PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Cegah Politisasi Kasus Munir

Kamis, 27 Oktober 2016

00:00 WITA

Nasional

4156 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

ilustrasi

Opini, suaradewata.com - Era demokrasi menjadikan suagtu pemerintahan harus memberikan hak yang luas kepada semua warga negaranya dalam pengambilan keputusan yang dapat mempengaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satunya dalam hal penegakan Hak Asasi Manusia (HAM). Di era demokrasi ini HAM sangat sulit untuk dilanggar, baik oleh Pemerintah maupun perseorangan. Salah satu alasannya adalah adanya banyak gerakan penghormatan dan penegakan HAM yang bergerak secara terbuka untuk mengawasi isu-isu yang berkaitan dengan pelanggaran HAM. Berbeda halnya ketika masa Orde Baru, dimana gerakan penegakan HAM hanya bergerak dibawah arus, sehingga penegakan HAM hampir tidak bisa dilakukan. Penegakan HAM di era demokrasi juga diperkuat dengan ditelurkannya Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Pembuatan peraturan perundang-undangan sebagai ‘perangkat lunak’ penegakan HAM berlanjut dengan diundang-undangkannya Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yang memungkinkan untuk dilakukan suatu pembentukan pengadilan HAM ad hoc guna mengadili pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum undang-undang tersebut dibuat.
 
Meskipun sudah dilakukan berbagai pembenahan untuk menegakkan HAM, namun tetap terjadi beberapa kasus pelanggaran HAM di era demokrasi. Misalnya saja kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib yang terjadi pada tanggal 7 September 2004. Kasus pembunuhan Munir tersebut terjadi ketika ia sedang melakukan perjalanan menuju Amsterdam, Belanda menggunakan pesawat Garuda Indonesia GA-974. Dari kasus tersebut muncul berbagai spekulasi, banyak berita yang mengabarkan bahwa Munir meninggal di pesawat karena dibunuh, serangan jantung bahkan diracuni. Namun, sebagian orang percaya bahwa Munir meninggal karena diracuni dengan Arsenik di makanan atau minumannya saat di dalam pesawat.
 
Memperingati 12 tahun kasus pembunuhan Munir, KontraS dan LBH Jakarta memanfaatkan momentum tersebut untuk mengusut tuntas kasus tersebut demi penegakan HAM. Pada 27 April 2016, KontraS bersama dengan LBH Jakarta serta istri almarhum Munir, Suciwati mendaftarkan permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik kepada Komisi Informasi Pusat (KIP) dengan tuntutan agar termohon Presiden RI melalui Kementerian Sekretariat Negara mengumumkan hasil laporan Tim Pencari Fakta (TPF) kasus meninggalnya Munir. Selanjutnya, pada 10 Oktober 2016, KontraS memenangkan gugatan ke KIP dan Kemensesneg harus mengumumkan berkas TPF kasus Munir ke publik. Menanggapi keputusan KIP tersebut, Kemensesneg bukannya mengumumkan hasil TPF tersebut melainkan mengumumkan bahwa Kemensesneg tidak memegang dokumen TPF Munir. Hal ini menyebabkan terhambatnya penyelesaian kasus HAM pembunuhan Munir. Dengan itikad baik untuk segera menyelesaikan kasus pembunuhan Munir tersebut, Presiden Joko Widodo memerintahkan Jaksa Agung, HM Prasetyo untuk kembali mengusut kasus Munir.
 
Dari kronologi perkembangan penyelesaian kasus pembunuhan Munir tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia saat ini sudah berusaha secara maksimal untuk menyelesaikan kasus tersebut. Selain itu, secara hukum kasus pembunuhan Munir ini sudah bisa dianggap tuntas. Hal ini ditunjukkan dengan sudah ditetapkannya terpidana bersalah dalam kasus pembunuhan Munir tersebut yaitu Pollycarpus Budihari Priyanto. Sehingga apabila kasus pembunuhan Munir ini terus diperpanjang, bisa saja kasus ini hanya dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk menjatuhkan citra Pemerintah Indonesia dengan mengatasnamakan penegakan HAM. Padahal tujuan yang sebenarnya adalah agar masyarakat tidak percaya lagi dengan Pemerintah Indonesia saat ini. Untuk itu, perlu adanya suatu kepercayaan kepada Pemerintah dalam penyelesaian ini agar kasus ini tidak berlarut-larut.
 
Dalam hal ini, publik juga dituntut untuk cerdas dan bijaksana dalam menanggapi berbagai isu yang muncul terkait kasus Munir. Jika tidak, publik akan dengan mudah terprovokasi oleh pihak-pihak yang ingin mendiskreditkan pemerintah.
 
)* Penulis adalah Kontributor LSISI Wilayah Bali


Komentar

Berita Terbaru

\