Tak Tepat Sasaran, Ratusan Anak Pejabat Terima KIP
Selasa, 22 Desember 2015
00:00 WITA
Bangli
2707 Pengunjung
Bangli,suaradewata.com - Program Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang digagas untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia dan mengurangi angka putus sekolah, di Kabupaten Bangli diduga banyak yang salah sasaran. Buktinya di SMPN 1 Bangli. Diperkirakan sebanyak ratusan siswa dari keluarga mampu justru mendapatkan program ini. Sebaliknya, disekolah yang notabene hampir setengah lebih siswanya adalah anak-anak dari pejabat dan anggota DPRD Bangli ini, sejumlah siswanya yang benar-benar tidak mampu justru tidak mendapatkannya.
Hal ini diakui Kepala SMPN 1 Bangli Drs. I Wayan Widiana Sandhi saat ditemui awak media belum lama ini. Dijelaskan, program KIP ini sejatinya sangat membantu meringankan beban orang tua siswa untuk melanjutkan pendidikan anaknya. Untuk di sekolahnya, KIP 2015 ini diterima oleh 924 siswa dari 943 siswa. Dengan kata lain, hanya 19 orang siswanya tidak bisa menikmati program itu. Padahal beberapa diantaranya tergolong kurang mampu. Sementara siswa yang menerima, sekitar 70 persen orang tuanya merupakan pegawai negeri Sipil. “Yang tidak dapat program ini kalau tidak salah ada tiga orang. kondisnya memang kurang mampu,” jelasnya. Disebutkan juga, besaran bantuan tersebut untuk siswa kelas VII sebesar Rp 350 ribu pertahun dan untuk kelas VIII dan kelas IX mendapatkan Rp 750 ribu pertahun.
Lantaran dinilai tak tepat sararan, sejumlah siswa pun melakukan protes ke pihak sekolah. Namun dijelaskan bahwa data penerima itu langsung datang dari pusat. ditegaskan juga, sebelum bantuan datang, usulan dari sekolah hnaya 80 orang. “Kami tidak tahu apa yang dijadikan syarat penerima itu. Usulan kami hanya 80 orang, tapi datangnya jadi sembilan ratus lebih,” tutur Sandhi. Untuk itu, pihaknya mengaku akan mengupayakan 19 orang siswa itu agar dapat bantuan dari program lain.
Secara terpisah, Sekdisdikpora Bangli Nyoman Sedana saat dihubungi Selasa (22/12/2015) juga mengakui penerima KIP itu turun langsung dari pusat yang bersumber dari data pokok pendidikan (dapotik) yang sudah diinput oleh sekolah masing masing. Sesuai informasi, penerima program itu biasanya dari keluarga pemegang Kartu Perlindungan Sosial (KPS). “Dari pusat jelas melihat dapotik, itu kan diinput sekolah masing masing. Disana jelas terlihat nama siswa yang memiliki KPS dan siapa yang tidak punya KPS,” terangnya.
Disinggung mengenai siswa yang orang tuanya bekerja sebagai PNS namun mendapatkan program tersebut, dirinya melemparkan permasalahan tersebut kembali ke pusat. “ Itu kan sudah turun dari pusat, sering kadang kadang terjadi permasalahan seperti itu. itu kan dimana mana terjadi karena KPS itu pusat yang mengeluarkan,” pungkasnya.ard
Komentar