PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Warnai Perayaan Nyepi, “Megoak-goakan” Ciri Pelestarian Budaya Lokal Panji

Rabu, 29 Maret 2017

00:00 WITA

Buleleng

5506 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

suaradewata.com

Buleleng, suaradewata.com – Masyarakat Desa Adat Panji, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, kembali menggelar tradisi pasca hari raya Nyepi yakni permainan “Megoak-goakan”. Kali ini, permainan pun memberikan warna berbeda dengan yang berlangsung tahun sebelumnya. Peran organisasi kepemudaan dibawah pemerintahan adat yakni Sekeha Truna-Truni (STT) mulai mengambil peran dalam pelestarian tradisi yang menjadi ciri khas asli Desa Panji.

Permainan “Megoak-goakan” yang senantiasa digelar setiap tahunnya di lapangan Ki Barak Panji Sakti, Banjar Dinas Dauh Pura, Desa Panji. Permainan tersebut bukan sekedar permainan biasa melainkan memiliki sejarah penting kejayaan Kerajaan Buleleng dimasa kepemimpinan Raja Anglurah Ki Barak Panji Sakti. Berdasarkan sejumlah sumber suaradewata.com menyebutkan bahwa sebelum melakukan penyerangan ke kerajaan Blambangan, Raja yang terkenal dengan sebutan Ki Barak Panji melaksanakan permainan itu terlebih dahulu bersama 40 orang pasukan khususnya yang dikenal dengan nama “Pasukan Goak”.

“Ada dua kelompok STT yang bergabung melaksanakan di lapangan Ki Barak Panji Sakti. Biasanya hanya kelompok-kelompok insidentil saja dan hanya satu STT yang meramaikan. Ini harus selalu dijaga dan menjadi sebuah awal yang baik bagi generasi muda di Desa Panji untuk peduli terus menjaga tradisi serta sejarah,” ujar Kelian Banjar Adat Dauh Pura, Ida Gusti Putu Sueca dikonfirmasi awak media, Rabu (29/3).

Sebelum melaksanakan permainan “Megoak-goakan” dilapangan, kelompok STT yang antara lain STT Panji Sakti dari kelompok Banjar Adat Dangin Pura dan STT Surya Panuluh-Bala Goak milik Banjar Adat Dauh Pura melakukan permainan di Pura Pejenengan Panji yang terletak di timur Pura Desa Panji. Ritual persembahyangan pun dilaksanakan terlebih dahulu sebelum melakukan permainan.

Setelah melaksanakan permainan di Pura Pejenengan, dua kelompok STT pun berjalan ke lapangan panji membentuk barisan dengan diiringi alat musik tradisional Bleganjur yang juga dimainkan oleh kelompok STT masing-masing  banjar.

“Dulu jaman saya muda, permainan dilakukan di Pura Pejenengan bertepatan dengan hari Nyepi. Karena itu memang tradisi aslinya. Pada waktu itu masih rumput hijau dan lapang. Setiap permainan pun selalu diiringi hujan yang turun sehingga basahnya alami,” papar Sueca yang juga selaku Pembina STT Surya Panuluh – Bala Goak Banjar Dinas Dauh Pura.

Dikonfirmasi terkait dengan permainan yang kini mulai ditiadakan bertepatan dengan Nyepi, Sueca mengaku untuk menghormati himbauan PHDI Provinsi Bali terkait pelaksanaan Catur Brata Penyepian. Sebab, lanjutnya, jika berkaca dari tradisi aslinya memang di Desa Panji dulunya tidak pernah melaksanakan Nyepi seperti di kawasan lain di Bali.

Namun, kata Sueca, tidak dilaksanakannya permainan “Megoak-goakan” pada saat Nyepi bukan berarti bentuk pengikisan atau pergeseran sebuah tradisi asli. Dikatakan, ada tujuan yang lebih besar yakni pelaksanaan ajaran Agama tentang Catur Brata Penyepian yang tentu lebih dijadikan prioritas di saat perayaan hari besar umat Hindu di Bali khususnya.

“Upaya pelestarian tradisi kan tidak harus tepat sekali di hari itu juga (Saat Nyepi). Yang terpenting, sejarahnya tidak hilang dan semangatnya pun terus tumbuh di hati masyarakat. Banyak yang terkandung dalam filosofi permainan itu (Megoak-goakan). Seperti kebersamaan, semangat membela kebenaran, bahkan semangat kepemimpinan pun juga ada dalam muatan permainan tersebut,” katanya.

Berdasarkan cerita para pendahulunya, ketika Raja Anglurah Ki Barak Panji Sakti bermain “megoak-goakan” pun sering terjadi peralihan kepemimpinan. Setiap pasukan berganti menjadi Goak (Burung Gagak) dan juga berganti menjadi Kacang (Bagian ekor) dalam permainan “Goak Kacang Dawa”. Hal yang sama pun juga berlaku untuk permainan “Goak Tambak” yang sedikit memiliki perbedaan dengan permainan Goak Kacang Dawa.

“Kalau Goak Kacang Dawa, orang yang ada di bagian barisan paling depan mencari orang yang berada di bagian ekor. Tapi kalau Goak Tambak, bagian depan yang berhadapan dengan barisan mencari bagian belakang dengan dihalangi oleh orang yang ada di barisan paling depan,” ulasnya menuturkan.

Sampai saat ini, Desa Adat Panji masih memiliki kelompok pementasan yang khusus membawakan tarian Goak. Menurut Sueca, kelompok khusus itu memang sudah terlatih dan beberapanya bahkan masih merupakan keturunan dari para pengiring Raja Ki Barak Panji Sakti ketika melakukan pertempuran di kerajaan Blambangan.

Bahkan, sejarah tentang semangat pertempuran Ki Barak Panji Sakti bersama pasukan goaknya ke Blambangan pun sering menjadi warna dalam pementaras fragmen tari yang mengiringi parade Ogoh-Ogoh malam sebelum hari Nyepi dilaksanakan.

“Yang muda wajib mengingat sejarah dan memahami makna yang ada dalam sejarah tersebut. Bukan sebatas bisa memainkan atau menarikan Goak. Tapi tentu ada yang lebih penting didalam cerita perjalanan Ida Panembahan Panji (Anglurah Ki Barak Panji) yang wajib diresapi. Sebab jaman sudah berubah dan inti ajaran Ki Barak Panji Sakti yang amat luhur mulai hilang perlahan. Ini tidak boleh terjadi dan harus terus dilestarikan serta dijata,” pungkasnya.

 

Penulis: I Gusti Putu Adi Kusuma Jaya


Komentar

Berita Terbaru

\