PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

HIPPI Bali Cemaskan Kondisi Pertanian Buleleng

Rabu, 04 September 2024

11:51 WITA

Buleleng

1570 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Luh Gunatri di areal Panen padi demplot Hippi Bali. sumber foto: gd1/SD

Buleleng, suaradewata.com - Kondisi pengelolaan sistem pengairan pertanian dan juga edukasi yang minim diberikan kepada para petani cukup mencemaskan dunia ketahanan pangan di kawasan Buleleng. Hal itu mencuat dari Himpunan Pengusaha Pribumni Indonesia (HIPPI) Bali, Selasa (3/9).

“Sebetulnya masih banyak permasalahan di pertanian Buleleng yang mendapat perhatian serius dari pemerintah khususnya Kabupaten Buleleng. Karena perlu diingat tentang program ketahanan pangan serta pertanian organik yang selama ini kurang diedukasi ke banyak petani di Buleleng,” kata I Luh Putu Gunatri, SE selaku Ketua bidang pertanian, kelautan, koperasi dan UKM, DPD HIPPI Bali.

Selain sektor air dan edukasi petani terhadap pertanian organik yang telah dievaluasi lewat program HIPPI Bali, lanjut Gunatri, kondisi keberadaan bibit bagus bagi petani juga masih dirasa perlu ditingkatkan. selama hampir setahun , lanjut Gunatri, ada kebutuhan yang sangat penting didunia pertanian Buleleng yang selama ini dirasa masih perlu ditingkatkan yakni pengadaan bibit yang bagus bagi para petani.

Srikandi asal Buleleng yang aktif sebagai Ketua IWAPI (Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia) DPC Buleleng ini juga mengaku, dapat mengevaluasi kondisi pertanian Buleleng dari sejumlah demplot binaan Hippi.

“Kami tidak mau sekedar disebut berteori dalam melakukan evaluasi pertanian di Buleleng. Sebab, sudah ada kelompok petani binaan termasuk sawah yang dalam pengawasan HIPPI Bali yang menjadi bukti atas evaluasi program yang belum maksimal di dunia pertanian Buleleng,” ungkapnya.

Banyak kegegalan petani yang lahan garapannya bersebelahan dengan lahan yang menjadi demplot binaan Hippi. Seperti lahan milik Nyoman Mudarsa di Desa Ambengan yang sebelumnya dua kali gagal panen dan setelah kami terjun hasilnya sangat signigfikan bahkan dua kali lipat.

Berdasarkan data, panen di lahan demplot Hippi kawasan Desa Ambengan sejumlah 45 are ketika panen pertama menghasilkan 900 kg beras dengan kondisi pengairan yang masih kurang. Hasil tersebut mampu memberikan keuntungan kepada petani dengan hasil sekali panen mencapai Rp12 jutaan.

“Dari keterangan pemilik (Mudarsa, red) yang kami data. Ia mengalami gagal panen sebanyak 2 kali. Pertama hasilnya cuma Rp5 juta dan kedua kalinya menghasilkan Rp3,5 juta. Pengeluarannya pun mencapai Rp7 juta sampai Rp8 juta yang belum sampai pengeluaran apabila timbul penyakit. Jadi, cukup bisa dikatakan patut mendapat evaluasi bagi pemerintah kabupaten jika memang ingin memajukan petani,” tegas Gunatri.

Kondisi yang sama juga digambarkan pada demplot pertanian binaan Hippi yang ada di kawasan Desa Alas Angker yang mencapai luasan 1 hektare lebih lahan pertanian. Menurutnya, kondisi distribusi pengairan yang masih butuh dievaluasi untuk demplot Desa Alasangker mampu menghasilkan 2340 Kg gabah atau lebih dari 2 ton gabah.

Dari jumlah gabah pada demplot Hippi di kawasan Desa Alasangker, diperkirakan penyusutannya sekitar 36 sampai 40 persen jumlah gabah ke bentuk beras. Sehingga diperkirakan ada di kisaran 2 ton beras.

Kondisi yang sama terkait permasalahan regulasi air subak juga terjadi di Desa Poh Bergong pada lahan demplot Hippi milik Nyoman Retana dkk dengan luasan total 55 are. Dibalik petani sekitarnya yang gagal panen, lahan demplotnya menghasilkan 700kg beras.

“Kami dari Hippi beli langsung hasil pertanian petani binaan kami. Dan semua merupakan hasil pertanian organik. Harga tergantung kondisi beras itu sendiri. Akan tetapi, harganya jelas memuaskan para petani organik di demplot Hippi,” kata Gunatri.

Menurut Gunatri, Hippi mematok harga di kisaran Rp14 ribu/Kg sampai dengan Rp15 ribu/Kg beras bagi petani binaannya. Selisih harga tersebut tergantung dari faktor tingkat kekeringan padi dan juga jarak pengangkutan.

“Jika pemerintah Buleleng serius, tinggal dilakukan edukasi yang intensif kepada petani termasuk pemegang kewenangan pengelolaan air. Pemberian subsidi dan pemberian harga yang baik sebagai bentuk penghargaan kepada petani organik juga dapat merangsang para petani mempertahankan lahan pertaniannya. Dan satu hal lagi, jangan terhenti pada pengadaan bibit saja tapi harus pengadaan bibit yang bagus,” pungkasnya.

Terkait keseriusan pihak Pemkab Buleleng dalam meningkatkan hasil panen petani, Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Buleleng masih belum berhasil dikonfirmasi.gd1/adn


Komentar

Berita Terbaru

\