Penyesuaian Harga BBM Bersubsidi Tidak Bisa Dihindari
Kamis, 08 September 2022
16:10 WITA
Nasional
1327 Pengunjung
ilustrasi kenaikan harga BBM di Indonesia
Opini, suaradewata.com - Penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) tidak bisa dihindari karena harga minyak dunia mengalami kenaikan drastis akibat gejolak di Eropa Timur. Masyarakat juga perlu memahami hal ini karena penyesuaian harga BBM tidak hanya di Indonesia. Namun juga terjadi di negara-negara lain.
Per 3 September 2022 pemerintah resmi menyesuaikan harga BBM jenis Pertalite menjadi 10.000 rupiah per liter. Sementara BBM jenis solar subsidi menjadi 6.800 per liter. Sedangkan BBM jenis Pertamax non subsidi harganya jadi 14.500 rupiah per liternya.
Pemerintah terpaksa melakukan penyesuaian harga karena harga minyak mentah dunia juga mengalami lonjakan menjadi 100 dollar per barrel (dari yang sebelumnya hanya 65 dollar per barrel). Pergantian harga ini dipicu oleh invasi Rusia ke Ukraina, sedangkan di sana terdapat kilang minyak yang memasok minyak mentah ke seluruh dunia.
Penyesuaian harga tidak bisa dihindari karena jika terus disubsidi oleh pemerintah, APBN akan mengalami kedodoran. Subsidi diperkirakan mencapai lebih dari Rp. 502 Triliun dan akan sangat memberatkan karena kebutuhan negara tidak hanya untuk subsidi BBM. Oleh karena itu subsidi bahan bakar terpaksa dipangkas dan harga BBM disesuaikan sedikit. Lagipula harga keekonomiannya 13.500 rupiah per liter, jadi harga 10.000 masih murah.
Direktur Eksekutif Moya Institute, Heri Sucipto, menyatakan bahwa penyesuaian harga BBM bersubsidi (Pertalite) memang tidak terelakkan. Namun perlu dicari formula yang tepat agar kehidupan sosial-ekonomi masyarakat tidak terganggu. Caranya dengan menyesuaikan harganya sedikit, tidak langsung drastis sehingga tidak terkejut.
Pemerintah menyesuaikan harga Pertalite menjadi 10.000 rupiah per liter walau harga keekonomiannya 13.500 dan penyesuaian ini dianggap sesuai, karena tidak terlalu drastis. Selisih harganya dinilai tidak akan membebani masyarakat. Lagipula perekonomian rakyat sudah mulai normal walau pandemi Covid-19 masih berlangsung, sehingga diprediksi tidak akan terpangaruh oleh perubahan harga BBM.
Jika harga BBM disesuaikan maka akan berpengaruh pula ke harga barang lain tetapi masyarakat tidak usah khawatir karena tidak mengakibatkan inflasi. Penyebabnya karena penyesuaiannya masih terkendali, dan tidak secara drastis. Masyarakat dihimbau untuk tidak takut akan ganasnya inflasi, bahkan terjadi krisis moneter seperti tahun 1998 lalu, karena perekonomian negara masih relatif stabil.
Untuk lebih menstabilkan perekonomian negara maka harga BBM mau tak mau harus disesuaikan. Penyebabnya karena sesuai dengan hukum ekonomi, di mana harga minyak mentah yang lebih tinggi maka harga jualnya (harga BBM) juga mengalami kenaikan. Jika tidak disesuaikan dan disubsidi terus maka keuangan negara yang akan oleng karena terbebani oleh subsidi yang terus-menerus.
Subsidi merupakan ‘warisan’ dari era Orde Baru dan efeknya masih tak terelakkan sampai era reformasi. Dulu subsidi BBM diberikan untuk menstabilkan harganya dan juga harga sembako serta keperluan lain. Namun subsidi menjadi bom waktu, di mana akhirnya APBN yang kepayahan dalam menanggungnya.
Oleh karena itu saat inilah masyarakat diajak mandiri dan sedikit demi sedikit mengurangi subsidi, agar perekonomian negara makin tangguh. Jika disubsidi terus maka APBN makin tinggi dan ketika dana tidak mencukupi, terpaksa harus berhutang lagi. Padahal hal ini memberatkan di kemudian hari karena terus menumpuk dan berbahaya bagi kestabilan keuangan negara.
Pengamat Sosial Profesor Azyumardi Azra menyatakan bahwa penyesuaian harga BBM tidak bisa dihindari. Hal ini untuk menghindari dampak negatif yang lebih besar, yaitu krisis keuangan. Dalam artian, pemerintah menghindarkan negara dari krisis keuangan akibat melonjaknya APBN. Jangan sampai Indonesia seperti Sri Lanka yang negaranya dinyatakan bangkrut akibat tidak bisa membayar hutang negara.
Jika APBN Indonesia melonjak maka jangan sampai hutang negara bertambah dan mengakibatkan kebangkrutan seperti Sri Lanka. Oleh karena itu pemerintah berusaha keras agar kondisi keuangan Indonesia tetap stabil. Salah satu caranya dengan menyesuaikan harga BBM jenis Pertamax. Masyarakat diminta memahaminya dan tidak mengalami gejolak ketika harga BBM berubah.
Azyumardi menambahkan, jangan sampai terjadi likuiditas keuangan yang terganggu seperti di Amerika, akibat bangkrutnya APBN. Dalam artian, APBN memang harus disehatkan dan jangan terlalu dibebani oleh subsidi BBM. Penyesuaian harga BBM bukan berarti pemerintah egois. Melainkan cara untuk menyelamatkan APBN dan membuat Indonesia memiliki perekonomian dan keuangan yang lebih sehat.
Penyesuaian terhadap harga BBM mau tidak mau harus dilakukan karena harga minyak mentah memang mengalami lonjakan juga. Indonesia tidak bisa menghindarinya karena gejolak politik di Eropa timur juga berpengaruh ke seluruh dunia. Penyesuaian harga BBM juga terjadi di banyak negara lain, sehingga masyarakat diharap memahaminya dan tetap sabar.
Ketika harga BBM disesuaikan maka ini adalah cara pemerintah dalam menguatkan APBN dan mencegah Indonesia bangkrut seperti Sri Lanka. Jangan sampai gara-gara subsidi BBM maka kestabilan APBN jadi terganggu. Kondisi ekonomi Indonesia perlu diselamatkan dan penyesuaian harga BBM karena subsidinya dikurangi adalah salah satu caranya, dan masyarakat akan mengerti mengapa harganya berubah.
Abdul Razak, Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute
Komentar