Dewan Pers Prihatin Kebanyakan Wartawan Ketergantungan Media Sosial
Jumat, 24 Februari 2017
00:00 WITA
Nasional
3057 Pengunjung
istimewa
Jakarta, suaradewata.com - Dewan Pers mendukung gerakan masyarakat yang mengkampanyekan "anti hoax" sebagai upaya mengembalikan kepercayaan masyarakat pada dunia pers profesional.
Dewan Pers sendiri telah menjalankan tugasnya yang terkait pemberantasan hoax, melalui filterisasi dan verifikasi media pemberitaan. Demikian disampaikan Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, dalam Diskusi Media Sosial Media Civic Education/SMCE bertema "Optimalisasi Peran Pers Melalui Literasi Media dalam Menangkal Propaganda Radikalisme, Separatisme, dan Komunisme", di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, Kamis (23/2).
Turut hadil dalam diskusi itu adalah Staf Ahli Menteri Bidang Komunikasi dan Media Massa Kemenkominfo, Gun Gun Siswandi
Stanley, sapaan Yosep Adi Prasetyo, menyatakan bahwa media sosial yang sebelumnya berfungsi sebagai sarana komunikasi dan silaturahmi penggunanya, kini berubah fungsi menjadi penyebar hoax.
"Kini, media sosial berubah fungsi menjadi ajang orang bertikai, berita hoax marak. Sejumlah orang membuat akun-akun palsu. Bahkan, 85 persen wartawan saat ini memilih jalan paling mudah untuk menulis, menukar ide berita sekaligus memverifikasi sebuah fakta, hanya dengan mengandalkan sumber media sosial," ujarnya.
Karena itu, Dewan Pers saat ini sedang menjalankan filter dan verifikasi media pemberitaan untuk memastikan mana saja media massa yang profesional dan yang abal-abal. Dalam verifikasi itu, Dewan Pers memberikan label QR Code untuk media yang lolos verifikasi.
Gun Gun Siswandi pun mengatakan, perlawanan terhadap hoax telah menjadi isu global. Penyelesaiannya tak harus digagas oleh pemerintah, tetapi bisa juga mengadopsi cara penyelesaian di luar pemerintah.
"Komunikasi pun dilakukan pemerintah, lewat Kominfo, dengan berbagai pihak dari luar, seperti Facebook dan Google. Kerja sama dilakukan untuk menyaring konten dan beragam informasi," katanya.
Terkait regulasi peredaran informasi agar tidak "liar", Gun Gun mengatakan dapat dilakukan sesuai koridor UU 40/1999 tentang Pers. Sanksi bagi penyebar informasi hoax tercantum dalam UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
"Tapi, kini pemerintah fokus pada 'hulu', bukan hanya pembatasan atau pemblokiran, melainkan lebih kepada literasi masyarakat. Makanya kami mendorong, mempromosikan semua lapisan masyarakat, memiliki etika bagaimana memanfaatkan media sosial," imbuhnya.
Dilansir dari rmol.co
Komentar