PR’ Pemimpin Bali Kedepan, Keterpinggiran Krama Bali
Minggu, 06 Agustus 2017
00:00 WITA
Denpasar
4065 Pengunjung
suaradewata.com
Denpasar, suaradewata.com - Bila dibandingkan dengan daerah lainnya, Provinsi Bali menjadi salah satu daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi. Namun disisi lain, pertumbuhan ekonomi di Bali yang masih terfokus pada sektor Ekonomi Pariwisata ini justru belum dinikmati oleh seluruh krama Bali. Dan menurut anggota DPR RI I Nyoman Dhamantra, masih terjadi kesenjangan pemerataan pembangunan dan pemerataan kesejahteraan.
Jakarta tanpa orang Betawi, pembangunan akan berjalan terus. Tapi jika Bali tanpa orang Bali selaku pelestari budaya, maka dipastikan tidak akan terjadi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, khususnya pada sektor ekonomi pariwisata yang ada di Bali. Maka suka tidak suka, mau tidak mau, keberpihakan terhadap local conten di Bali wajib hukumnya menjadi prioritas, dalam konsepsi pembangunan Bali kedepan. Hal-hal seperti itu yang nampaknya harus diukur terhadap calon-calon gubernur, agar rakyat memiliki pemimpin yang memang tahu persis apa yang menjadi persoalan dan menjadi tantangan Bali ke depan. Demikianlah setidaknya gambaran dari Anggota Fraksi PDI Perjuangan, DPR RI, I Nyoman Dhamantra, menyoal konsep pembangunan Bali mendatang jelang pemilihan Pilgub 2018.
Lalu bagaimana harapannya untuk calon pemimpin Bali kedepan? Menyangkut persoalan persyaratan jadi seorang Gubernur, Dhamantra yakin bila masyarakat menginginkan pemimpin yang memiliki kapasitas mumpuni, memadai dan kenegarawanan. Dan yang kemudian juga tak kalah penting, pemimpin tersebut setidaknya harus paham betul, apa sesungguhnya yang menjadi persoalan, ataupun tantangan Bali ke depan. “Yang paling mendasar adalah ketidakmerataan kesejahteraan dan pembangunan, yang pada akhirnya terjadi keterpinggiran masyarakat Bali, karena belum siap berkompetesi yang akhirnya mengarah ke persoalan kemiskinan. Dan salah satu buktinya adalah, program transmigrasi yang belum lama ini justru ditawarkan pemerintah ke masyarakat Bali,” jelas Dhamantra saat ditemui dikediamannya di Denpasar, belum lama ini.
Menyoal pesatnya pembangunan di Bali, namun disisi lain juga terjadi keterpinggiran masyarakat Asli Bali. Maka persoalan itulah yang harus segera diatasi oleh Gubernur kedepan, dimana sosok pemimpin yang baru harus memiliki format atau konsep pembangunan yang memang betul-betul tidak hanya meningkatkan pertumbuhan, tapi harus juga ada format penghapusan kesenjangan. “Saya berharap harus diketahui masalah kesenjangan kemakmuran dan kesejahteraan. Untuk mengatasi persoalan tersebut, maka ada 2 hal yang harus diperhatikan, yakni pendidikan dan teknologi berkualitas sejalan dengan daya saing atau kompetisi yang ada,” jelas politisi yang paling konsisten menolak reklamasi Teluk Benoa ini.
Kemudian berkaitan dengan sudut pandang local content, menyangkut local people, local produk dan local wisdom. Dalam kesempatannya, Dhamantra berharap harus betul-betul ditegakkan sesuai dengan konsepsi Tri Hita Karana. Pembangunan Bali dengan Konsep Tri Hita Karana, lanjutnya, kuncinya adalah bagaimana memberikan keberpihakan kepada content local yang ada. Hal-hal seperti itulah yang menurut Dhamantra harus menjadi komponen rujukan prioritas daripada konsepsi pembangunan di Provinsi Bali. “Sekali lagi konsepsi pendidikannya, konsepsi kesejahteraan dan lain sebagainya harus menjadi prioritas dalam konsepsi pembangunan di Bali, yang garis lurusnya punya keberpihakan terhadap local content,” sebutnya sembari kembali menegaskan, “Bali tanpa orang Bali selaku pelestari budaya, maka dipastikan tidak akan terjadi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, khususnya pada sektor ekonomi pariwisata yang ada di Bali. Maka suka tidak suka, mau tidak mau, keberpihakan terhadap local conten di Bali wajib hukumnya menjadi prioritas, dalam konsepsi pembangunan Bali kedepan,” tegasnya. gin/ari
Komentar