampilan tarian sakral itu. Ada beberapa oknum penonton yang melontarkan ungkapkan kata-kata yang justru melecehkan tarian tersebut.

Namun dia, tak menyalahkan mereka yang melontarkan hal itu. Sebab, mereka menilai panitia seharusnya memberikan pemaparan sinopsis yang telah diberikan ke panitia. Kalau saja dipaparkan sinopsisnya tak mungkin ada yang berani mengungkapkan kata yang melecehkan ritual.

“Penonton ada yang menyebut penari Mongah buang-buang sampah ke Bangli,” sebutnya mengutip ungkapan penonton yang sangat disesalkan krama desa adat Bunutin.

Sementara Bendesa Adat Wayan Rungu menambahkan biasanya upacara ini dilaksanakan setiap 2 tahun sekali (Tilem Kapat) dan digelar di Pura Penataran. Tarian ini dipentaskan dengan tujuan mengusir hama penyakit (nangluk merana).

“Biasanya, sebelum pentas banyak sekali rentetan ritual yang mesti dilalui. Tarian ini dipentaskan dalam upacara nangluk merana,” tegasnya.

 

Dia kembali menyebutkan, akibat kurang sigapnya panitia, tarian yang disakralkan masyarakat Bunutin malah dicemoh penonton. “Ini upacara sakral. Tapi sampai ada selentingan penonton bahwa kami hanya ngutang lulu (buang-buang sampah),” sesalnya.

Lebih lanjut dijelaskan, tarian Mongah saat ditarikan, penarinya berhiaskan daun paku (pakis). Tempat mengambil pakis ini tidak boleh sembarangan. Melainkan, harus diambil di hutan alas (hutan) Belanga.

Meski begitu, soal kesakralan tak bisa dianggap main-main karena ada proses rentetan ritual.

Tarian Mongah ditarikan 11 orang daha teruna (pemuda). Tapi untuk tampil di HUT Bangli hanya 5 tarian (penari). Yang ditampilkan berupa duplikatnya, meski demikian tetap sakral, karena harus nunas penugrahan kepada beliu, sesuhunan di Puara Penataran setemapat. Disayangkan tarian sakral ini seakan disepelekan panitia. “Kami tak ada yang menghiraukan apalagi diberikan minum, padahal yang ikut juga para Kubayan,”pungkas Rungu. (ard)


Komentar

Berita Terbaru

\