PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Ketua PHRI Tabanan : Pungutan Pararem Bersifat Rela Paksa

Senin, 02 Oktober 2017

00:00 WITA

Tabanan

7037 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

suaradewata.com

Tabanan, suaradewata.com - Pungutan Pararem yang ada di setiap Desa Pakraman dan Banjar Adat di Kabupaten Tabanan kini sedang didalami oleh Tim Saber Pungli Tabanan. Pasalnya, pungutan tersebut apakah diperbolehkan atau tidak.

Terkait hal itu, Ketua Perhimpunan Hotel Restoran Indonesia (PHRI) dan Assosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) cabang Tabanan Gusti Bagus Damara angkat bicara. Damara mengatakan untuk pungutan pararem yang memungut ke perusahaan-perusahaan perlu dikaji ulang. Lantaran disetiap perusahaan sudah memiliki program Corporate Social Responsibility (CSR) / tanggung jawab sosialnya terhadap lingkungan.  

"Yang jelas kalau kita ngomong Pararem kan sifatnya rela paksa jadinya, jadi orang disuruh rela tapi dipaksakan, artinya Pararem ini kalau dasarnya rela paksa, apapun yang namanya sudah rela paksa tentu bahasanya Dia rela kok, tapi sebenarnya Dia dipaksakan, karena ada nominalnya yang ditetapkan, saya kira pararem perlu dikaji ulang," ucap Damara kepada media suaradewata.com, Minggu, (01/10/2017).

Baca :  Saber Pungli Dalami Pungutan Pararem

Dirinya mengaku tidak tahu persis seperti apa proses adanya bahasa pararem itu berkaitan dengan pemberatan biaya-biaya. Lantaran dirinya tidak punya data, namun menurutnya kemungkin ada. Apabila hal tersebut ada, mudah-mudahan ini menjadi warning agar semua berhati-hati. Yang artinya pengusaha intinya bukan takut mengeluarkan biaya, namun semuanya harus dikalkulasikan. Bila untuk pajak memang itu mutlak, namun yang diluar itu, ini yang menjadi masalah buat pihaknya. Untuk itu, harus ada kepastian hukum yang jelas. Dan apabila sifatnya sumbangan, hal tersebut dianggap wajar bila orang yang ingin menyumbang. Namun apabila itu menjadi semacam keharusan, hal tersebut dapat menyusahkan juga.

"Bukan kita gak mau bantu lingkungan, karena sudah ada program CSR, yang ditetapkan nominalnya kan sudah ada pajak PHR, pajak PBB, pajak PPH sudah jelas ada hitung hitungannya, diluar itu kan tidak ada, andaikan perusahaan memberikan donasi, CSR kan bisa," pungkasnya.

Selain itu, ia mengaku untuk di Tabanan sendiri yang menjadi masalah adalah terkait detail tata ruang. Dikarenakan sampai saat ini Tabanan sendiri belum memilikinya, hal tersebut juga menjadi sebuah permasalahan. Ketika itu tidak ada, pertanyaannya ketika saat mengeluarkan ijin prinsip dasarnya apa untuk mengeluarkan ijin prinsip tersebut. Kata Dia, karena masalah itu tidak jelas, hal tersebut bisa dibilang masuk pada wilayah abu-abu. Ketika sudah masuk wilayah abu-abu, mereka (Perusahaan tidak memiliki ijin atau yang tidak jelas) bisa beroperasi dan disitu terdapat banyak faktor yang mempengaruhinya.

"Saya masih melihat di Tabanan aturan mainnya tidak jelas, awal masuk itu, jadi banyak akhirnya perusahaan yang tidak berijin, ijinnya gak ada gak jelas, kan masuk wilayah abu abu, kalau mereka bayar apa apa kan gak bilang bilang mereka, kan disana letak permasalahannya, makanya yang penting sekarang jelaskan itu dulu," katanya. ang/ari


Komentar

Berita Terbaru

\