Revisi KUHP Demi Menjamin Demokrasi Yang Berkeadilan
Sabtu, 13 Agustus 2022
01:30 WITA
Nasional
1568 Pengunjung
Suasana seminar Lembaga Harmoni Nusantara dengan tema “RKUHP untuk Menjaga Demokrasi dan Keadilan” sebagai jawaban atas masih adanya perdebatan yang dialami khalayak. Acara tersebut dilaksanakan pada 12 Agustus 2022 di Amos Cozy Hotel and Convention Hall, Jakarta Selatan.
Jakarta, suaradewata.com - Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) masih menyisakan polemik yang mengundang pro dan kontra di tengah masyarakat. Maka dari itu, Lembaga Harmoni Nusantara membuka ruang diskusi seminar dengan tema “RKUHP untuk Menjaga Demokrasi dan Keadilan” sebagai jawaban atas masih adanya perdebatan yang dialami khalayak. Acara tersebut dilaksanakan pada 12 Agustus 2022 di Amos Cozy Hotel and Convention Hall, Jakarta Selatan
Seminar ini mengundang narasumber diantaranya adalah Dr. Albert Aries S,H., M,H., selaku Juru Bicara Tim Sosialisasi RKUHP Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Kemenkumham/Ahli Hukum Pidana), Andi Windo Wahidin, S.H.,M.H, selaku Direktur Operasi KPMH sekaligus Dosen Pasca Sarjana PTIQ, dan Dr. Fernando Silalahi S.H.,M.H, sebagai Dosen FH UKI sekaligus Ikatan Advokat Indonesia.
Antusias sekitar 100 peserta yang mengikuti acara seminar ini berasal dari berbagai kalangan akademisi, mahasiswa dan organisasi mahasiswa. Dengan adanya ruang diskusi terbuka ini, dapat menjadi tempat yang kredibel untuk saling bertukar pikiran mengenai RKUHP yang masih menjadi perbincangan hangat di berbagai khalayak.
Andi Windo Wahidin, S.H.,M.H. dalam pandangannya menjelaskan, KUHP merupakan produk hukum lama yang dikeluarkan pada masa penjajahan Belanda. Padahal manusia sendiri bersifat dinamis dan tidak pernah stagnan. Direktur Operasi KPMH tersebut menambahkan, untuk itulah hukum juga harus bergerak dinamis, sebagai perbandingan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE yang mengalami 2 kali perubahan padahal hanya 8 tahun sejak disahkannya.
“Maka akan aneh bila KUHP yang sudah lama disahkan tidak pernah direvisi. Selain itu revisi KUHP banyak mengatur pasal yang melindungi hak-hak perempuan dan anak indonesia, yang selama ini masuk ke dalam kelompok termarginalkan di mata hukum. Namun banyak sekali hoaks yang diciptakan untuk menggerakkan masyarakat menentang disahkannya RKUHP. Padahal di mata akademisi dan pakar hukum memiliki dampak pengaruh positif bagi Indonesia,” ujar Andi Windo Wahidin, S.H.,M.H.
Narasumber sekaligus Dosen Pasca Sarjana PTIQ tersebut menyebut bahwa RKUHP nyatanya banyak memberikan dampak yang baik bagi masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Beliau menyatakan, KUHP lama juga tidak masuk akal karena beberapa pasal tidak memberikan sanksi setimpal. Seperti terdapat pernyataan yang terlalu ringan dan juga terlalu berat.
“KUHP lama juga tidak menyentuh hak masyarakat terkait Restorative Justice, padahal perkara tersebut dibutuhkan untuk mewujudkan masyarakat berkeadilan yang demokratis,” terang Andi Windo Wahidin, S.H.,M.H.
Banyaknya narasi yang menyebutkan bawah RKUHP justru malah mengancam kebebasan masyarakat dalam berpendapat dan mengkritik juga ditepis oleh salah satu narasumber seminar ini yakni Dr. Fernando Silalahi S.H.,M.H.
Dirinya mengatakan, sistem hukum Indonesia saat ini berjalan kurang baik karena tidak ada penyesuaian KUHP. Sistem hukum yang baik adalah hukum yang berdasar rule of law, bukan rule by law ataupun rule by man. KUHP lama tidak relevan karena produk kolonial lampau, dan tidak sesuai dengan perkembangan teknologi dan kondisi sosial masyarakat saat ini. Pada dasarnya, pembentukan perundang-undangan idealnya harus memiliki kejelasan tujuan.
“Apabila semuanya sudah terangkum dengan baik, selanjutnya perlu sosilisasi pada masyarakat terutama mahasiswa, agar dapat menjadi corong informasi RKUHP dan menyampaikannya pada masyarakat dan tidak ada kontroversi serta Judicial Review yang diajukan oleh masyarakat luas,” terang Dosen FH UKI yang juga Ikatan Advokat Indonesia.
Dr. Fernando Silalahi S.H.,M.H. kembali mengingatkan bahwa apabila ada pasal yang dianggap kurang pas bisa ditinjau dan didiskusikan secara terbuka untuk menyampaikan pasal yang belum cukup dipahami oleh masyarakat. Dirinya menegaskan, karena semuanya sebenarnya hanya perlu penjelasan sebab pengertian hukum sendiri memiliki perspektif yang berbeda beda di mata setiap orang.
“Untuk itu, butuh penyelarasan agar pemahaman hukum dapat berjalan harmonis di masyarakat. Agar tidak menciptakan narasi yang ambigu dan tidak membuat masyarakat merasa dijebak oleh hukum,” jelasnya
Menurut Dr. Fernando Silalahi S.H.,M.H., RKUHP ini sudah bagus sesuai perkembangan zaman. Oleh karenanya, dibutuhkan kesatuan masyarakat untuk saling bahu-membahu memberikan pemahaman agar dapat bersinergi dalam memahami undang-undang yang belaku.
Selain itu, Dr. Albert Aries SH MH selaku Jubir Tim Sosialisasi RKUHP Kemenkumham juga memberikan tanggapan atas hal yang menjadi pro dan kontra di tengah masyarakat. Menurutnya, KUHP adalah miniatur konstitusi bangsa, terutama untuk negara Indonesia yang sangat majemuk.
Dirinya menambahkan, realitanya saat ini hukum Indonesia masih terlalu bertumpu pada azas legalitas pasal 1 ayat 1 KUHP yakni "tiada satu perbuatan dapat dipidana kecuali ada aturan yang dtetapkan lebih dahulu sebelum tindakan tersebut dilakukan". Hal tersebut malah menjadi pedang bermata dua, hingga muncul istilah "hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas".
“Untuk itu perlu adanya peneyesuaian aturan, karena beberapa pasal KUHP lama malah memberikan ketidakadilan. Terdapat 3 buku besar KUHP lama, yakni ketentuan umum, kejahatan, pelanggaran. Dan dalam RKUHP hal tersebut disederhanakan menjadi 2 buku besar saja, agar masyarakat dapat lebih memahami fungsi hukum yang ada. Namun banyak kontroversi muncul tetapi masyarakat malah memalingkan mata pada aturan lebih penting di buku satu RKUHP,” jelas narasumber yang juga merupakan Ahli Hukum Pidana.
Beliau menambahkan, setiap negara harus memiliki KUHP sendiri sedangkan KUHP Indonesia merupakan produk hukum warisan Belanda, dan bukan dari bangsa kita sendiri. Selain itu, KUHP tidak memiliki alternatif sanksi, sehingga mengganjar sanksi dengan tidak adil, dan RKUHP mengakomodasi alternatif sanksi. Misi konsolidasi juga terangkum dalam RKUHP untuk menyelaraskan KUHP lama dengan UU pendamping.
“Harmonisasi juga dirangkum dalam RKUHP untuk mengakomodasi kondisi masyarakat yang plural,” tutup Dr. Albert Aries, S.H., M.H.
Melalui diskusi ini, diharapkan masyarakat dapat melihat RKUHP dengan jernih dsn berfikir positp untuk kebaikan bangsa Indonesia itu sendiri. Indonesia adalah negara demokratis yang mana musyawarah menjadi salah satu kunci menghindari kesalahpahaman yang terjadi. rls/red
Komentar