Bupati Buleleng; Tanah Aset Pemkab Harus Dibela
Sabtu, 06 Mei 2017
00:00 WITA
Buleleng
5391 Pengunjung
suaradewata.com
Buleleng, suaradewata.com - Sengketa hak pengelolaan terhadap Tanah Negara (TN) antara Pemkab Buleleng, PT Prapat Agung Permai dan kelompok masyarakat Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, tampaknya akan berjalan alot. Pasalnya, Bupati Buleleng yakni Putu Agus Suradnyana menyatakan tetap membela TN yang diklaim sebagai aset pemerintahan yang dipimpinya, Sabtu (6/5/2017).
Hal itu terungkap ketika Suradnyana dikonfirmasi melalui saluran telepon selulernya terkait permasalahan seputar sengketa yang kini telah bergulir di ranah hukum Pengadilan Negeri Singaraja.
"Itu bukan tanah Putu Agus Suradnyana tapi tanah milik Pemkab (Buleleng). Jadi memang harus di bela," ungkap Suradnyana yang berhasil dikonfirmasi www.suaradewata.com terkait konflik sengketa lahan kawasan Barat pemerintahan bumi Panji Sakti.
Namun hal yang mengejutkan muncul dari pernyataan Suradnyana saat dikonfirmasi terkait fakta dalam posita gugatan di Pengadilan Negeri Singaraja yang teregister dengan nomor 54/Pdt.G/2017/PN.Sgr. Pasalnya, surat yang mengatasnamakan dirinya dan ditulis Sekda Pemkab Buleleng, Dewa Ketut Puspaka, tidak diketahui isinya.
Baca : http://suaradewata.com/read/2017/04/27/201704270012/Sengketa-TN-Warga-Pejarakan-Menggugat.html
Posita gugatan yang dilayangkan oleh Pengacara warga yakni H Usman dan Nyoman Nika, menyebutkan bahwa Sekda Buleleng yakni Puspaka bersurat mengatasnamakan Bupati Buleleng pada tanggal 21 Januari 2015. Yang suratnya tersebut menjelaskan kepemilikan hak pengelolaan (HPL) Pemkab Buleleng melalui proses jual-beli.
"Kalau yang bikin surat bukan saya, mana saya tahu apa isinya," ujarnya singkat dibalik telepon.
Bahkan, ketika dipastikan terkait apakah surat tersebut melalui persetujuan atau sepengetahuannya, Suradnyana juga mengaku tidak pernah ditunjukan surat tersebut.
Selain menyatakan langsung, dalam pesan singkatnya yang dikirim sebelum pernyataan lisan melalui seluler pun ia menyebut tidak mengetahui permasalahan tuntutan warga terhadap gugatan itu.
Sementara di sisi lain, 16 orang warga yang menggugat mengaku tetap menuntut hak penguasaan TN yang pantainya berpasir putih itu agar dikembalikan kepada masyarakat selaku pemilik awal.
Hal tersebut terungkap dalam mediasi yang mengawali proses sidang perkara sengketa hak di PN Singaraja, Kamis (4/5/2017). Dalam mediasi yang dihadiri oleh 13 orang prinsipal yang didampingi Pengacara Usman, disampaikan bahwa keinginan masyarakat adalah tetap seperti yang tertuang dalam petitum gugatan.
Yang pada inti petitumnya meminta agar tanah tersebut dikembalikan kepada Para Penggugat dan segala bangunan diatas tanah yang menjadi hak masyarakat agar dirobohkan.
Acara mediasi yang kembali tidak dihadiri oleh pihak PT Prapat Agung Permai tersebut pun kembali menemukan jalan buntu terkait tidak hadirnya pemegang kebijakan di tubuh Pemkab Buleleng dalam awal proses sengketa hak di PN Singaraja terhadap TN di Dusun Batu Ampar, Desa Pejarakan tersebut.
"Masalah sudah kami serahkan kepada Pengacara. Tapi yang jelas, tuntutan kami tetap tanah itu harus dikembalikan (Kepada Para Penggugat). Kami tidak mau diganti tanah atau diganti uang. Ini bukan masalah materi tapi sejak tahun 1950an lahan itu dirabas para orang tua kami dari awalnya masih hutan belantara," ungkap Wayan Bakti.
Menurutnya, tanah negara itu pun akan dikembalikan sebagaimana kondisi awal yang dipergunakan sebagai lahan pertanian dan perkebunan. Bahkan, lanjutnya, ia secara pribadi pun memastikan tidak akan dipindah tangankan pengelolaannya.
Hal tersebut terkait dengan wasiat dari para pendahulunya yang membuka lahan tersebut saat diberikan hak pengelolaan oleh negara.
Dikonfirmasi masalah bukti dokumen hak yang diberikan oleh negara, Bakti mengaku pernah memiliki bentuk sertifikat sementara dari pemerintah pusat. Namun akibat ketidak fahaman pendahulunya yang tidak mengenyam bangku pendidikan, maka dokumen asli tersebut diberikan kepada oknum BPN Buleleng.
"Orang tua kami hanya petani yang tidak sekolah. Makanya tidak mengerti cara mengurus surat menyurat. Dulu ada orang BPN (Buleleng) yang menguruskan dan surat-surat diserahkan kepada dia (oknum BPN Buleleng). Sebab, yang para orang tua kami mengerti adalah serahkan uang jika sertifikat selesai di urus. Tapi sampai sekarang tidak selesai dan dokumen pun dibawa," kata Bakti memaparkan.
Penelusuran terhadap siapa oknum BPN yang mengurus dan mengambil dokumen warga pengelola TN di Desa Pejarakan pun merujuk ke salah satu nama tokoh asal Kecamatan Banjar yakni Ida Bagus Jodi. Hal tersebut terungkap dari sumber dilapangan yang enggan disebutkan identitasnya dalam pemberitaan.
"Dia (Ida Bagus Jodi) yang dulu janji mengurus sertifikat warga sampai selesai. Tapi setelah dokumen warga diambil, sampai sekarang pun sertifikatnya tidak selesai dan dokumennya entah lari kemana," kata Sumber terpercaya suaradewata.com yang juga merupakan salah satu ahli waris pemegang hak atas pengelolaan TN sengketa.
Sebagaimana diketahui, Ida Bagus Jodi merupakan mantan pegawai BPN yang belakangan diketahui sebagai konsultan Agraria yang berkantor di Jakarta. Ia pun bahkan sempat maju sebagai kandidat calon Bupati Buleleng dengan menggunakan kendaraan partai besutan Prabowo Subianto, Gerindra.
Kediamannya yang terletak di pinggir jalan utama Singaraja - Seririt tepatnya masuk kawasan Kecamatan Banjar bahkan sempat didatangi wartawan media ini. Namun rumah bergapura model Bali tersebut tampak kosong sehingga belum berhasil dikonfirmasi mengenai keberadaan dokumen tanah milik masyarakat.adi/dev
Komentar