Opini, suaradewata - Isu dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahya Purnama atau yang dikenal dengan “Ahok” kembali memanas. Gelombang penolakan Ahok dari berbagai penjuru negeri kembali bersorak tatkala beberapa organisasi keagamaan Islam menilai bahwa pemerintah bersikap lamban dalam memproses dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok pada saat kunjungan kerjanya beberapa waktu silam (6/10) di Kepulauan Seribu, Jakarta.
Merasa tidak puas, beberapa kelompok organisasi massa dan keagamaan kembali “me-warning” pemerintah dengan melakukan aksi demo lanjutan yang bertemakan “Aksi Bela Islam Jilid II” yang akan dilaksanakan pada 4 November 2016, setelah ibadah sholat Jumat dan digelar mulai dari Masjid Istiqlal hingga dilanjutkan di depan Istana Presiden.
Aksi demo yang semula terkait dugaan penistaan agama oleh Ahok, kini disinyalir telah ditunggangi oleh kelompok kepentingan politik hingga dugaan keterlibatan kelompok Islam radikal.
Bukan Soal Politik Pilgub DKI
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj kepada wartawan mengatakan, “Sekarang keadaan dan isu semakin liar dan tidak terkontrol, bukan lagi soal politik Pilgub DKI, tapi lebih besar dan rumit lagi, radikalisme agama menemukan momentumnya”.
Kiai yang akrab dengan sapaan Kiai Said ini mengingatkan warga Nahdliyin dan umat Islam agar tidak terprovokasi dan terpengaruh oleh isu-isu serta pemberitaan kaum Radikal. Dirinya menekankan bahwa kini Ahok bukanlah target utama, melainkan Ahok hanya digunakan sebagai alasan untuk menghancurkan Islam moderat dan menebar sebuah kebencian guna meluluhlantahkan NKRI layaknya negara-negara Timur Tengah.
Menjatuhkan Presiden Jokowi
Maraknya aksi unjuk rasa akhir-akhir ini, dinilai oleh Tim Pendamping Hukum DPP PPP Pimpinan Djan Faridz, Muara Karta sebagai aksi untuk menumbangkan Ahok sebelum berlaga dalam Pilgub DKI Jakarta 2017. Dugaan tersebut pun muncul setelah Karta menerima laporan bahwa adanya aktor dibalik layar yang mendanai kelompok organisasi massa sebesar Rp. 10 miliar guna memobilisasi hingga menciptakan kerusuhan. Bahkan lebih parahnya lagi, Karta menilai bahwa aksi demonstrasi lanjutan pada 4 November nanti adalah dalih kelompok kepentingan politik yang menginginkan jatuhnya Presiden Jokowi dalam waktu dekat.
Indonesia Waspada Krisis 1998
Sama halnya pernyataan yang dilontarkan oleh Ketua Umum DPP Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra. Gelombang penolakan Ahok dari berbagai penjuru negeri dikhawatirkan akan berujung seperti peristiwa krisis 1998. Yusril menyebutkan bahwa situasi Indonesia saat ini sedang berada pada fase yang sangat serius, lantaran adanya kemiripan antara situasi saat ini dengan masa menjelang runtuhnya rezim Orde Baru tahun 1998 silam. Oleh karenanya, Ahli Hukum Tata Negara ini menghimbau pemerintah agar menyikapi situasi ini dengan ekstra hati-hati. Pemerintah diharapkan memiliki respon yang tepat atas isu sensitif dan reaksi yang timbul dikalangan masyarakat.
Munculnya kelompok kepentingan dalam carut marut isu dugaan penistaan agama oleh Ahok yang disertai dengan muatan pemberitaan negatif, harus ditanggapi secara dewasa oleh masyarakat Indonesia. Terlebih dugaan isu penistaan agama oleh Ahok kini telah digandrungi oleh sekelompok gerakan Islam radikal. Hal ini kian bahaya tatkala kelompok-kelompok tersebut menebar rasa kebencian yang cenderung tertuju pada isu SARA. Oleh karenanya, strategi untuk memilah dan memilih informasi, memiliki sikap awas, serta menyerahkan permasalahan ini pada proses hukum yang berlaku, dirasa sebagai solusi tepat agar kita masyarakat Indonesia tidak terprovokasi dan ikut pada gerakan-gerakan yang menyimpang.
Komentar