Kucuran DAU Pendidikan Minim, Bali Rasionalisasi Anggaran
Selasa, 14 Maret 2017
00:00 WITA
Denpasar
3416 Pengunjung
suaradewata.com
Denpasar, suaradewata.com - Terhitung sejak Januari 2017, pengelolaan SMA/SMK dialihkan dari pemerintah kabupaten/ kota ke pemerintah provinsi. Pengalihan kewenangan sebagaimana diamanatkan UU Pemerintahan Daerah itu, diikuti dengan kucuran Dana Alokasi Umum (DAU) dari pusat ke provinsi untuk melaksanakan kewenangannya dimaksud.
Sayangnya, kucuran DAU ini justru masih minim. Setidaknya, hal ini yang dialami oleh Bali. Daerah ini sudah mulai menjalankan kewenangannya mengurus SMA/SMK, namun harus menghadapi kenyataan terkait jumlah DAU yang dikucurkan pemerintah pusat yang tidak sesuai kebutuhan.
Guna mengatasi hal ini, Pimpinan DPRD Provinsi Bali bersama eksekutif menggelar rapat bersama di Gedung Dewan, Senin (13/3). Dalam rapat yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Provinsi Bali Nyoman Sugawa Korry ini, baik ekesekutif maupun legislatif, sama-sama sepakat untuk memperjuangkan tambahan DAU ini ke pusat.
Selain itu juga disepakati untuk melakukan rasionalisasi anggaran, untuk menutupi kekurangan DAU yang diterima dalam tahun anggaran 2017 ini. Rasionalisasi anggaran diserahkan kepada organisasi perangkat daerah, sebelum dibahas kembali bersama legislatif.
"Intinya kita evaluasi anggaran. Salah satunya terkait kewenangan mengurus SMA/SMK, yang justru tak diimbangi dengan DAU yang kita terima. Jadi kita sepakat berjuang bersama-sama dengan eksekutif, termasuk juga melakukan rasionalisasi anggaran," tutur Sugawa Korry, usai rapat yang berlangsung tertutup itu.
Hal tak jauh berbeda juga dilontarkan Ketua Fraksi PDIP DPRD Provinsi Bali, Kadek Diana, yang dikonfirmasi secara terpisah. Ia membenarkan bahwa salah satu pembahasan penting dalam rapat kali ini adalah terkait peralihan kewenangan pengelolaan SMA/SMK dari kabupaten/ kota ke provinsi, namun justru tidak diimbangi dengan pemberian DAU yang sesuai dari pusat.
"Intinya, ada kekurangan DAU pendidikan. Tetapi yang namanya kewenangan yang diberikan (pusat), (daerah) harus jalankan. Tidak boleh kita bilang, karena DAU kurang maka kewenangan itu tidak bisa kita jalankan. Langkah yang kita tempuh adalah, mengambil anggaran dari APBD," jelas Kadek Diana.
Hanya saja, demikian politisi asal Gianyar itu, persoalan yang dihadapi saat ini adalah APBD Provinsi Bali 2017 sudah ditetapkan. "Karena itu, kita harus lakukan rasionalisasi anggaran. Rasionalisasi itu bisa dengan pengurangan volume kegiatan sehingga mengurangi pembiayaan, atau dengan pemangkasan program," urainya.
Untuk rasionalisasi ini, rapat tersebut memutuskan untuk menyerahkan kepada pihak eksekutif yang melakukannya. Itu dilakukan, karena organisasi perangkat daerah yang lebih tahu program-program yang sifatnya prioritas dan bisa disesuaikan.
"Itu bukan berarti kita di dewan tak punya kemampuan untuk rasionalisasi. Tetapi, mereka di eksekutif yang tahu persis pos-pos anggaran yang bisa disesuaikan. Begitu pula dengan program yang bisa dipangkas," tandas anggota Komisi III DPRD Provinsi Bali itu.
Terkait hibah yang sering 'diganggu' tiap adanya rasionalisasi anggaran, Kadek Diana mengaku, dalam rapat tersebut sempat muncul usulan untuk memangkas anggaran hibah. Hanya saja, usulan tersebut tidak direspon oleh Pimpinan DPRD Provinsi Bali. Bagi dewan, tidak ada alasan untuk merasionalisasi hibah.
"Hibah tidak boleh dipangkas. Hibah bukan barang haram. Hibah itu paling dibutuhkan masyarakat. Kenapa? Karena masyarakat terima bersih dana hibah tanpa potongan. Selain itu, hibah juga ditujukan untuk program-program yang bermanfaat langsung bagi masyarakat," pungkas Kadek Diana. san/ari
Komentar