Polsek Benoa Gagalkan Penyelundupan Tanduk Rusa dan Unggas
Rabu, 24 Juni 2015
00:00 WITA
Denpasar
2651 Pengunjung

Denpasar,suaradewata.com -Seorang anggota polisi yang bertugas di Sumba, bernama I Gede Ari Suta (29), kedapatan membawa sebuah tanduk rusa saat razia gabungan yang dilakukan oleh petugas yang terdiri dari Ditpol Air Benoa, Satpol Air, Polresta, Polisi, TNI AL, TNI AD, Pelindo, KSOP dan Balai Karantina Pertanian Kelas 1 Denpasar Wilayah Kerja Benoa, di sebuah kapal penumpang KM AWU yang merapat sekitar pukul 11.00 wita di pelabuhan Benoa.
Menurut pengakuan Ari Suta, tanduk rusa itu dibawa langsung dari Sumba. Dan dia mengaku hanya sekedar untuk pajangan di rumah.
"Saya bawa untuk hiasan di rumah, saya dinas di Sumba asal Singaraja," katanya.
Selain merazia tanduk rusa, petugas Balai Karantina juga menahan penumpang yang kedapatan membawa unggas seekor ayam kampung dan burung Nuri Bayan jantan (Eclectus Roratus).
Pelaku yang bernama Alzeber Kiuk asal Kupang Timur (21), mengaku burung tersebut jika dijual harganya ratusan juta.
"Ini titipan, titipan seseorang yang bernama Komang di Denpasar," ungkapnya.
Penanggung Jawab dari Balai Karantina Pertanian Kelas 1 Denpasar, I Gusti Agung Ayu Suarmini mengatakan, khusus untuk hewan jenis unggas ada Peraturan Gubernur (Pergub) No 44 tahun 2005 yang isinya melarang unggas dewasa masuk ke Bali.
"Kita juga ada UU No 16 tahun 1962, karena di Bali terjadi wabah flu burung sejak 2005, penyakit Anthrax ada di NTT, disana ada penyakit Anthrax di NTT kalau bisa segala jenis hewan kita cegah masuk ke Bali untuk mengantisipasi ya penyakit itu tadi," katanya.
Lebih lanjut, penemuan unggas tersebut pihaknya akan berkoordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) kota Denpasar apakah akan dimusnahkan atau dilindungi.
Khusus untuk tanduk rusa, menurut Suarmini bisa disebut media pembawa atau media yang diawetkan dan diduga bisa membawa virus penyakit Antrax.
"Tanduk rusa itu bisa pembawa anthrax makanya kami tahan, tidak memandang bahwa dia itu polisi," tandasnya.
Selain menahan hewan yang termasuk dilindungi itu, petugas polsek Benoa juga berhasil mengamankan 3 orang pria yang kedapatan membawa senjata tajam (sajam) jenis parang Sumba dan pisau Sabu.
Rata-rata motif yang dijelaskan pelaku adalah titipan, dan Kapolsek Benoa pun merasa gerah karena berulang kali razia pihaknya selalu mendapatkan modus yang sama.
"Yang pertama dulu kita hanya kasih pembinaan tapi rupanya belum ada efek jera, yang kedua kita periksa dan BAP ada efek jera terbukti sekarang lebih sedikit yang kita tangkap," kata Kapolsek Benoa, Akp I Nyoman Gatra ditemui di polsek Benoa, Selasa (23/6).
Dan inilah 3 penumpang KM AWU yang membawa sajam tersebut antara lain, pertama Ektisor Saingo Nale (26) seorang pengangguran, alamat RT 001/RW 001 Kel. Desa Malata, Kecamatan Tana Righu, Sumba.
Ditanya kepada pelaku yang membawa parang Sumba dengan panjang 60 cm, menurutnya yang memesan adalah sepupunya bernama Rambu.
"Dia kakak laki-laki saya kerja di warung makan di bukit Jimbaran, parang ini katanya untuk potong ikan," akunya kepada Metrobali.com
Pelaku kedua bernama Yohanes Sege Bili (20) pekerjaan swasta alamat jalan Sumba RT01/RW 01 desa Lasiana, kecamatan Kelapa Lima, Kupang NTT, kedapatan membawa senjata tajam jenis parang Sumba yang panjangnya 60 cm.
Masih dengan modus titipan, pelaku ini mengaku barang tersebut yang punya berasal dari Waingapu.
"Ketemu dititipan dari pelabuhan Waingapu yang punya namanya Lukas kasi saudara mau ketemu mau diambil di Benoa," tuturnya.
Yang terakhir bernama Markus Mutu Romu (31) pekerjaan petani, RT06/RW 03 Tanamanang, kecamatan Pahunga Lodu, Sumba Timur. Dia juga mengaku barang tersebut adalah titipan temannya. Markus kedapatan membawa pisau sabu berukuran 30 cm.
"Ada teman yang mau ambil di Benoa, tapi gak tau mau di pake apa," ungkapnya.
Kesemuanya ini, menurut Nyoman Gatra terancam pasal 1251 dengan hukuman penjara maksimal 8 tahun.
"Jadi jangan main-main sekarang ini semua ada ancaman pidananya, kita ini sejujurnya melakukan brain wash bahwa masuk ke Bali itu harus steril, kalau yang sekarang kita lakukan ini memang banyak kekurangannya karena banyak demo, jadi banyak peluang untuk kabur banyak, personil kita sedikit, saya akui kurang maksimal memang," pungkasnya.ids
Komentar