Bali Tak Sekedar Butuh Keseimbangan Ruang
Jumat, 12 Juni 2015
00:00 WITA
Denpasar
3451 Pengunjung

Denpasar, suaradewata.com - Ketua Gerakan Pemantapan Pancasila (GPP) Bali Njoman Gede Suweta, menegaskan, Bali tak sekedar butuh keseimbangan ruang. Pulau Dewata, kata dia, butuh keseimbangan yang utuh dan komprehensif.
Suweta menegaskan hal ini dalam diskusi terbatas yang digelar Paguyuban Merah Putih Bali (PMPB), di Denpasar, Jumat (12/6). Hadir dalam diskusi ini di antaranya Ketua Dewan Pembina PMPB, I Gusti Made Putra Astaman.
"Apa yang digagas serta diperjuangkan saat ini, konteksnya sesungguhnya masih sebatas keseimbangan ruang, artinya keseimbangan pembangunan antara kawasan selatan, utara, timur dan barat Bali," ujar Suweta.
Padahal, menurut dia, Bali tak sekedar butuh keseimbangan ruang. "Hal yang penting disadari, keseimbangan pembangunan gumi Bali dilandasi oleh konsep pemikiran atau filosofi bahwa pada dasarnya pembangunan itu adalah membangun manusia seutuhnya untuk menjadi lebih berkualitas," tuturnya.
Karena itu, demikian Suweta, keseimbangan dalam konteks ini tidak hanya dilihat dari sisi ruang belaka. Keseimbangan, juga harus dilihat secara utuh dan komprehensif. Pertama, dari sudut pandang tiga dimensi.
Tiga dimensi itu adalah dimensi spiritual, yang menjadi porsinya lembaga yang mengurus bidang keagamaan. Selanjutnya dimensi moral, yang menjadi porsi bersama antara lembaga yang mengurus keagamaan dengan pemerintah. Terakhir, dimensi fisik materiil yang menjadi porsinya pemerintah.
Bagi Suweta, pemahaman tentang ketiga dimensi ini sangat penting karena berkaitan dengan tanggungjawab. "Seperti kita ketahui, konsensus dasar yang disepakati untuk berdirinya NKRI berdasarkan Pancasila adalah pemisahan urusan agama dengan urusan pemerintahan," kata mantan Wakapolda Bali itu.
Kedua, imbuhnya, keseimbangan ruang dalam konteks pembangunan di kawasan selatan, timur, utara dan barat Bali. Ketiga, keseimbangan kesempatan, dimana hal ini sangat erat kaitannya dengan kebijakan atau regulasi.
"Keempat, keseimbangan potensi, yang maknanya adalah daerah harus didorong untuk berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki. Kelima, keseimbangan infrastruktur, sarana dan prasarana," jelasnya.
Hanya saja, demikian Suweta, persoalan yang dihadapi saat ini adalah upaya menciptakan keseimbangan ini selalu terbentur pada tembok ego kewilayahan. Masing-masing kabupaten merasa punya kewenangan untuk menentukan dirinya sendiri sesuai UU Otonomi Daerah.
"Itu sebabnya, dalam berbagai kesempatan sering saya lontarkan, jawaban dari kondisi ini adalah Bali harus otonomi khusus atau otonomi itu ada di tingkat provinsi," tegas Suweta, yang juga Ketua Ketua DPW PAN Bali. san
Komentar