DPRD Bali Tolak Bahas Ranperda Tajen
Senin, 20 Juni 2016
00:00 WITA
Denpasar
3728 Pengunjung
Denpasar, suaradewata.com - Sebanyak 23 Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) masuk dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) Provinsi Bali Tahun 2016. Ke-23 Ranperda tersebut, disepakati DPRD dan Pemprov Bali untuk dibahas selama masa persidangan tahun 2016 ini.
Dari 23 Ranperda ini, salah satunya adalah Ranperda Tentang Atraksi Budaya (Tajen). Hanya saja sebelum sempat dibahas, Ranperda Tajen ini akhirnya kandas. Sebab dengan berbagai kajian dan pertimbangan, DPRD Bali menyepakati untuk menolak pembahasan Ranperda Tajen tersebut.
Alasan utama penolakan tersebut, karena bertentangan dengan hukum yang ada. "Ranperda itu ditolak dibahas, karena pasti bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi," tegas anggota Komisi I DPRD Bali Nyoman Adnyana, di Gedung Dewan, Senin (20/6).
Politisi PDIP asal Bangli itu berpandangan, sepanjang namanya ada taruhan uang dalam atraksi budaya tajen tersebut, maka jelas hal itu masuk kategori judi. Ini berbeda dengan kegiatan tabuh rah, yang hanya digelar pada saat pelaksanaan upacara dan tidak dibumbui taruhan berupa uang.
Adnyana juga mengingatkan, membuat Perda itu menghabiskan anggaran yang sangat besar. Atas dasar itu, hasilnya harus bermanfaat besar untuk kepentingan masyarakat luas.
"Kalau dibuat hanya sekedar membuat, tanpa ada memberikan manfaat yang lebih besar pada yang ada saat ini, jelas itu akan rugi besar buat masyaraat Bali. Buat apa membuat Perda justru akan memperkecil, mempersempit, mempersulit ruang gerak orang- orang yang sudah jalan?" tandasnya.
"Kalau bisa membuat orang bisa leluasa dan memberi manfaat besar, memberikan keuntungan, kebebasan dan ketertiban dapat dijamin, oke, saya setuju,” imbuh Adnyana.
Ia menambahkan, kalangan tajen yang terbesar di Bali ada di daerahnya. Bahkan area tajen dibuat dengan ukuran 10 are dan dibangun dengan konstruksi baja berat dengan biaya Rp 1 miliar. Meski demikian, pihaknya tetap tidak setuju tajen diatur dalam Perda. "Biarkan itu berjalan sesuai apa yang sudah ada," urainya.
Kalau tajen diatur, demikian Adnyana, masyarakat tidak akan merasakan adanya sebuah kebebasan melainkan segala sesuatunya harus diatur dan hal itu tidak akan disukai oleh masyarakat. Padahal prinsipnya, masyarakat tidak perlu ada ketakutan apalagi kalau hanya melaksanakan tabuh rah untuk keperluan upacara.
"Kalau tabuh rah, kepentingan upacara dan ditangkap, saya berani pasang badan terdepan. Tetapi yang namanya judi, jelas ada taruhan. Itu beda lagi persoalannya,” pungkas Adnyana, yang juga anggota Fraksi PDIP DPRD Bali.san
Komentar