Holisticnya Bali
Jumat, 06 November 2015
00:00 WITA
Nasional
4134 Pengunjung
Opini, suaradewata.com - Bali adalah pulau kecil bahkan seakan setitik noktah dalam peta dunia. Namun namanya mampu menembus dan melebihi nama induknya Indonesia yang begitu besar dalam peta dunia. Prestasi itu diraih bukan dalam jangka waktu yang pendek. Ratusan tahun. Begitu lama dan itu karena berhasil secara spartan konsisten dan kukuh jalankan tradisi adat istiadat yang bernafaskan Hindu. Bahkan Hindu di Bali, walau maknanya sama, namun sentuhan kreativitasnya sangat kaya bahkan melebihi induk asal mula agama Hindu yaitu India.
Kenapa Bali menjadi begitu dahsyat? Tentu karena kesungguhan rasa sradha dan bhakti berabad-abad tanpa pamrih. Yadnya berjalan di setiap waktu dan di setiap jengkal tanah. Hari-hari selalu diisi dengan hal-hal produktif, setelah ke sawah lanjut belajar seni dan lainnya. Memang ada juga meklecan yaitu metajen. Denyut aktivitas, lokasi2 indah yang disentuh kreativitas manusia Bali telah tersebar dalam berbagai karya lukis, karya fotografi di seluruh dunia. Tidak ada duanya. Hanya di Bali bisa menemukan itu.
Pernah suatu kesempatan, saya berkunjung ke Rusia utk delegasi resmi DPD RI bertemu Menlu Rusia dan Menteri Perindustrian Rusia. Mereka berdua sangat mengagumi nama Bali. Bahkan Menteri Perindustriannya secara khusus merespon ketika sesi perkenalan saya disebut Senator dari Bali. Yang bersangkutan langsung menyahut, "Januari saya ke Bali. Ke Pulau Indah anda yang sejak dulu saya impikan" mendengar itu tentu ada rasa bangga yang luar biasa. Banyak orang memimpikan bisa ke Bali, Tuhan malah memilihkan saya lahir besar dan nanti meninggal di Bali. Betapa bersyukurnya saya. Betapa bahagianya saya. Tidak hanya itu, ketika pertemuan di kedutaan, saya juga sempat bertemu dengan bbrp gadis Russia yang berkesempatan magang ke Indonesia. Saya tanya apa yang paling berkesan ketika ke Indonesia. Jawabnya sederhana,"Saya bahagia sempat berlibur ke Bali walau seminggu saja." Lalu saya tanya lagi, apa sih yang menarik dari Bali dan waktu di Bali yang dia rasakan? Jawabannya mengagetkan saya. "Saya terkesan dengan gadis Bali yang tampil cantik sambil meletakan bunga di depan rumahnya.
Saya membayangkan betapa bahagianya kalau saya juga bisa melakukannya." Betapa agung dan bermakna sesuatu yang sebenarnya sederhana dilakukan manusia Bali tapi dipandang tinggi. Sambil bercanda saya katakan," kalau saya masih bujang, saya kawini anda dan saya ajak tinggal di Bali untuk setiap hari melakukan sesuatu yang anda impikan itu. Sayang saya sudah kawin dan punya anak empat. Kalau saya jadikan mantu juga tidak bisa karena anak saya yang laki masih kecil-kecil." Kami pun tertawa.
Renungan dari peristiwa itu, membuat manusia Bali harus makin yakin kalau apa yang dilakukannya itu sangat mulia dan agung bagi Dunia. Bali sangat holistic melakukan aktivitasnya. Sehingga yang tidak menjalankannya juga merasa bahagia. Menembus batas ruang dan waktu. Holisticknya manusia Bali dalam bertindak tentu karena konsep Tri Hita Karana dan konsep Satyam Siwam Sundaram yang begitu kuat. Manusia Bali saat ini telah mewarisi sebuah hasil kontemplasi luar biasa dan kini tinggal menjaga, menjalankan dan melestarikannya. Janganlah warisan yang begitu besar agung dan mulia itu ditelantarkan digadaikan apalagi sampai tega merusaknya. Sebab warisan itu tak ternilai besarnya sehingga jangan selalu mau dinilai besarnya dengan pendekatan material.
Manusia Bali telah diwarisi cara mencapai kebahagaiaan bukan hanya dengan pendekatan kekayaan material semata. Generasi baru Bali harus berpikir masa depan. Jangan hanya berpikir masa kini saja. Akankah Bali tetap Bali? Atau Bali malah berubah dengan meniru daerah lain yang justru tidak bisa seperti Bali. Silakan bangun Bali, dan jangan hanya mau membangun DI Bali. Sebab tidak semua pembangunan cocok di Bali. Biarlah Bali berkembang dengan kebaliannya agar tetap namanya Bali yang Bali. Ayo sama-sama kita jaga dengan semangat jengah dan wirang.
Gede Pasek Suardika, penulis adalahAnggota DPD RIasal Bali, Priode 2014-2019, Renungan Tukad Badung 6 November 2015
Komentar