Bayi Penderita Hidrocepallus "Terlantar" di Sanglah
Jumat, 23 Desember 2016
00:00 WITA
Karangasem
4124 Pengunjung
istimewa
Denpasar, suaradewata.com - Bagi masyarakat miskin mengakses kesehatan dengan mudah adalah hal yang mustahil. Hal tersebut dirasakan betul oleh Pasutri Wayan Naya dan Ni Ketut Novianti. Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sang buah hati, I Kadek Yoga Pranata (5 bulan), bocah penderita hidrocepallus asal Banjar Dinas Abang Kaler, Desa Abang, Karangasem itu terlantar lantaran belum bisa melakukan operasi di RS Sanglah, Denpasar, Kamis (22/12).
"Kata petugas di di Sanglah kamar sudah penuh. Nanti, katanya akan dihubungi dari pihak rumah sakit jika kamar sudah tersedia,"kata Naya usai datang dari RS Sanglah, kemarin. Ditemani sang istri, Naya bertandang ke RS Sanglah untuk melakukan operasi sang anak pagi pukul 08.30. Ia berharap, derita yang dialami sang anak bisa tertangani segera dengan tindakan medis. Hingga pukul 13.30, tak ada kabar baik yang didapat oleh Naya dari Rumah Sakit selain kamar penuh.
"Katanya sudah penuh. Ya, kami balik ke kos saja,"ucap buruh proyek yang tinggal di Batubulan, Gianyar tersebut. Naya mengaku sudah angkat tangan terhadap keberadaan putra keduanya tersebut. Pria lulusan SMP ini awalnya diminta uang Rp 10 juta oleh pihak RS Sanglah sebelumnya. "Saya tidak mampu."
Lelaki berbadan kurus itu menuturkan bahwa anaknya mulai sakit saat berumur 20 hari. Saat itu, Yoga tiba-tiba tertimpa sanggaran (tempat sembahyang dari kayu yang berada di dalam kamar). Sanggaran menimpa kepalanya hingga sempat pingsan selama 15 menit yang kemudian dilarikan ke Puskesmas Abang. Namun hasil pemeriksaan dari puskesmas menunjukkan tidak terjadi apa-apa hanya luka gores pada dahi dan pelipis mata.
Namun petaka mulai terjadi 20 hari setelah itu kepala Yoga terus membesar. Bahkan Yoga kejang secara tiba-tiba sehingga diperiksakan ke Bidan dan dirujuk ke UGD Karangasem. Dari diagnosa dikatakan bahwa Yoga mengalami pendarahan di otak sehingga dirujuk ke RSUP Sanglah. “Di sanglah anak saya dirawat 29 hari, dan 8 hari pertama terus tidak sadarkan diri,” terangnya. Saat di RSUP Sanglah itulah diriya disarankan operasi namun menolak karena tidak punya biaya. Sebab menurut dokter alat-alat operasi dan obat-obatan yang tidak ditanggung oleh JKBM mencapai Rp 10 juta rupiah. “Akhirnya saya disuruh pulang oleh dokter, pas pulang juga dikenakan biaya Rp1,3 juta katanya ada obat yang tak ditanggung JKBM,” jelasnya.
Sementara karena kesehatan putranya kini semakin buruk, dari konsultasi dengan dokter yang sempat menangani di RSUP Sanglah diminta untuk segera operasi. Disarankan agar Kamis (22/12) kemarin melakukan operasi oleh Dokter, namun nyatanya saat ke Sanglah kamar dikatakan sudah penuh.
Secara terpisah Ketua Dewan Pimpinan Kabupaten (DPK) Perhimpunan Pemuda Hindu (Peradah) Indonesia Karangasem I Wayan Budiasa yang menggelar aksi donasi ke jalan bersama dengan organisasi lainnya di Karangasem, kemarin mengaku kecewa dengan pihak rumah sakit Sanglah. Ia menilai gembar-gembor kesehatan gratis ala Pemerintah pada realitanya masih setengah hati. Apalagi, pasien dari latarbelakang kurang mampu rentan di pingpong dengan berbagai alasan adminitrasi dan teknis di RS
"Kasihan. Bahasanya (RS Sanglah) terus akan dijadwalkan (untuk operasi, red). Mentang-mentang orang tua bayi tak punya uang. Coba yang datang berduit, pasti sudah bisa diatur,"tegasnya. Ia mendesak kepada Pemprov Bali maupun Pemkab Karangasem untuk segera menyikapi hal itu. Jangan sampai sang bayi tidak tertolong karena alasan klasik rumah sakit. rls/ari
Komentar