Penggusuran Tamblingan Timbulkan Korban Jiwa
Rabu, 13 April 2016
00:00 WITA
Buleleng
4700 Pengunjung
suaradewata.com
Buleleng, suaradewata.com – Penggusuran 22 Kepala Keluarga (KK) yang tinggal di sekitaran kawasan Danau Tamblingan bukan hanya menyisakan sejumlah kepedihan dihati para warga yang menjadi korban. Peristiwa yang berlangsung hampir setahun lalu pun ternyata menyebabkan Nyoman Tiksa (60) harus menghembuskan nafas beberapa bulan pasca pembakaran rumahnya tersebut.
Dari keterangan Komang Pariadi, lelaki paruh baya itu awalnya tinggal sendiri sebuah bangunan rumah sederhana yang hanya ada satu kamar dan sebuah dapur. Tiksa yang tinggal sebatang kara di dekat kawasan danau memiliki seorang anak yang bernama Nyoman Laksana.
“Karena rumahnya sempit, anaknya mondok di daerah Dusun Selau dan itu pun tanah milik orang yang kebetulan diatas tanahnya ada rumah kosong tidak ditempati sang pemilik. Dan anak dari almarhum Tiksa diizinkan tinggal ditempat itu oleh pemilik tanah serta bangunan,” paparnya.
Bukan hanya tempat tinggal almarhum Tiksa yang menjadi sasaran penggusuran. Ternak peliharaannya berupa beberapa ekor kambing dan ayam pun tidak luput menjadi sasaran kekejaman dalam penggusuran tersebut.
“Harta benda terbakar dan ternak ayamnya dipotong oleh warga yang melakukan penggusuran. Bukan hanya itu, kaki kambing peliharaan almarhum (Tiksa) pun dipatahkan serta beberapa ekor kepalanya dipenggal. Itu yang membuat almarhum selalu berpikir dan kondisi sakitnya kian hari semakin memburuk,” papar Pariadi, Rabu (13/4).
Kehilangan rumah serta ternah-ternak dan barang berharga membuat Tiksa mengalami sakit yang berkepanjangan dan ditampung pondok Nyoman Laksana. Dan lelaki paruh baya yang dikenal giat bekerja itu pun akhirnya meninggal dunia enam bulan pasca peristiwa pembakaran besar-besaran di sekitar kawasan Danau Tamblingan.
Sekedar mengingatkan, pada hari Sabtu, tanggal 25 April 2015 sekitar pukul 10.00 Wita, puluhan rumah warga yang tinggal disekitar danau Tamblingan dibakar oleh masyarakat adat yang mengklaim kawasan tersebut merupakan tanah Pelaba Pura (Tanah milik Pura).
Penggusuran dengan cara perobohan dan pembakaran rumah tersebut pun dilakukan dengan alasan tidak boleh ada bangunan yang berdiri didekat kawasan Pura terkait sebagai kawasan Suci. Sebelum terjadinya pembakaran, Pemerintah Kabupaten Buleleng melakukan musyawarah yang akhirnya tidak menghasilkan kemufakatan.
Mediasi yang gagal tersebut pada akhirnya memicu kesepakatan sepihak oleh kelompok adat Catur Desa yang kemudian melakukan penggusuran. Ironisnya, kawasan tersebut telah dihuni dari generasi ke generasi oleh ke 22 KK yang menjadi korban penggusuran.
Sebelum konflik penggusuran yang menyebabkan sejumlah duka dihati para korbannya hingga meninggalnya Tiksa, pun bukan konflik pertama yang terjadi kawasan yang terkenal dengan keindahan alamnya.
Konflik adat pun sempat muncul pada tahun 2009 yang ketika itu di picu Surat Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Bali terhadap pemekaran desa adat Tamblingan.
Kini, kawasan seputar danau Tamblingan pun sudah bersih dari pemukiman penduduk yang awalnya berada di sekitaran danau. Hanya sebuah warung milik Wayan Winawa berdiri tepat di luar bangunan Pura Gubug yang merupakan salah satu suci di sekitar Danau Tamblingan.adi
Komentar