Tingkat Kematian Ayam Broiler Tinggi, Peternak Di Desa Demulih Ketar-Ketir
Kamis, 19 Januari 2017
00:00 WITA
Bangli
6013 Pengunjung
suaradewata.com
Bangli, suaradewata.com - Dampak perubahan cuaca yang ekstrem benar-benar yang terjadi sejak beberapa bulan terakhir telah membawa malapetaka bagi peternak khususnya peternak ayam pedaging (broiler) di wilayah desa Demulih, Susut, Bangli. Pasalnya, perubahan suhu yang drastis dari panas ke dingin menyebabkan tingkat kematian ayam menjadi sangat tinggi. Kondisi ini diperparah dengan berbagai serangan penyakit ganas yang belakangan menyerang ayam peliharaan peternak.
Hal tersebut disampaikan, I Wayan Ribut (47) salah seorang peternak ayam pedaging saat ditemui, Kamis (19/01/2017). “Cuaca buruk menyebabkan tingkat kematian ayam menjadi sangat tinggi,” sebutnya. Lanjut dia, dari 4.000 ayam yang dipeliharaanya tercatat sedikitnya sebanyak 700 ekor lebih, telah mati atau sekitar 20 persen lebih. Padahal, kata dia, baru keuntungan bari bisa diperoleh jika tingkat kematian kurang dari 10 persen. “Selain karena factor cuaca buruk, tingginya tingkat kematian pada ayam saya juga diakibatkan serangan penyakit,” jelasnya.
Salah satu penyakit yang paling rawan menyerang adalah penyakit ngorok dan cekes-cekes. “Biasanya penyakit ini, menyebabkan daya tahan tubuh ayam menjadi lemah sehingga lambat laun menyebabkan kematian,” jelasnya. Pihaknya juga menyampaikan, berbagai upaya pengobatan telah dilakukan peternak. Hanya saja, hasilnya tidak bisa optimal. Padahal, diakui, harga ayam pedaging hidup dipasaran saat ini terbilang sangat tinggi mencapai Rp 20.000/kg naik dari harga sebelumnya yang biasanya berkisar Rp 15.000/kg hingga 17.000/kg. “Walaupun sekarang harga ayam sangat tinggi. Namun karena tingginya tingkat kematian yang terjadi, telah menyebabkan banyak peternak merugi,” jelasnya.
Untuk menyiasati besarnya resiko kerugian yang diakibatkan tingginya tingkat kematian yang terjadi, terpaksa peternak melakukan panen lebih awal. “Idealnya panen baru bisa dilakukan saat umur ayam mencapai 37 hari. Tapi sekarang, karena tingginya tingkat kematian yang terjadi terpaksa panen dilakukan pada umur 30 hari,” jelasnya, sembari mengaku hanya bisa pasrah dengan kondisi yang dialaminya. ard/ari
Komentar