PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Meniru Toleransi Umat Beragama di Maluku

Senin, 18 Juli 2016

00:00 WITA

Nasional

11874 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Opini, suaradewata.com - Tren yang mengiriskan bagi Indonesiayaitu terlalu dipusingkan dengan konflik yang mengatasnamakan isu perbedaan agama. Sebagai Negara multikultural, yang memiliki keanekaragaman baik dalam hal bahasa,suku,ras/etnis dan  agama khususnya, Indonesiamemang rawan terjadi konflik. Tuduhan bahwa ,ikut andil dalam memicu konflik atau bahkan sebagai sumber konflik yang terjadi antar umat beragama memang sulit dibantah. Lantas apakah momok tersebut kita biarkan terus melekat pada benak masyarakat Indonesia?

Hal yang patut menjadi teladan bagi kita semua sebagai masyarakat Indonesia adalah pelaksanaan perayaan Idul Fitri 1437 Hijriahdi Maluku yang kita ketahui memiliki warna masyarakat yang sarat akan perbedaan agama dan keyakinan.

Suasana perayaan Idul Fitri 1437 Hijriah yang damai dan tentram di Maluku, khususnya Kota Ambon, tidak menunjukkan bahwa provinsi ini sempat dilanda peristiwa kelam pada 1999 hingga 2003 silam. Meskipun hingga kini masyarakat Maluku cenderung terkotak-kotak karena perbedaan agama, namun mereka berhasil mewujudkan toleransi antara umat beragama yang patut ditiru. Bahkan di tahun 2016 ini, Maluku sukses bertengger di posisi ketiga sebagai daerah dengan kerukunan umat beragama terbaik yang ditetapkan oleh Kementerian Agama RI. Hal itu mungkin tampak sulit jika dihadapkan dengan kenyataan bahwa Maluku terdiri dari 1.340 pulau, 117 bahasa, 100 sub-suku, dan adanya pengalaman kelam terkait hubungan antar umat beragama. Namun, masyarakat Maluku telah mematahkannya, dan sukses dalam mewujudkan toleransi antara umat beragama itu.

Ketegangan akibat peristiwa kelam 1999-2002 dan 2011 pun perlahan-lahan surut secarapasti dan sudah mulai terurai, bahkan hilang dari ingatan warga Kota Ambon. Hal ini terlihat jelas dari perayaan malam takbiran 5 Juli 2016 yang sangat aman dan tertib. Kemenangan melawan hawa nafsu selama sebulan penuh dirayakan dengan suka cita oleh seluruh umat muslim di Kota Ambon dengan melakukan konvoi keliling kota. Meski telah dilarang berkonvoi oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maluku karena dikhawatirkan akan berujung bentrok. Namun, masyarakat muslim dan non-muslim Maluku berhasil membuktikan bahwa mereka telah sembuh dari luka masa lalu yang kelam, sehingga tidak ada sedikit pun gangguan dalam perayaan takbiran.

Tidak hanya dalam perayaan Idul Fitri, perayaan Natal pun demikian, tukang ojek asal pangkalan Kudamati, Kecamatan Nusaniwe yang terkenal sebagai komplek nasrani, tidak khawatir lagi melayani penumpang hingga kawasan Kebun Cengkih, Kecamatan Sirimau, yang terkenal sebagai komplek umat muslim, sebagaimana dikatakan oleh sambutan Gubernur Maluku, Said Assagaff, ketika bersilaturahim Idul Fitri bersama masyarakat, di Kantor Gubernur Maluku, di Kota Ambon, Rabu (6/7) lalu.

Situasi ini Maluku saat ini juga sangat diapresiasi oleh Gubernur Maluku ini dan semakin membulatkan tekadnya untuk menjadikan Maluku sebagai laboratorium kerukunan antarumat beragama. "Saya bangga memiliki warga yang mendukung program Pemprov Maluku menjadikan daerah ini sebagai laboratorium kerukunan antarumat beragama, baik skala nasional maupun internasional," katanya.

Keberhasilan masyarakat Maluku untuk bangkit dari kelamnya masa lalu, sangatlah pantas dicontoh oleh seluruh daerah di Indonesia, bahkan di dunia. Suasana kehidupan masyarakat di Maluku ini merupakan bukti bahwa kemajuan sebuah daerah, salah satunya, harus dibangun dari rasa toleransi antarumat beragama. Jika seluruh masyarakat Indonesia mampu mewujudkannya, maka tidak akan lagi kita dipusingkan oleh konflik antarumat beragama, sehingga kedepannya Indonesia pun akan menjadi negara dan bangsa yang lebih maju dan beradab.

 

Oleh: Dede August


Komentar

Berita Terbaru

\