PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Pemerintah Dituding "Main Mata" dengan Angkutan Online

Rabu, 15 Maret 2017

00:00 WITA

Denpasar

3287 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

suaradewata.com

Denpasar, suaradewata.com - Perseteruan antara transportasi lokal dengan angkutan online, terus berlanjut. Bahkan tak terhitung sudah aliansi maupun paguyuban transportasi lokal turun ke jalan untuk menolak beroperasinya angkutan online di Bali. Namun upaya mereka, tetap saja tak membuahkan hasil.

Faktanya, angkutan berbasis aplikasi online seperti Grab, Uber, hingga Go Car, semakin tumbuh subur dan bahkan cukup banyak dinikmati masyarakat. Di sisi lain, pemerintah justru terkesan melakukan pembiaran, meskipun data menunjukkan bahwa pengoperasian angkutan berbasis aplikasi online ini belum memenuhi persyaratan sebagaimana diatur pemerintah.

Hal ini terungkap dalam aksi ribuan sopir yang tergabung dalam Aliansi Asosiasi dan Organisasi Transportasi Lokal Bali, di Gedung DPRD Provinsi Bali, Selasa (14/3). Dalam aksi tersebut, para sopir angkutan lokal ini diterima oleh anggota Komisi II DPRD Provinsi Bali AA Ngurah Adhi Ardhana, didampingi perwakilan Dinas Perhubungan Provinsi Bali.

Dalam dialog yang berlangsung di Wantilan Gedung DPRD Provinsi Bali, para sopir ini menyesalkan sikap pemerintah yang tak kunjung menutup aplikasi online. Para sopir ini juga kecewa, karena pemerintah sepertinya tak punya 'taring' untuk menghentikan pengoperasian transportasi online.

"Kalau belum ada izin, kenapa tidak ditutup? Apakah ini artinya tidak ada apa-apa di sini? Ada apa?" ujar salah seorang sopir angkutan, yang mengaku berasal dari Ubud. Ia menuding, masih beroperasinya angkutan online, kemungkinan lantaran adanya "main mata" dengan pemerintah.

Sopir lainnya yang mengaku berasal dari Denpasar, menegaskan, pihaknya sudah berdialog dengan sejumlah desa pakraman, untuk melarang angkutan online beroperasi di masing-masing desa pakraman. Ia pun berharap, pemerintah daerah semestinya bisa melakukan hal yang sama.

"Jadi kelihatan pemerintah tidak tegas. Ini yang bikin repot. Karena itu kami minta, tolong sebelum bambu runcing diangkat, pemerintah harus tegas. Kalau belum juga ditutup, kita akan terus ke jalan dan pada waktunya angkat bambu runcing," pintanya.

Sementara itu Ketua Aliansi Sopir Transport Bali (Alstar B) I Ketut Witra, mengatakan, ini sudah kesekian kalinya aliansi dan paguyuban angkutan lokal turun ke jalan. "Kami kembali menggelar aksi damai untuk kesekian kalinya, karena selama ini pemerintah pusat dan pemerintah daerah khususnya Dinas Perhubungan Bali, terkesan bersikap sangat lembek menerapkan aturan dan regulasi yang ada," kata Witra, yang sekaligus Koordinator Aksi bertajuk 'Turun Kabeh' tersebut.

Menurut dia, untuk aksi kali ini, tuntutan mereka masih sama dengan aksi-aksi terdahulu. "Tuntutan kami dari dulu tetap sama, yakni menolak aplikasi angkutan online baik GrabCar, Uber, dan GoCar beroperasi di Bali," tegasnya.

Witra menambahkan, penolakan terhadap angkutan online ini beralasan, karena angkutan online yang ada belum memenuhi berbagai ketentuan dalam Peraturan Menteri Nomor 32 Tahun 2016. "Mereka sudah melanggar aturan, jadi pemerintah harus tegas," tandas Witra, yang didampingi Sekretaris Alstar B, Nyoman Kantun Murjana.

Hal senada dilontarkan Ketua Koperasi Serba Usaha (KSU) Asosiasi Sopir Pariwisata Bali (ASPABA) Mangku Wayan Kanta. Ia menegaskan, sejak awal pihaknya bersama asosiasi angkutan lokal Bali lainnya, menolak angkutan online, baik Grab maupun Uber.

Ia bahkan mengkritisi pemasangan baliho angkutan online, yang dinilai tidak pantas dilakukan di tengah perusahaan aplikasinya sama sekali belum berizin. Apalagi, angkutan online tersebut terkesan tidak berniat serius mengurus izin di Bali. "Kita sayangkan, sikap pemerintah yang belum memblokir aplikasi Grab dan Uber di Bali. Kita jadi bertanya, ada apa dengan ini?" kritik Mangku Kanta.

Setelah mendengar aspirasi para sopir ini, anggota Komisi II DPRD Provinsi Bali AA Adhi Ardhana, berjanji akan meneruskan aspirasi para sopir ini ke pusat. "Prinsipnya, dewan atas nama lembaga sudah bersikap. Kami akan rekomendasikan, kalau memang tidak berizin tidak boleh beroperasi," pungkasnya. san/ari


Komentar

Berita Terbaru

\