UKM di Bali Terkendala Modal Teknologi dan Produktivitas
Jumat, 21 Oktober 2016
00:00 WITA
Denpasar
4893 Pengunjung
suaradewata
Denpasar, suaradewata.com - Direktur Industri Kecil Menengah (IKM) Pangan, Kayu dan Furniture Kementerian Koperasi dan UKM Dr. Ir Sudarto M.M., mengatakan, setidaknya ada tiga kendala yang dialami oleh usaha kecil dan menengah (UKM) selama ini di Bali. Ketiga kendala dimaksud adalah kelemahan dari sisi modal, teknologi, dan produktivitas.
Sudarto melontarkan hal tersebut, saat membuka Bimbingan Kewirausahaan dan Teknis Produksi Usaha Kecil Menengah (UKM) dalam Rangka Penumbuhan dan Pengembangan Wirausaha, di Hotel Berry Beach, 19 - 23 Oktober 2016. Pada kesempatan tersebut, Sudarto didampingi oleh Kabid IKM dan Perindustrian Provinsi Bali Ir Ketut Ngurah Tusta Buana, dan Nyoman Dhamantra, anggota Komisi VI DPR RI, selaku partner Kementerian Koperasi dan UKM.
"Kelemahan dari sisi modal, teknologi, dan produktivitas, adalah tiga kendala besar yang dihadapi UKM di Bali selama ini," kata Sudarto.
Terkait produktivitas, kata dia, banyak UKM yang selalu mengandalkan cara tradisional dalam membuat produk. "Akibatnya, usaha mereka belum masuk ke kapasitas produksi yang layak dan efisien untuk maju dan berdaya saing," tegas Sudarto.
Sementara Kabid IKM dan Perindustrian Provinsi Bali Ir Ketut Ngurah Tusta Buana, mengingatkan, pelaku IKM/ UKM merupakan pihak pertama yang akan terkena dampak hantaman produk impor. Untuk menghadapi situasi ini, maka hal yang penting dilakukan saat ini adalah meningkatkan daya saing pelaku UKM dan koperasi, agar memiliki kapasitas dan daya saing, terutama dalam menghadapi pasar tunggal ASEAN mendatang.
"Pelatihan ini dimaksudkan untuk memperkuat daya saing, khususnya atas produk lokal olahan seperti Virgin Coconut Oil (VCO)," jelas Tusta Buana.
Di samping memperkuat daya saing, diperlukan kapasitas dan jaringan usaha dalam merebut pasar. " Itu yang lebih penting. Bukan malah bersaing di antara para produsen dan saling menjatuhkan kualitas dan harga," tegas Tusta Buana.
Adapun Anggota DPR RI Nyoman Dhamantra, mengatakan, daerah yang paling terkena dampak langsung pasar tunggal ASEAN adalah di perbatasan dan daerah tujuan wisata. Sebab dengan pasar tunggal tersebut, akan terbuka akses barang dan jasa dari negara tetangga ke kota perbatasan, atau daerah tujuan wisata.
"Bali termasuk wilayah seperti itu, mengingat liberalisasi investasi dan pada saat yang sama tidak ada kebijakan yang memproteksi produk lokal dalam dinamika pasar dan pariwisata," tutur politisi PDIP asal Bali itu.
Pada kesempatan tersebut, Dhamantra juga menyebut inovasi yang dibuat perguruan tinggi dan lembaga lainnya, seperti Tawan, bengkel di Karangasem, atau Agung Patrayadnya dalam solar energi (tenaga surya), dan sejenisnya. "Mereka-mereka ini perlu dukungan pemerintah untuk implementasikan gagasan, sehingga bermanfaat bagi dunia usaha. Ini juga jadi kendala karena sering kita lihat inovasi hanya jadi pajangan di pameran," kata Dhamantra.
Ia pun mendorong adanya inovasi yang luas, sehingga bisa diterima dan diimplementasikan oleh UKM. "Kita bisa bekerjasama dengan perguruan tinggi dan lembaga pengelola riset untuk membangun pilot project di daerah, terutama di bidang yang berpotensi besar seperti di industri pengolahan makanan, buah-buahan, dan industri terkait pertanian lainnya," pungkas Dhamantra.san/aga
Komentar