PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Maraknya Tajen, Membangkitkan Taksu Pande Taji

Jumat, 23 Agustus 2024

11:52 WITA

Denpasar

1453 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Pengrajin. sumber foto : mot/SD

Denpasar, suaradewata.com- Tajen atau dikenal dengan istilah sabung ayam, umumnya di Bali selalu dilaksanakan dalam setiap upacara dengan menggelar 'Tabuhrah'. Namun saat ini, tajen telah menjadi bagian kegemaran bagi para 'bebotoh' sebutan bagi para penjudi sabung ayam di Bali.

Keberadaan tempat tajen di setiap daerah di Bali sudah menjadi kegiatan rutin dari siang hingga malam hari. Karenanya, sudah jadi sebutan ada yang namanya tajen malam. Dan, itu selalu ramai didatangi oleh para bebotoh disetiap kalangan. 

Keberadaan judi tajen sebenarnya bukan hal yang tabu terjadi di Bali. Mengutip dari penjelaskan dalam e-Jurnal berjudul Gede Kamajaya, Tajen, dan Desakralisasi Pura oleh Ida Bagus Gede Eka Diksyiantara, dkk. Bahwa permainan sabung ayam atau Tajen merupakan salah satu budaya masyarakat Bali yang sudah berlangsung sejak zaman Majapahit. 

Hal itu tertuang dalam kitab atau pedoman Pararaton, yang di zaman sekarang disebut sebagai sastra Babad. Dalam kitab tersebut, Tajen sudah lama berlangsung sejak era kerajaan Bali. 

Akan tetapi, dalam kitab tersebut tak disebutkan apakah pada saat itu Tajen juga diiringi dengan taruhan atau tidak. Masih dari kitab Pararaton, pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong yakni tepatnya pada masa Kerajaan Gelgel, Tajen sering diadakan di depan Pura Goa Lawah dan sudah menjadi tradisi yang mendarah daging oleh masyarakat kala itu. 

Sebab, di kala itu sabung ayam bukan hanya permainan adu ayam saja, melainkan sudah menjadi ritual keagamaan. Jadi setelah digelarnya tabuh rah sebagai pembuka, maka terus berlanjut permainan sabung ayam sampai selesai.

Seiring berjalannya waktu permainan sabung ayam atau tajen, kini sudah menjadi kegiatan atau hiburan judi setiap harinya. Bahkan di setiap arena tajen, dibuatkan tempat berbentuk panggung.

Di setiap areana tajen dan dimasing masing daerah punya aturannya sendiri dalam hal memasuki arena tajen. Maksudnya untuk tiket biaya masuk ke arena tajen. Namun bagi mereka yang masuk membawa ayam aduan, tidak dikenakan biaya tarif masuk arena. Adanya tajen juga berbeda beda, ada yang memang rutin dan ada yang setiap seminggu sekali menggelar tajen Undangan. 

Tidak hanya itu, juga seiring waktu dan sudah dilaksanakan lebih dari 5 tahun lalu digelar sebuah tajen kompetisi atau yang dikenal bagi kalangan bebotoh dengan nama Derbi.

Namun, Wartawan ini tidaklah mengupas soal masalah Tajen ataupun keberadaan arena Tajen yang selalu ramai dijejali para bebotoh di beberapa titik lokasi yang ada. Termasuk juga soal jenis ayam aduan yang sering dilagakan atau ditarungkan. Penulis, lebih pada menyimak soal keberadaan jenis Taji yang trend digunakan saat sabung ayam di Bali. 

Setidaknya, dengan maraknya tajen saat ini di Bali. Secara tidak langsung membangkitkan kembali Trah Pande. Bahkan para pengrajin pembuat perkakas sejenis pisau atau belakas (kapak), beralih profesi untuk menjadi Pande Taji. 

Sebelum masuknya ayam import yang kemudian banyak dipersilangkan, jenis taji yang digunakan hanya jenis Taji Bali dengan model lurus (seperti tombak) atau berbentuk liuk seperti Keris. Bukan berati saat ini tidak lagi ada taji Bali, tetap ada namun modelnya lebih sedikit melengkung. 

Jenis Taji yang trend sekarang ini untuk digunakan adalah Taji Sangket. Bahkan beberapa Pande Taji mulai kebanjiran job dalam pembuatan taji jenis ini. Selain job membuat taji, juga job dalam mengasah taji.

Seperti yang dikunjungi Wartawan ini ke Pande Taji di Kepaon, Denpasar Selatan. Jro Pande atau dikenal Pak Yan Taji. Pria berumur 44 ini, menuturkan bahwa kemampuan yang dimilikinya ini telah ada dari sejak Kakeknya. "Dari saya kecil sudah ikut pekak (kakek) saya untuk membantu saat buat perkakas," ungkapnya.

Saat itu, kata dia umurnya baru sekitar 11 tahun. Bahkan kakeknya sudah membuat Taji Bali, namun dirinya hanya membantu untuk mengasah taji. "Belum bisa buat taji, tapi sudah belajar untuk membuat taji. Saat itu hanya fokus cara mengasah taji," kenangnya.

Setelah merantau kebeberapa tempat, singkat cerita ketika telah bersetatus sebagai suami dan memiliki dua anak, barulah menjalani sendiri sebagai seorang Pande Taji. Itu dilakoninya sejak tahun 1999 dengan mengambil tempat di wilayah Kepaon.

Pria asal Bebandem, Karangasem ini menyebutkan bahan untuk membuat taji Sangket, selalu menggunakan bahan dari besi gerinda pemotong baja. Jenisnya pun berbeda, terkadang pelangi, putih polos hingga rada keunguan. 

Dari proses pemotongan, hingga pembentukan dan pengasahan, sampai pada pengujian kualitas sudah layak digunakan, butuh waktu tiga hari menjalaninya. Itu untuk satu paket taji isi 12. "Ada beberapa paket, tapi terkecil saya buatnya untuk isi 12. Paling banyak isi 22 katik taji," akunya.

Disini, pihaknya tidak menyebut berapa harga taji untuk paket tersebut. Karena hal itu sangat privasi. Pastinya, selain menerima paket juga menerima servis dan pengasahan taji. Untuk servis, tentunya akan dikerjakan sepanjang taji tersebut adalah hasil garapannya sendiri. 

Menurutnya dengan adanya tajen sekarang ini, telah membangkitkan kembali Taksu para pande besi untuk menjalani profesi sebagai pembuat taji. Bahkan hampir setiap daerah banyak yang bangkit sebagai pembuat taji, namun bicara soal kualitas dan harga bagianya adalah hal yang tidak bisa disebutkan. Karena masing-masing punya kemampuan dan nilai harga yang berbeda.

Dirinya juga memastikan, dalam membuat taji tidaklah sembarangan. "Baru ada yang pesan, langsung dikerjakan. Tidak bisa begitu, harus cari hari baik kapan waktunya untuk memulai membuat," ungka Pak Yan Taji.

Ketika hari baik ditentukan, dirinya tidaklah langsung serta merta memotong besi untuk bahan taji. Tetapi terlebih dahulu menghaturkan banten permohonan atau 'Pekeling' agar proses pembuatan berjalan lancar. 

Menurutnya hari yang paling bagus saat akan memulai proses pembuatan adalah saat Penampahan Galungan. Namun bagi kebanyakan Pande juga sering menempatkan hari baik proses pembuatan di Wuku Landep dan Pasupatinya saat Tumpek Landep.

"Begiti taji telah selesai sesuai pesanan. Tidak bisa kita langsung berikan, tetap harus di pasupati terlebih dahulu agar astungkara (semoga,Red) si pemilik taji nantinya diberikan berkah kemenangan," tutupnya.mot/adn


Komentar

Berita Terbaru

\