Setara Institute Apresiasi Kinerja Polri
Senin, 12 Desember 2016
00:00 WITA
Denpasar
3042 Pengunjung
suaradewata
Denpasar, suaradewata.com - Ketua Setara Institute Hendardi, mengapresiasi kinerja Polri terkait penangkapan sejumlah orang yang berencana melakukan tindak pidana terorisme pada 10 Desember lalu di Bekasi. Apa yang dilakukan Polri, merupakan bentuk implementasi doktrin preventive justice yang efektif dalam penanganan terorisme.
"Dengan penangkapan tersebut maka Polri berhasil meyakinkan publik bahwa aparatnya mampu mencegah terjadinya tindakan teror dan menciptakan rasa aman warga, meski dengan landasan hukum yang terbatas dalam UU Antiterorisme," kata Hendardi, dalam siaran persnya yang diterima suaradewata.com, Minggu (11/12).
Menurut dia, tindakan pencegahan yang dilakukan Polri ini adalah prestasi yang pantas diapresiasi dan sekaligus membuktikan dua hal. Pertama, bahwa ancaman radikalisme dan terorisme terus terjadi dengan eskalasi yang meningkat.
"Kedua, bahwa Polri telah menjalankan perannya sebagai aparat keamanan, mampu mencegah terjadinya kekerasan yang lebih luas. Dan sebagai aparat hukum mampu bekerja dalam kerangka sistem peradilan pidana, yang memandang bahwa terorisme adalah kejahatan dan ancaman keamanan bukan sebagai ancaman pertahanan negara, yang harus diatasi dengan doktrin perang yang represif," ucapnya.
Hendardi menambahkan, konsep preventif justice memang rentan menimbulkan penanganan yang represif. Selain itu, berpotensi menimbulkan unfair trial dalam proses peradilan pidana.
"Karena itu, sekalipun dalam revisi UU Antiterorisme konsep ini akan diadopsi, implementasinya tetap dalam kerangka sistem peradilan pidana dengan rumusan batasan yang ketat sebagai kompromi antara pengutamaan kebutuhan keamanan dan pengutamaan perlindungan HAM. Kompromi inilah yang dikenal sebagai margin of appreciation dalam mengatasi rights on dispute," ujar Hendardi.
Sementara itu untuk mengatasi meluasnya radikalisme, pihaknya mendorong Polri agar bekerja ekstra menangani setiap aksi intoleransi. Ini penting, demikian Hendardi, mengingat terorisme adalah puncak dari intoleransi.
"Artinya, pencegahan dan penanganan terorisme yang genuine harus dimulai dengan tidak kompromi pada aksi-aksi intoleransi sebagai bibit dari terorisme," pungkas Hendardi.san/aga
Komentar