Semrawutkah Persiapan Pilkada 2017?
Jumat, 06 Januari 2017
00:00 WITA
Nasional
3690 Pengunjung
istimewa
Opini, suaradewata.com - Jika tidak ada aral melintang, Pilkada serentak 2017 akan diselenggarakan pada 15 Februari 2017 di 7 provinsi yang akan menyelenggarakan Pilgub yaitu Aceh, Papua Barat, Papua, Sulawesi Barat, Banten, DKI Jakarta dan Babel, 76 kabupaten yang akan menyelenggarakan Pilkada bupati dan 18 kota yang akan menyelenggarakan Pilkada walikota.
Sejauh ini, masih terdapat banyak permasalahan dalam persiapan Pilkada 2017 yang sudah kita niatkan untuk menjadi Pilkada yang berintegritas dan demokratis. Sejumlah permasalahan tersebut, antara lain ketidakvalidan DPS sampai DPT yang terjadi di beberapa daerah, pelanggaran kampanye Pilkada baik yang bersifat administratif maupun pidana, sengketa Pilkada yang masih berkelanjutan, bahkan berekses pada beberapa Pilkada yang hanya diikuti pasangan calon tunggal seperti Kabupaten Buton di Sulawesi Tenggara, ketidaknetralan aparatur sipil negara atau PNS yang terjadi di beberapa daerah seperti Kabupaten Bangka (Bangka Belitung), Kota Kendari (Sulawesi Tenggara), Kabupaten Buol (Sulawesi Tengah), Cilacap dan Banjarnegara (Jawa Tengah), Gorontalo, Banten, Siantar (Sumatera Utara), Mamuju (Sulawesi Barat) dan lain-lain, termasuk di Nagan Raya (Aceh) yang diduga semakin masif terjadi, sampai kepada permasalahan gangguan keamanan seperti adanya ancaman dan intimidasi seperti misalnya yang terjadi di Pidie (Aceh), Kecamatan Kambu, Kendari (Sultra) dan sebagainya.
Permasalahan DPS sampai dengan DPT misalnya yang terjadi di beberapa daerah juga disebabkan karena beberapa faktor antara lain belum selesainya perekaman e-KTP terutama di kalangan pemilih pemula; banyaknya pemilih ganda; ketidakakuratan data penduduk di Disdukcapil dan sejumlah faktor lainnya seperti keengganan masyarakat untuk melaporkan ke lembaga penyelenggara Pilkada jika namanya belum ada di DPT. Oleh karena itu, penulis sangat setuju dengan kalangan netizen di media sosial yang menyarankan agar Dirjen Dukcapil Kemendagri mengutamakan proses perekaman e-KTP di daerah-daerah yang akan menyelenggarakan Pilkada 2017.
Bagaimanapun juga, dampak dari adanya DPT ganda berpotensi disalahgunakan untuk memenangkan salah satu pasangan calon, sehingga rawan menimbulkan sengketa Pilkada pasca pelaksanaannya. Oleh karena itu, Bawaslu dan KPU perlu membuat regulasi untuk memperbaiki DPT serta meningkatkan pengawasan terhadap hasil penetapan DPT.
Pilkada dan Kekerasan
Badan Pengawas Pemilu yang menyusun Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) menemukan tiga provinsi masuk ke dalam daerah rawan. Pelanggaran berpotensi terjadi di Aceh, Banten, dan Papua Barat. Kerawanan tinggi di tiga provinsi itu muncul atas pertimbangan tiga unsur yang disusun Bawaslu pada IKP. Tiga unsur itu adalah penyelenggara Pemilu, kontestasi peserta dan partisipasi pemilih.
Berdasarkan kajian Perludem, ada tujuh tahapan yang diketahui paling sering membuat kekerasan pecah yakni tahapan pembentukan daerah pemilihan, pendaftaran calon, masa kampanye, masa tenang-masa pemungutan suara, pemungutan suara, penetapan hasil, hingga penetapan pasangan calon terpilih usai putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Sementara ada dua tahapan yang paling sering membuat gesekan antarmassa, pertama tahapan itu adalah masa kampanye. Pada masa kampanye, konflik sering pecah karena dipicu oleh faktor ketersinggungan antarmassa pendukung calon.
Setiap perhelatan Pilkada, selalu diiringi dengan terjadinya kekerasan. Sebagai contoh, Pilkada Gubernur Aceh pada tahun 2012 misalnya menurut catatan Forum LSM dan The Aceh Institute mencatat 77 kasus kekerasan telah terjadi. Wilayah yang paling rawan terjadinya aksi kekerasan adalah Kota Lhokseumawe dengan 16 kasus, Aceh Utara sebanyak 14 kasus, Pidie 12 kasus, dan Aceh Timur 11 kasus, menurut temuan tersebut. Sedangkan, bentuk kekerasan yang terjadi, antara lain intimidasi, ancaman psikologis sebanyak 21 kasus, ancaman dengan kata-kata 14 kasus, tindakan kekerasan melukai orang lain 12 kasus serta perusakan fasilitas dan alat kampanye 35 kasus.
Oleh karena itu, penulis juga memprediksikan bahwa Pilkada Gubernur 2017 di Aceh juga akan sarat dengan kekerasan, apalagi dari pasangan calon yang maju juga terdapat beberapa petinggi mantan GAM atau KPA, yang dinilai oleh sebagian pengamat sebagai refleksi “konflik internal” Partai Aceh itu sendiri.
Kepala Kepolisian Daerah Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw menyebutkan ada tiga kabupaten di wilayah pedalaman Papua yang cukup rawan situasi dan kondisinya dalam penyelenggaraan pilkada serentak pada 15 Februari 2017.“Ada tiga kabupaten yang cukup rawan yaitu Tolikara, Puncak Jaya, dan Lanny Jaya,” kata Paulus Waterpauw di Timika, Senin (7/11). Menurut dia, ketiga kabupaten itu dinilai rawan lantaran kondisi geografis dan topografis wilayahnya yang sulit dan ditambah dengan kondisi cuaca yang ekstrem. Belum lagi di beberapa daerah itu hingga kini masih bercokol kelompok bersenjata yang sering mengganggu situasi kamtibmas setempat. Paulus menyambut baik keputusan KPU setempat yang akhirnya meloloskan pasangan John Tabo-Barnabas Weya mengikuti Pilkada Kabupaten Tolikara dan pasangan Stevanus Kaisma-Mustafa Salam (incumben) mengikuti Pilkada Kabupaten Mappi. Hal itu dinilai sangat penting guna menjamin penyelenggaraan pesta demokrasi langsung di dua kabupaten itu bisa berlangsung semarak lantaran dapat diikuti calon-calon terbaik sekaligus dapat meminimalisasi potensi kerawanan. Penyelenggaraan Pilkada serentak di Provinsi Papua pada 15 Februari 2017 akan diikuti oleh 11 kabupaten/kota yaitu Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Puncak Jaya, Nduga, Tolikara, Lanny Jaya, Intan Jaya, Sarmi, Mappi, Dogiyai dan Kepulauan Yapen (http://thetanjungpuratimes.com/2016/11/08/63462/)
Netizen di berbagai sosial media juga telah menyarankan agar ada penambahan kekuatan TNI dan Polri di Aceh dan Papua terutama di daerah-daerah rawan dalam Pilkada 2017 untuk memastikan Pilkada Aceh dan Papua berjalan dengan aman dan lancar. Penulis berharap pemerintah pusat merespons suara kalangan netizen tersebut.
Agar Pilkada 2017 jauh dari kekerasan dan konflik, maka masyarakat atau pemilih sebenarnya sangat mengharapkan kedewasaan sikap, emosi, tingkah laku dan motivasi elite politik agar dapat menggerakkan dan mengajak massanya ke arah pencapaian tujuan yang konstruktif bukan destruktif. Selain itu, semua stakeholders Pilkada 2017 seperti KPU, Bawaslu, Kemendagri termasuk aparat keamanan dan Timses maupun Paslon Pilkada 2017 bahu membahu meningkatkan koordinasi, komunikasi dan sinergi satu sama lain agar persiapan Pilkada 2017 yang terkesan masih semrawut dapat teratasi.
*) Penulis adalah pemerhati masalah dinamika daerah
Komentar