PDIP Rancang Pileg Kembali ke Nomor Urut
Minggu, 01 Mei 2016
00:00 WITA
Denpasar
3971 Pengunjung
suaradewata.com
Denpasar, suaradewata.com - PDIP mengusulkan regulasi baru terkait Pemilu Legislatif (Pileg), yakni mengembalikan sistem suara terbanyak ke sistem nomor urut. Ada beberapa alasan sehingga PDIP mewacanakan hal ini.
Salah satunya, lantaran keterwakilan perempuan di parlemen masih minim dengan pemberlakuan sistem suara terbanyak. Hal ini dibenarkan Ketua DPD PDIP Provinsi Bali I Wayan Koster, saat dikonfirmasi usai Dialog "Kiprah Perempuan Bali di Era Globalisasi" di Kantor DPD PDIP Provinsi Bali, Minggu (1/5).
Menurut dia, usulan agar pada Pileg 2019 mendatang menggunakan nomor urut, tidak saja diarahkan untuk memenuhi kuota 30 persen keterwakilan perempuan di lembaga dewan. Yang tak kalah penting, kata dia, hal itu dimaksudkan agar kader-kader berkualitas termasuk kader perempuan, mendapatkan kesempatan yang besar untuk duduk di parlemen.
Dengan sistem proporsional terbuka selama ini, diakuinya banyak kader berkualitas yang gagal lolos, karena sulit bersaing dalam perolehan suara. "Melalui pendekatan dan diubahnya Undang-Undang (UU) Pileg dan Pilpres dari suara terbanyak menjadi nomor urut, maka kuota (perempuan) secara otomatis akan terisi," tandas Koster.
Ia menambahkan, sistem suara terbanyak saat ini, menjadi salah satu 'tembok' yang membendung kiprah perempuan di panggung politik. "Untuk itu, sebagai upaya pemenuhan kuota ini, PDIP mengusulkan agar pada Pemilihan Legislatif 2019 mendatang, kita kembali menggunakan sistem nomor urut," beber politisi PDIP asal Buleleng itu.
Dengan sistem nomor urut, ia juga menjamin akan menekan praktik politik uang sebagaimana dikhawatirkan selama ini. "Tidak kan ada (politik uang). PDIP menjamin itu. Tidak ada mahar politik. Artinya dari nomor urut 1 sampai 3, minimal harus ada satu wakil perempuan. Sehingga dengan sistem ini, kuota 30 persen yang selama ini masih jauh dari harapan bisa terwujud," tandas anggota Komisi X DPR RI itu.
Sementara salah satu narasumber dalam dialog ini, Gusti Ayu Bintang Dharmawati Puspayoga, juga secara khusus menggarisbawahi aturan terkait kuota 30 persen ini. Ia bahkan menyebut, kuota 30 persen perempuan sesungguhnya masih bagian dari sikap diskriminasi terhadap perempuan di politik.
"Itu sebenarnya masih bentuk diskriminasi. Tetapi sebagai langkah untuk memberi ruang bagi perempuan, itu baik. Sebab faktanya tak banyak juga perempuan yang mau terjun ke politik," kata Bintang Puspayoga.
Salah satu alasan masih minimnya perempuan berpolitik, menurut dia, karena ada mindset bahwa politik itu keras dan kejam. "Padahal itu salah. Bahwa dalam politik itu ada intrik, tetapi bukan berarti dia kejam, atau keras," pungkasnya. san
Komentar