PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Pengamat IPB Beberkan Kebijakan Menteri Susi Rugikan Indonesia

Sabtu, 05 November 2016

00:00 WITA

Denpasar

9389 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

suaradewata

Denpasar, suaradewata.com - Puluhan pengusaha ikan yang tergabung dalam Himpunan Masyarakat Perikanan Nusantara, akademisi, Himpunan Mahasiswa Perikanan Indonesia mengecam kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang dijabat Menteri Susi Pudjiastuti lantaran dirasa tidak memihak rakyat terutama para nelayan baik perikanan tangkap dan perikanan budidaya.

Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Nimmi Zulbainarni mengatakan, hasil studi yang dilakukan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan IPB pasca diberlakukan Permen KKP No 56 Tahun 2014 dan Permen KKP No 57 Tahun 2015 menunjukkan beberapa hal antara lain pertama, Indonesia yang sebelumnya menjadi negara ekspor ikan kini berubah menjadi negara impor ikan terutama ikan yang berasal dari Korea, India dan beberapa negara ASEAN lainnya.

Kedua, bila sebelumnya para nelayan berunjukrasa karena harga BBM yang meningkat karena 60 persen biaya produksi berasal dari BBM, maka kini aksi para nelayan dan pengusaha ikan berunjukrasa soal kekurangan pasokan ikan akibat penerapan Permen No 56 dan 57.

Ketiga, perolehan devisa Indonesia dari sektor perikanan terus menurun dan tidak sebanding dengan potensi dan luasnya laut di Indonesia. Keempat, akibat penerapan Permen tersebut, ada sekitar 1600 tenaga kerja di sektor perikanan harus mengalami PHK.

"Ini sesuatu yang sangat tidak masuk akal karena Indonesia negara besar dengan wilayah laut yang luas tetapi malah import ikan dan banyak tenaga kerja di sektor perikanan malah menjadi pengangguran," ujarnya saat diskusi publik bertajuk "Kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan Untuk Siapa?," di Sanur, Bali, Sabtu (5/11).

Ketua Masyarakat Perikanan Nusantara Ono Surono mencurigai ada kekuatan besar di balik kebijakan Menteri Susi Pudjiastuti. Ia mengakui setelah diselidiki, banyak produk Permen KKP yang tidak prosedural.

"Bayangkan saja. Ibu Susi dalam waktu singkat menjadi menteri sudah mengeluarkan berbagai kebijakan. Beberapa Permen bahkan tidak memiliki naskah akademis, tidak ada uji publik, tidak melibatkan nelayan dan pengusaha perikanan. Akibatnya, Permen yang dihasilkan justeru membunuh para nelayan. Pertanyaan ini, siapa yang mau dibela dalam kebijakan ini. Saya menduga ada orang kuat dibalik kebijakan tersebut," ujarnya.

Dia meminta Presiden RI Joko Widodo untuk blusukan ke Benoa, Belitung, Muara Baru dan ke beberapa pelabuhan perikanan lainnya. Disana Presiden akan melihat langsung kondisi masyarakat nelayan yang sebenarnya, produksi ikan terutama ikan tuna yang menjadi ekspor kebanggaan Indonesia terus menurun.

"Potensi kerugian diperkirakan akan mencapai Rp 9 triliun lebih tahun ini. Kami juga meminta Jokowi agar segera mengganti Menteri KKP, Susi Pudjiastuti," ujarnya.

Sementara itu, anggota DPR RI asal Bali, AA Adi Mahendra Putra, mengatakan, saat ini ada lebih dari 1000 tenaga kerja kehilangan pekerjaan dan terjadi penurunan devisa negara sekitar 16 ribu USD perbulan.

Itu semua menurutnya, akibat kebijakan KKP yang tidak memproses secara akademis. Ia mempertanyakan kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan yang tidak memiliki naskah akademis, tidak melalui uji publik, tidak melibatkan masyarakat nelayan dan sebagainya.

"Salah satunya adalah Permen 56 dan 57, Kepmen No 1 dan 2 dan seterusnya. Kita pertanyakan, siapa di balik semua kebijakan ini yang dampaknya sangat besar bagi nelayan naik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya. Sementara di sisi lain sudah ada regulasi untuk mengevaluasi seluruh kebijakan yang menghambat produksi ikan di Indonesia tetapi tidak dilakukan," katanya.

Sekjen DPP Asosiasi Tuna Longline Indonesia Dwi Agus Siswa Putra menambahkan, saat ini di Pelabuhan Benoa sudah ada sekitar 400 kapal yang diikat dan tidak beroperasi. Satu kapal minimal mempekerjakan 17 ABK.

"Setiap hari mereka hilir mudik di Pelabuhan Benoa, duduk bergerombol, kesana kemari. Saya sendiri kuatir dengan kondisi ini. Pelabuhan Benoa itu kecil. Sekali bergerak semuanya selesai," ujarnya. Atas kondisi tersebut pihaknya berusaha dengan berbagai macam cara untuk melepaskan kapal-kapal itu agar kembali berlayar.ids/aga


Komentar

Berita Terbaru

\