Cegah Kegaduhan, MMDP Tabanan Akan Gelar Sosialisasi
Jumat, 28 Oktober 2016
00:00 WITA
Denpasar
3826 Pengunjung
suaradewata
Denpasar, suaradewata.com - Kehadiran UU Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) telah menimbulkan kegaduhan, dan bahkan keresahan di kalangan Bendesa Adat, Badan Kerja Sama dan Lembaga Pemberdayaan (BKS dan LP) Lembaga Perkreditan Desa (LPD). Kegaduhan terutama lantaran adanya penafsiran yang berbeda terhadap Pasal 39 Ayat 3 UU LKM.
Menghindari kegaduhan dan keresahan tersebut meluas, Majelis Madya Desa Pakraman (MMDP) Kabupaten Tabanan sepakat untuk mengumpulkan seluruh Bendesa Adat bersama LPD di Kabupaten Tabanan dalam waktu dekat. Pada kesempatan tersebut, akan disosialisasikan hasil Semiloka "Kedudukan LPD Pasca Berlakunya UU LKM" yang diselenggarakan Forum Peduli Ekonomi Adat Bali (FPEAB) pada Agustus lalu.
"Jadi perlu ada kesamaan persepsi di bawah, khusus di Tabanan. Jangan sampai kegaduhan atau keresahan seperti di beberapa tempat, juga terjadi di Tabanan," kata Sekretaris MMDP Kabupaten Tabanan, I Made Sumantha, di Denpasar, Kamis (27/10).
Sumantha mengatakan hal tersebut usai bertemu dengan Pembina FPEAB Njoman Gde Suweta bersama jajaran. Sumantha yang didampingi Ketua Majelis Alit Desa Pakraman (MADP) Kecamatan Selemadeg Timur I Gede Budhiyadnya, pada pertemuan tersebut meminta FPEAB untuk jadi narasumber dalam sosialisasi yang akan digelar MMDP Kabupaten Tabanan.
Ia mengaku, sejauh ini di Tabanan belum ada riak-riak kegaduhan, baik di Desa Pakraman maupun LPD. "Karena itu sebelum ada riak-riak itu, kami ingin hasil Semiloka yang digelar FPEAB dapat disosialisasikan ke seluruh Bendesa Adat dan LPD di Kabupaten Tabanan," ujar Sumantha.
Hal tak jauh berbeda dilontarkan Ketua MADP Kecamatan Selemadeg Timur I Gede Budhiyadnya. "Agar keresahan tidak terjadi di Tabanan, kami sepakat buat sosialisasi. Intinya, siapa LPD, siapa Bendesa Adat. Ini penting, supaya tidak ada kegaduhan di Tabanan," ucapnya.
Menurut dia, hal paling penting dalam sosilisasi nanti, semua pihak harus paham bahwa LPD merupakan milik Desa Pakraman. Dengan demikian, LPD tidak boleh menjaga jarak dengan pemiliknya dalam hal ini Desa Pakraman, yang direpresentasikan oleh Bendesa Pakraman.
"Selama ini memang ada kesan, ada jarak antara LPD dan Bendesa Pakraman. Padahal LPD itu milik Desa Pakraman," tandas Budhiyadnya.
Sementara Pembina FPEAB Njoman Gde Suweta, mengatakan, perlu ada kesamaan persepsi terkait posisi LPD dengan Desa Pakraman. Apalagi selama ini, tidak semua memahami bahwa LPD itu miliki Desa Pakraman. Akibatnya, dalam beberapa kasus, ada jarak antara LPD dengan Desa Pakraman.
"Sekarang baru rata-rata ngeh. Baru sadar bahwa pemilik LPD itu Desa Pakraman. Selama ini seolah-olah LPD itu punya atasan yang namanya LP LPD. Padahal, LP LPD hanya lembaga yang berfungsi untuk membina, memberdayakan LPD," pungkas Suweta. san/ari
Komentar