PT Prapat Agung Permai 5 Kali Tak Penuhi Panggilan PN Singaraja
Rabu, 03 Mei 2017
00:00 WITA
Buleleng
4777 Pengunjung
istimewa
Buleleng, suaradewata.com - Sidang gugatan warga Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, telah memasuki babak baru di Pengadilan Negeri setempat sejak Januari 2017. Ironisnya, pihak PT Prapat Agung Permai pun belakangan diketahui telah 5 kali tidak pernah menghadiri panggilan sidang di PN Singaraja.
Hal tersebut diungkap salah satu Pengacara warga Desa Pejarakan yakni Nyoman Nika, ketika dikonfirmasi suaradewata.com, Rabu (3/5/2017). Yang dalam keterangannya kepada media ini mengaku tidak mengetahui alasan dari ketidak hadiran pihak PT Prapat Agung Permai.
"Dalam aturannya, waktu mediasi dalam perkara batas maksimal dilakukan selama 30 hari. Jika terus tidak datang, maka sidang tetap dilanjutkan walau tanpa dihadiri oleh salah satu pihak Tergugat II (PT Prapat Agung Permai)," ujar Nika kepada wartawan suaradewata.com.
Dikonfrimasi terkait kehadiran pihak Tergugat I yakni Pemkab Buleleng, Nika mengaku sudah sempat ada komunikasi dengan pihak kuasa dari Pemkab Buleleng. Menurut Nika, kemungkinan pihak Pemkab Buleleng akan hadir lewat kuasa hukumnya dalam sidang di PN Singaraja yang agendanya digelar Kamis (4/5/2017).
Menurut Nika, ketidak hadiran pihak PT Prapat Agung Permai disebut malah menguntungkan gugatan warga terhadap sikap perbuatan melawan hukum Tergugat I (Pemkab Buleleng). Karena selain mempercepat proses sidang, lanjutnya, juga tidak memerlukan waktu lama dalam agenda pembuktian.
Hasil investigasi suaradewata.com terhadap permasalahan pemberian hak dan pengelolan Tanah Negara di Desa Pejarakan, majelis Mahkamah Agung RI sempat memenangkan pihak Penggugat dalam sengketa dengan Kepala Kantor Pertanahan Singaraja (Sekarang BPN Buleleng) tahun 2012 silam di tingkat Pengadilan Tata Usaha Negara.
Dalam putusan kasasi Mahkamah Agung RI nomor 27/G/2012/PTUN.Dps tersebut, majelis hakim menyebut dalam amar putusannya bahwa BPN Buleleng telah melanggar ketentuan Pasal 3 Ayat (2) PP Nomor 10 Tahun 1961 junto Pasal 101 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No 9 tahun 1999 tentang cara pemberian hak atas tanah negara.
Yang dalam sengketa tersebut, BPN Buleleng telah mengeluarkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor 00007/ Desa Pejarakan atas nama Augustina Juwono tanggal 26 Juli 2007 seluas 61.050 Meter Persegi. Bahkan, atas ketidak cermatan pihak BPN Buleleng kala itu, selain dicabut produk hukumnya juga turut dihukum membayar biaya perkara sejumlah Rp1.,6 juta.
Dalam gugatan yang diajukan oleh Leody Haryman yang dikuasakan kepada Lembaga Bantuan Hukum Serikat Pers Republik Indonesia (LBH-SPRI), sidang perdana digelar di Pengadilan TUN Denpasar untuk membatalkan sertifikat HGB milik Augustinus Yuwono yang diterbitkan BPN Buleleng.
Terkait gugatan serupa yang diajukan tahun 2012 terhadap pembatalan sertifikat HGB, Pengacara warga Desa Pejarakan yakni H Usman sempat mengatakan bahwa gugatan kali ini diajukan atas sikap Pemkab Buleleng yang memberikan hak kepada PT Prapat Agung Permai dilahan seluas 16 Hektare yang diklaim Pemkab Buleleng sebagai pemegang Hak Pengelolaan hanya melalui foto copy sertifikat tahun 1976.
"Yang kita permasalahkan adalah hak-hak ini (HPL Pemkab dan HGB PT Prapat Agung) adalah tidak sah. Diatas hak-hak ini Pemda (Pemkab Buleleng) ada perjanjian dengan PT Prapat Agung atas sejumlah lahan Tanah Negara seluas 16 Hektare. Termasuk perjanjian antara Pemkab Buleleng dengan PT Prapat Agung Permai juga tidak sah. Ini Tanah Negara lho," ujar Usman.
Hal tersebut mengingat sepucuk surat yang dilayangkan pihak BPN Buleleng tertanggal 26 Januari 2006. Yang dalam redaksi suratnya, BPN Buleleng menyebut bahwa tanah negara seluas 45 Hektare di Dusun Batu Ampar, Desa Pejarakan, merupakan HPL Pemkab Buleleng.
Yang menyambung dengan gugatan PTUN untuk pembatalan produk BPN Buleleng terhadap sertifikat HGB 00007/Desa Pejarakan milik Augustina Yuwono dan berada dalam lokasi HPL milik Pemkab Buleleng.
"Itu juga aneh sebetulnya, kok ada HGB atas nama pihak ketiga. Aturannya harus atas nama Pemkab Buleleng jika betul lahan itu menjadi aset Pemkab Buleleng. Tapi kami tidak sejauh itu. Terlepas pihak-pihak manapun yang kini membangun diatas lahan itu, kami tidak mengetahui dapat izin darimana mereka," pungkas Usman.adi/aga
Komentar