Penggiat Anti Korupsi Desak KPK Usut Keterlibatan Anggota DPR RI Kasus APD
Rabu, 05 Februari 2025
22:12 WITA
Buleleng
2772 Pengunjung

Penggiat anti korupsi dari Kabupaten Buleleng bernama Gede Angastia saat saat KPK Didesak Usut Dugaan Keterlibatan Anggota DPR RI Dapil Bali Dalam Kasus Korupsi APD Covid-19 Sebesar Rp 319 M. sad/SD
Buleleng, suaradewata.com - Mirisss jika memang benar terjadi, seorang anggota DPR RI Dapil Bali berinisial S dituding dan dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI atas dugaan terlibat dalam kasus korupsi Alat Pelindung Diri (APD) covid-19, yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 319 miliar.
Seperti yang dilontarkan penggiat anti korupsi dari Kabupaten Buleleng bernama Gede Angastia yang akrab disapa Anggas ini. Ia mendesak KPK RI agar mengusut tuntas laporan dugaan korupsi APD covid-19 tersebut.
"Saya telah melaporkan dugaan korupsi itu pada Tahun 2022 lalu. Yangmana laporan itu terkait dugaan korupsi pengadaan 5 juta set APD covid-19 pada Tahun 2020 lalu. Dalam hal ini, S diduga melakukan tindakan korupsi bersama pejabat Kementerian Kesehatan RI Budi Sylvana serta beberapa pengusaha dari PT Energi Kita Indonesia (EKI) dan PT Permana Putra Mandiri (PPM)," ucap Anggas kepada awak media saat jumpa pers pada Rabu, (5/2/2025) di Ranggon Sunset Singaraja.
Menurut dia dalam kasus dugaan korupsi itu, para pelaku meraup keuntungan dengan modus mark up harga. Sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 319 miliar.
"Saya melaporkan S, karena diduga terlibat dengan jabatannya sebagai Komisaris di PT EKI," ujar Anggas menegaskan.
Dengan adanya hal ini, menurut Anggas, S telah melanggar UU RI Nomor 17 Tahun 2014 Pasal 236 ayat (2), yang berbunyi anggota DPR dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat atau pengacara, notaris, dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan wewenang dan tugas DPR serta hak sebagai anggota DPR.
"S ini sempat membantah menjadi komisaris PT EKI. Sehingga yang saat ini ditetapkan sebagai tersangka baru tujuh orang, salah satunya pejabat di Kemenkes RI," ujarnya.
Iapun menyebut sejak laporannya itu dibuat, hingga kini belum ada kejelasan dari KPK. Malahan dia mengaku sempat menemui Wakil Ketua serta Penyidik KPK RI. Kesempatan itu, diminta kepada KPK untuk membuat terang benderang peran dari S dalam perkara ini.
"Oleh KPK, saya diminta untuk melengkapi bukti keterlibatan S sebagai komisaris di PT EKI. Hingga akhirnya pada Januari 2025, dirinya itu mendapat akta perusahaan PT EKI. Akta itu di dalamnya memuat S sempat menjabat sebagai Komisaris di PT EKI pada Maret hingga Juni 2020. Kemudian jabatan tersebut sempat digantikan oleh anaknya yang juga menjadi anggota DPRD Bali pada Juni-November 2020," terangnya lagi.
"S sempat membantah jadi komisaris. Tapi saya sudah dapat bukti autentik dari akta perusahaannya. Yang jelas S tercatat pernah menjadi komisaris," akunya.
Lebih lanjut dikatakan laporan yang dibuat itu, tidak ada sangkut paut dengan politik. Mengingat sebagai penggiat anti korupsi, dirinya itu hanya ingin agar kasus ini dapat diselesaikan dengan baik.
"Kasus ini harus terang benderang. Jangan ada yang ditutupi. Kalau S bersalah, proses sesuai UU. Kalau tidak bersalah, KPK harus segera membuat pernyataan. Jadi laporan kami tidak menggantung. Dan saya datang ke KPK pakai biaya sendiri demi tegaknya supremasi hukum," katanya.
Sementara itu, saat S dikonfirmasi terkait tudingan terlibat dalam dugaan korupsi APD. Dengan tegas mengaku tudingan itu sudah sempat di klarifikasi di media.
"Kalau masalah ini saya sudah sampaikan di jegbali dan metro TV," ucap S melalui pesan singkatnya.
Bahkan, dia menyebut dengan memberitakan terus menerus masalah ini, akan membias dan menguntungkan satu pihak saja. Serta mencemarkan nama baik dirinya.
"Apakah ini murni perjuangan keadilan? Atau ada udang di balik batu, sehingga merugikan orang lain," tegasnya
"Saya hanya berharap semoga tuhan menurunkan karmanya kepada siapapun yang bertujuan baik maupun bertujuan jelek," pungkas S. sad/red
Komentar