"Bau Anyir" Proses Hukum Perusahaan PMA di Buleleng, Kinerja Polres Kembali Disoroti
Kamis, 02 Desember 2021
11:30 WITA
Buleleng
2280 Pengunjung
suaradewata.com
Buleleng, suaradewata.com - Tak cuma situasi pandemi covid 19 yang membuat I Ketut Tangkas (53), warga seputar kawasan Lovina tepatnya Desa Kalibukbuk, Kecamatan Buleleng ini pun harus kehilangan usaha kuliner yang sudah dirintisnya bertahun-tahun akibat dugaan penggelapan dan pemalsuan sejumlah dokumen disebuah perusahaan modal asing (PMA) di kawasan Bali Utara tersebut.
"Ya memang benar sudah diadukan sejak lama bahkan juga sempat dihentikan penyelidikannya oleh Polres Buleleng. Belakangan diangkat lagi tapi ada sejumlah kejanggalan dalam proses hukum ditingkat penyelidikan," ungkap Wirasanjaya alias Congsan yang merupakan salah satu tim kuasa hukum dari Tangkas.
Berdasarkan data yang diterima awak suaradewata.com menyebutkan bahwa laporan Tangkas tertuju pada dua Warga Negara Asing (WNA) yakni Geert Jan I De Meyer (52) asal Belgia dan Jeroen Antonius Maria Franken (55) asal Belanda.K eduanya diduga terlibat melakukan rekayasa keuangan yang menyebabkan Tangkas yang memiliki hak 30% saham dan pengelolaan sebagai direktur perusahaan kuliner asing yang berbendera PT. Culinary Cooking Experiences (PMA), mengalami kerugian materiil.
Tangkas sebagai direktur lalu Geert Jan I De Meyer sebagai direktut utama dan Jeroen sebagai Komisaris. Yang sebelum menjadi PT. Culinary Cooking Experiences (PMA), Tangkas merupakan pemilik dari restaurant "Le Jaenzan" yang berada jalur utama wilayah wisata Lovina Singaraja.
"Terjadi peleburan modal usaha antara restoran milik klien kami modal asing dari De Meyer dan Jeroen. Yang kemudian didaftarkan secara resmi ke kementrian hukum dan ham sesuai ketentuan yang berlaku. Dua WNA tersebut (Meyer dan Jeroen, red) merupakan pemegang saham mayoritas dan Tangkas memegang saham minoritas sebesar 30 persen," ungkap Congsan ketika dikonfirmasi suaradewata.
Bisnis yang dijalankan berupa restauran yang dikenal dengan sebutan Restaurant 10Th Table yang pada tanggal 30 April 2021 ada agenda RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Dalam laporan keuangan pada 31 Desember 2019 perusahaan dianggap merugi dengan nilai kerugian sebesar Rp 839 juta lebih dalam tempo 7 bulan. Lanjut 31 Desember 2020 kerugian bertambah menjadi Rp 841 juta lebih dan kemudian Tangkas dipecat sebagai Direktur.
"Anehnya, Tangkas yang awal mula sebagai pemilik restoran Le Jaenzan dan kemudian menjadi PT Culinary Cooking Experiences harus menyerahkan uang sejumlah Rp500 juta supaya sahamnya tidak hilang," papar Congsan.
Karena ada indikasi tindak pidana korporasi, lanjut Congsan, serta penggelapan dalam jabatan dan dugaan mengunakan rekening koran yang patut diduga telah direkayasa, akhirnya hal tersebut dilaporkan ke Polres Buleleng dan ditangani oleh unit I Reserse Kriminal.
Dijelaskan, adanya penarikan uang perusahaan yang berasal dari setoran modal perusahaan dari terlapor tanpa hak yang masuk rekening pribadi pelapor.
“Jika mau serius menangani kasus ini semua bukti dokumen sudah tercantum pada kedua akta perusahaan tersebut dan semua sudah diserahkan ke meja penyidik.Karena itu kami berharap klien kami segera mendapat keadilan atas adanya dugaan mafia investasi ini,” tandas Congsan.
Dikonfirmasi terpisah, Tangkas mengaku sejak pertengahan tahun 2020 sudah melihat gelagat tidak baik dari 2 orang WNA tersebut. Keduanya memanfaatkan fasilitas Restaurant 10Th Table seperti milik mereka berdua saja.
"Walau saya menjabat sebagai Direktur sekaligus pemilik saham akibat peleburan modal restoran saya (Le Jaenzan, red) saya tetap bekerja sebagai Chef direstoran yang diganti nama menjadi restoran 10Th Table pasca peleburan modal,” kata Tangkas.
Atas laporan perusahaan itu,Tangkas menolak karena dianggap penuh rekayasa terutama laporan keuangan yang tidak ditandatangi oleh organ perusahaan yang bertanggunjawab. Keanehan lain menurut Tangkas,konsultan pajak yang ditunjuk saat RUPS tidak dapat menunjukkan legal standing, tidak menyerahkan dokumen yang diminta oleh kuasa hukumnya hingga saat ini.
”Para terlapor telah memakai dan meyerahkan Rekening Koran PT. Culinary Cooking Experiences Bank Mandiri yang menurut saya patut diduga telah dibuat dan direkayasa oleh terlapor karena terdapat kesalahan pencatatan Saldo pada kop Rekening Koran dengan catatan Saldo pada akhir rekening Koran,” jelasnya.
Dikonfirmasi,atas laporan Ketut Tangkas terhadap dua koleganya warga Negara asing yang diduga melakukan kejahatan korporasi, Humas Polres Buleleng Iptu Gede Sumarjaya membenarkan.Bahkan atas laporan itu,menurut Iptu Sumarjaya, kepada pelapor telah diberikan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan (SPPHP). “SPPHP nya sudah disampaikan kepada pihak pengadu/pelapor,” tandasnya.
Disisi lain, Gusti Putu Adi Kusuma Jaya yang juga selaku kuasa hukum Tangkas turut mempertanyakan sikap serta arah proses penyelidikan yang menurutnya sudah jauh membias dari apa yang telah dilaporkan oleh kliennya. Menurutnya, ada hal yang jika mendasar pada ketentuan pasal 184 KUHAP bahkan lebih substansi pada bukti surat yang jika mengacu pasal 187 huruf b KUHAP seharusnya sudah tidak perlu lagi diperdebatkan.
"Dari beberapa kali SPPHP yang disampaikan pentidik, klien kami diminta menyerahkan rincian saham dan pembukuan rincian untung rugi. Sedangkan subtansi masalahnya adalah sejumlah dokumen yang dibuat dan dipergunakan dalam RUPS yang menjadi titik dugaan terjadi tindak pidana. Ini arah penyelidikannya mau kemana dan untuk kepentingan siapa sebetulnya," ujar Gus Adi mempertanyakan kinerja penyidik dalam kasus yang dilaporkan kliennya.
Pengacara yang dikenal berani melawan arus ini pun sempat menyatakan dalam waktu dekat pihaknya akan bersurat secara resmi meminta klarifikasi langsung dari petinggi Polri di Bali terkait kejanggalan ini. Yang tentunya, lanjut Gus Adi, lembaga-lembaga fungsi kontrol terkait penegakan hukum di Indonesia serta Mabes Polri juga wajib mengetahui permasalahan yang sering menjadi momok dalam pelayanan.
"Polri milik kita bersama dan jangan biarkan hastag #PercumaLaporPolisi berkembang menjadi sebuah fakta yang benar keberadannya. Kami punya kewajiban secara moral dan etika untuk turut membantu Kapolri mengawal program Polri Presisi. Sebab jika kejanggalan-kejanggalan ini terus dibiarkan, maka akan menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum di Indonesia," pungkasnya. rik/ari
Komentar