Mendalami Polemik Mahasiswa Papua Dengan Aparat Kepolisian
Selasa, 20 September 2016
00:00 WITA
Nasional
3762 Pengunjung
ilustrasi
Opini, suaradewata.com - Akhir-akhir ini masalah Papua kembali menjadi isu sensitive di Indonesia. Hal ini dikarenakan pola pikir masyarakat Indonesia tertuju pada kasus kerusuhan yang terjadi di Papua. Permasalahan yang terjadi di wilayah Papua merupakan suatu masalah yang sangat sensitif, berbagai isu berkembang, mulai dari isu HAM sampai isu SARA. Banyak negara yang menginginkan Papua lepas dari Indonesia, semata-mata hanya untuk mengambil kekayaan alam berlimpah yang terkubur di wilayah Papua. Upaya yang dilakukan pihak luar yang dilakukan untuk membuat masyarakat Papua merasa tidak nyaman di negaranya sendiri. Sejarah kelam masyarakat Papua telah dimanfaatkan oleh oknum yang berkepentingan untuk mempropaganda masyarakat asli Papua, sehingga tidak jarang menyebabkan konflik antara warga pendatang dengan masyarakat asli Papua. Oknum-oknum yang menginginkan Papua merdeka akan selalu melakukan cara untuk mencapai tujuannya.
Kesalahpahaman yang baru-baru ini terjadi adalah konflik antara Petugas Gabungan dari Polresta Yogyakarta dan Polda DIY dengan mahasiswa Papua di Yogyakarta. Persatuan Rakyat untuk Pembebasan Papua Barat (PRPPB) berencana mengadakan long march dengan rute Asrama Mahasiswa Papua Kamasan I (Jl. Kusumanegara) sampai Titik Nol KM, pada Jum’at 15 Juli 2016 kemarin. Kegiatan tersebut dilakukan mahasiswa Papua di DIY dalam rangka aksi damai dan menyatakan dukungan pada United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) untuk menjadi anggota penuh MSG, serta memperjuangkan hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis pada Papua Barat, namun hal ini mendapatkan pengawasan khusus dari aparat kepolisian dan organisasi masyarakat (ormas). Walaupun sudah melalui prosedur ke Polres setempat, namun mendapat penolakan, karena prosedurnya dalam melakukan perizinan harus 7 hari sebelum hari H.
Aksi yang ingin dilakukan oleh mahasiswa Papua di DIY ini seakan-akan dianggap oleh sebagian masyarakat DIY yang masuk kedalam keanggotaan LSM atau ormas sebagai bentuk aksi separatisme sehingga menimbulkan komentar-komentar negatif terhadap pelaksanaannya. Sebagian masyarakat DIY yang mendengar isu tersebut merasa tidak nyaman terhadap aksi tersebut karena ditakutkan akan berdampak pada kekerasan dan merugikan masyarakat DIY. Isu ini sampai pada Polresta DIY dan Polda sehingga melakukan pengamanan agar tidak menyebabkan konflik semakin memanas.
Tujuan utama setiap aparat pemerintahan di setiap wilayah Indonesia adalah untuk mengamankan wilayahnya agar tidak meresahkan warga sekitar dan menimbulkan dampak negatif terhadap wilayah tersebut. Polresta DIY mendapat laporan terkait warga yang sudah mulai resah dengan isu yang menyebar terkait aksi separatisme, sehingga Polresta DIY mengerahkan seluruh anggotanya untuk mengamankan tempat tinggal mahasiswa-mahasiswa Papua dengan tujuan agar tidak menimbulkan kerusuhan.
Adapun berita yang beredar mengenai kasus pemukulan pihak aparat kepada mahasiswa itu semata-mata untuk memperkeruh suasana sehingga menimbulkan berbagai macam isu negatif mengenai aparat pemerintahan. Ketegangan antara mahasiswa Papua di DIY dengan masyarakat setempat ini muncul akibat “ketidaktauan” masyarakat akan kondisi riil di lapangan. Untuk itu masyarakat harus cerdas dan bijak dalam melihat dan meyikapi kasus tersebut.
Di sisi lain, mahasiswa Papua di DIY maupun di seluruh Indonesa juga diharapkan mampu hidup rukun satu sama lain, untuk menciptakan lingkungan hidup yang objektif dan positif sehingga tidak mudah percaya dengan satu sumber berita untuk menambah pengetahuan agar menjadikan masyarakat Indonesia menjadi yang lebih baik.
Komentar