Opini, suaradewata.com - Hari ini, Indonesia sedang disibukkan oleh kasus penistaan Agama yang dilakukan oleh Gubernur petahana, Basuki Tjahja Purnama, Alias Ahok. Kasus tersebut menyita perhatian masyarakat dan memanas menjelang Pemilukada DKI. Salah satu kelompok, intens menyuarakan agar Ahok diproses secara hukum yang berujung pada penetapan tersangka. Dinamika kasus Ahok pun, menjadi headline di beberapa Media massa. Begitu juga dengan Sosial media, seolah tidak mau ketinggalan menjadikan kasus tersebut sebagai bahan pergunjingan dengan para nitizen.
Beberapa informasi di media massa dinilai mengandung muatan provokasi. Berita yang disajikan terkadang tidak sesuai dengan judul, bahkan fakta di lapangan dieksploitasi untuk kepentingan rating dan bisnis semata. Begitu juga dengan postingan meme/pesan gambar menjamur, menyulut perdebatan dan saling caci di jagat dunia maya. Kejadian di media sosial menjadi contoh buruk bagi kedewasaan nitizen Indonesia. Fenomena tersebut menggambarkan sebagian nitizen belum menjadi smart user dengan teknologi media komunikasi yang semakin cerdas.
Media massa sebagai salah satu agen perubahan sejatinya memiliki nilai-nilai luhur jika dimanfaatkan dengan positif, diantaranya sebagai institusi edukasi. Media massa menjadi wadah yang setiap saat mendidik masyarakat supaya cerdas, terbuka pikirannya, dan menjadi masyarakat yang maju. Kemudian, media massa sebagai sumber informasi, yaitu media yang setiap saat menyampaikan informasi kepada masyarakat. Dengan informasi yang terbuka dan jujur dan benar disampaikan media massa kepada masyarakat, maka masyarakat akan menjadi masyarakat yang kaya dengan informasi, masyarakat yang terbuka dengan informasi, sebaiknya pula masyarakat akan menjadi masyarakat informatif, masyarakat yang dapat menyampaikan informasi dengan jujur kepada media massa. Namun jika suatu informasi berdampak negatif pada kepentingan suatu bangsa seharusnya tidak perlu di publish. Terakhir, media massa sebagai hiburan. Sebagai agent of change, media massa juga menjadi institusi budaya, yaitu institusi yang setiap saat menjadi corong kebudayaan, katalisator perkembangan budaya. Sebagai agent of change yang dimaksud adalah juga mendorong agar perkembangan budaya itubermanfaat bagi manusia bermoral dan masyarakat sakinah, dengan demikian media massa juga berperan untuk mencegah berkembangnya budaya-budaya yang justru merusak peradaban manusia dan masyarakatnya.
Sudah seharusnya ke-tiga fungsi tersebut menjadi darah dan nadi bagi pekerja media (Jurnalis dan Pemilik media). Setiap berita yang menjadi konsumsi masyarakat harus mengandung ketiga unsur diatas, sehingga pembaca mendapatkan pembelajaran, informasi dan hiburan. Sementara itu, media sosial juga memiliki nilai yang jauh lebih positif jika para pengguna dapat memahaminya. Yakni, sebagai media sosialisai lintas batas, sehingga dimanapun berada tetap bisa menjalin komunikasi dengan lingkungan sosial yang ada. Media sosial juga dapat dijadikan sebagai sumber hiburan dan edukasi. Disini lah kedewasaan pengguna media sosial tergambar, dengan memperhatikan nilai-nilai postingan dan komentar yang disampaikan.
Pekerja dan pengguna media massa dan media sosial sudah selayaknya berbenah untuk menghindari berita dan psotingan-postingan provokatif yang mengarah pada perpecahan bangsa.
Komentar