Ketika Banjir Mulai Merepotkan Bali
Kamis, 05 Januari 2017
00:00 WITA
Denpasar
2905 Pengunjung
Denpasar, suaradewata.com -Kemacetan selama ini menjadi salah satu persoalan serius yang dihadapi Bali. Menariknya ketika pemerintah sedang berjuang untuk membedah kemacetan, justru banjir mulai merepotkan Pulau Dewata.
Bahkan beberapa tahun terakhir, daerah-daerah yang sebelumnya tak pernah tersentuh banjir, kini malah menjadi langganan banjir. Kondisi ini menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi pemerintah di Bali. Sebab jika tak ditangani serius, maka banjir akan menjadi persoalan baru bagi Bali yang merupakan destinasi wisata unggulan Tanah Air.
Kondisi ini mendapat catatan khusus dari anggota DPRD Provinsi Bali Nyoman Tirtawan dan Wayan Adnyana. Kedua politisi ini berpandangan, banjir yang terjadi di berbagai daerah di Bali ini, memang lebih banyak disebabkan karena anomali cuaca. Dengan tingginya intensitas hujan, sementara di sisi lain lahan serapan semakin minim, menyebabkan sejumlah daerah direndam banjir.
Namun demikian, tak berarti hal ini disepelekan. Sebab faktanya, selain karena fenomena alam, banjir yang sering terjadi belakangan ini juga disebabkan karena ulah manusia.
"Memang banjir terjadi lebih karena fenomena alam. Tetapi, banyak juga campur tangan manusia di dalamnya, sehingga di daerah-daerah yang sebelum tidak pernah banjir, kini justru sering dikepung banjir," kata Tirtawan, di Denpasar, Kamis (5/1).
Tirtawan kemudian menyebut beberapa ulah masyarakat, yang turut berperan sehingga banjir kini menghantui Bali. Di antaranya penggundulan hutan, pembangunan yang tidak disertai dengan penyiapan lahan hijau, pembuangan sampah tidak pada tempatnya, dan lain sebagainya.
"Pembangunan di selatan Bali saat ini sudah tidak berimbang. Gedung dibangun, namun tanpa open space. Bahkan trotoar juga dipakai. Ini yang jadi pekerjaan rumah pemerintah. Mestinya ada sanksi bagi siapapun yang membangun tak sesuai aturan, karena membuat ketidakseimbangan alam," tegas politisi Partai NasDem asal Buleleng ini.
Pekerjaan rumah lainnya, demikian Tirtawan, terkait keberadaan drainase yang cenderung dimanfaatkan sebagai saluran pembuangan limbah. "Got-got banyak dijejali sampah, juga limbah. Jadinya got banyak yang mengeluarkan bau, karena di sana jadi tempat pembuangan limbah, juga sampah. Hotel, restoran, rumah tangga, semuanya membuang limbah ke drainase," tandas Tirtawan, yang juga anggota Komisi I DPRD Provinsi Bali.
Hal tak jauh berbeda juga dilontarkan anggota Komisi III DPRD Provinsi Bali Wayan Adnyana. Menurut dia, banjir yang terjadi di berbagai daerah di Bali selama ini, lebih banyak disebabkan karena anomali cuaca.
"Alam kita sesungguhnya ideal. Sungai kita banyak, dan hampir tidak banyak daerah datar di Bali. Jadi kalau curah hujan normal, banjir tidak akan separah beberapa waktu terakhir," urai Adnyana.
Selain karena anomali cuaca, politisi Partai Demokrat asal Tabanan ini menyebut, banjir yang terjadi juga akibat kurang maksimalnya perencanaan drainase. "Drainase kita kurang terpadu, asal bangun saja. Padahal harus dihitung volume airnya, dan diarahkan ke mana airnya," ucapnya.
Dalam beberapa kasus, imbuh Adnyana, drainase sesungguhnya sudah dibangun dengan baik. Hanya saja, kesadaran masyarakat masih minim, ketika membuang sampah dan limbah ke drainase. Menurut Adnyana, potret seperti ini banyak ditemui di kota-kota.
"Kalau intensitas hujan tidak normal, pasti banjir. Kenapa? Karena drainase tak bisa menampung volume air. Belum lagi lahan serapan sudah minim, karena alih fungsi lahan dan penggundulan hutan," pungkas Adnyana.san/aga
Komentar