PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Nasib LPD Lebih Baik Dari Lumbung Pitih Nagari

Jumat, 21 Oktober 2016

00:00 WITA

Denpasar

5776 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

suaradewata

Denpasarsuaradewata.com - Ranperda Tentang Perubahan Kedua Atas Perda Tentang Lembaga Perkreditan Desa (LPD), telah diajukan Komisi IV DPRD Provinsi Bali dalam rapat paripurna beberapa waktu lalu. Sebelum melakukan pembahasan, Panitia Khusus (Pansus) Pembahasan Ranperda LPD DPRD Provinsi Bali mencari pembanding ke Sumatera Barat, yang dikenal memiliki lembaga keuangan desa sebelum zaman Kemerdekaan yang disebut Lumbung Pitih Nagari (LPN).

Kehadiran rombongan Pansus ini diterima Ketua DPRD Provinsi Sumatera Barat H. Akardus M Datuk, dan jajaran eksekutif. "Meski sudah ada sejak lama, namun LPN ini baru ditetapkan melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 tahun 1982," kata Ketua Pansus Pembahasan Ranperda LPD DPRD Provinsi Bali, Nyoman Parta, saat dikonfirmasi via telepon, Jumat (21/10).

Menurut dia, LPN ini semacam lembaga keuangan masyarakat desa yang pertumbuhannya sangat pesat dan berkembang saat itu. "LPN tidak jauh berbeda dengan LPD di Bali," tutur Parta, yang memimpin rombongan Pansus Pembahasan Ranperda LPD berkunjung ke Nagari.
 
LPD, demikian Parta, didirikan sebagai lembaga keuangan Desa Pakraman dan ditetapkan melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor 972 Tahun 1984. "Kalau LPN di Sumatera Barat sudah langsung ditetapkan lewat Perda, lebih maju selangkah ketimbang Bali kala itu,” ujar Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Bali itu.
 
Ia menjelaskan, saat pertama kali, LPN didirikan di seluruh kabupaten di Provinsi Sumatera Barat. Dan saat ini sudah ada 543 LPN, dengan modal awal yang bersumber dari APBD Provinsi Sumatera Barat sebesar Rp 500 ribu untuk setiap LPN.
 
Sayangnya saat terjadi perubahan peraturan dari pemerintah pusat, khususnya berlakunya Peraturan Perbankan Nomor 7 Tahun 1992, LPN berubah menjadi Bank BPR. "Sumbar dan masyarakatnya sangat menyesal, kenapa menyetujui peralihan LPN ke Bank BPR,” beber Parta, mengutip penjelasan para wakil rakyat di Sumatera Barat.

"Sejak itu, satu persatu LPN berubah menjadi Bank BPR dan perkembangannya tidak cukup bagus. Bahkan kredit macet mencapai 11 persen, sementara aturannya harus di bawah 5 persen," imbuh politisi asal Gianyar itu.
 
Ia menambahkan, lepasnnya campur tangan pemerintah, menyebabkan LPN berubah menjadi BPR dan sekarang ini BPR yang hidup hanya 29 unit. Adapun LPN yang masih tersisa hanya satu unit yakni LPN di Lamau Manis, Kecamatan Pauh Padang, Sumatera Barat.

"Pansus juga sudah mengunjungi LPN ini. Semangat berdirinya seperti LPD yang ada di Bali. LPN ini asetnya sudah mencapai Rp 12 miliar dan LPN ini juga membuat dana sosial dari keuntungannya 15 persen," tandas Parta.

Menyikapi UU Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro, Pimpinan DPRD Provinsi Sumatera Barat berkomitmen membangkitkan kembali LPN. Sebab menjadi pelajaran penting, LPN berubah menjadi Bank BPR dan pemerintah tidak ikut campur di dalamnya, membuat LPN bangkrut.

Parta berharap, dari kunjungan ke Sumatera Barat ini, pihaknya mendapatkan perbandingan dalam pengelolaan LPN yang tidak jauh berbeda dengan LPD di Bali. "Kalau saja dicermati dengan hati dan pikiran yang jernih, sesungguhnya UU No.  1 Tahun 2013 tentang LKM adalah anugerah yang luar biasa bagi Bali," ucapnya.

Pertama, bahwa Negara mengakui dan memberikan penghormatan bagi Bali sebagai Kesatuan Hukum Adat yang diberikan otoritas untuk mengurus rumah tangganya sendiri.  Kedua,  dengan dikecualikannya LPD dari Lembaga Keuangan Lain dan tidak dikenakan pajak, menunjukkan apresiasi dari Negara bahwa Bali yang kaya akan adat dan budayannya membutuhkan biaya yang sangat besar untuk merawat dan melestarikan budaya adiluhung ini.

Ketiga, dengan tidak dikenakan pajak sesungguhnya ada kesempatan yang luar biasa dimiliki oleh LPD untuk membantu dan memperkuat Desa Pakraman sesuai dengan tujuan berdirinya LPD. Keempat, dengan tidak berada di bawah pengawasan OJK, berarti Negara memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada Lembaga Pengawas di setiap Desa Pakraman dan Pemerintah Daerah untuk mengawasi LPD secara mandiri.

"Pesan itu mengandung makna, betapa pentingnya dilakukan pengawasan itu secara profesional dan pelaksanaan kegiatan LPD dengan prinsip-prinsip dan kaidah bisnis yang baik dan transparan,” pungkas Parta.san/aga


Komentar

Berita Terbaru

\