PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Sidang Pencairan Bansos Diwarnai Walkout, Sekda “Jaga” Predikat WTN?

Selasa, 30 Agustus 2016

00:00 WITA

Buleleng

5778 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

suaradewata

Buleleng, suaradewata.com  Rapat antara eksekutif dan legislatif di Kabupaten Buleleng  dalam pembahasan pencairan Bantuan Sosial diwarnai aksi walkout sejumlah anggota dewan. Pasalnya, pihak eksekutif yakni Pemkab Buleleng tidak bisa mencairkan dana bansos di tahun 2016 dengan total nilai Rp 22,5 miliar.

Rapat bersama antara Badan Anggaran (Banggar) DPRD Buleleng bersama Tim Anggaran (Timgar) Pemkab Buleleng berlangsung diruang rapat gabungan komisi lantai II Gedung DPRD Tingkat II Kabupaten Buleleng, Senin (29/8/2016). Rapat tersebut dipimpin Wakil Ketua DPRD Buleleng, I Made Adi Purnawijaya yang berasal dari fraksi partai Demokrat.

Dalam rapat tersebut, rencana jatah Bansos yang diterima oleh masing-masing anggota DPRD Buleleng Rp500 juta ternyata ditolak pencairannya oleh Timgar Pemkab Buleleng yang dipimpin Sekertaris Kabupaten Buleleng, Dewa Ketut Puspaka, yang saat rapat didampingi Assiten II yakni Ida Bagus Made Geriastika, Asisten III yakni Ketut Asta Semadi, Kepala Bappeda yakni Gde Darmaja, serta sejumlah pejabat teras Pemkab Buleleng.

“Dana Hibah dan Bansos lewat DPRD untuk tahun 2016 ini tidak bisa cair, tapi akan dilakukan pembahasan lagi untuk pencairannya di tahun 2017 nanti,” kata Puspaka.

Menurut Puspaka yang merupakan salah satu pejabat senior di Pemkab Buleleng, pencairan dana Hibah dan Bansos haruslah memiliki landasan hukum yang jelas. Walaupun menjadi kebutuhan masyarakat Buleleng, lanjut Puspaka, namun tentunya harus ada payung hukum dalam realisasinya.

Kekhawatiran Puspaka itu mengingat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTN) yang diperoleh Pemkab Buleleng dalam pengelolaan keuangan daerah. Puspaka mengaku sangat khawatir pencairan dana Hibah dan Bansos yang tidak dilandasi dengan payung hukum malah akan menodai predikat WTN tersebut.

Dikonfirmasi  terpisah, salah satu anggota DPRD Kabupaten Buleleng mengaku gagalnya pencairan dana Hibah dan Bansos di tahun 2016 tersebut memang akan dikhawatirkan bisa memicu sebuah fenomena baru di masyarakat. Hal tersebut disampaikan Mangku Made Ariawan atau yang akrab disapa Mangku Panji.

Menurut Ariawan, dana Hibah dan Bansos tersebut tentu sangat diharapkan oleh masyarakat yang membutuhkannya. Sehingga, peran eksekutif selaku eksekutor pencairan tentu patut menimbang kebutuhan dari masyarakat yang memiliki kebutuhan terhadap dana bantuan itu.

“Tapi memang ada sedikit dilema karena aturan yang sulit dipenuhi oleh kelompok-kelompok masyarakat. Seperti contoh persyaratan kelompok penerima harus memiliki badan hukum dan berdiri serta aktif minimal 2 tahun berturut-turut. Ini tentu tidak dimiliki oleh kelompok-kelompok yang sifatnya bernaung di bawah adat. Seperti contohnya Pura atau Dadia (Pura Keluarga),” kata Ariawan.

Ariawan mengatakan, payung hukum bagi kelompok adat sebetulnya sudah disebut dalam undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Dimana, dalam aturan tersebut ditegaskan pengakuan perundang-undangan terhadap keberadaan Desa Adat yang ada diluar Desa Dinas yang menjadi bagian dari pemerintahan di desa.

Dikatakan, sikap kehati-hatian memang sangat dibutuhkan oleh eksekutif selaku pemegang kekuasaan anggaran. Akan tetapi, ada beberapa hal yang menuntut kejelian dalam melihat celah hukum yang menjadi dasar pencairan bantuan kepada masyarakat khususnya di Kabupaten Buleleng.

“Masalah pencairan dana Hibah dan Bansos memang kewenangan penuh Pemkab Buleleng dan tidak ada kewenangan itu pada kami di Dewan. Sebab kami hanya melakukan pengawasan pengelolaannya. Secara pribadi, saya lebih memikirkan kebutuhan masyarakat Buleleng saja sehingga dana tersebut sebetulnya harus bisa dicairkan di tahun 2016. Tapi jika memang aturan tidak mengizinkan, tentu harus kita carikan solusi. Salah satunya mungkin bisa mengacu pada Undang-undang Desa,” pungkas Ariawan. adi/hai

 

 


Komentar

Berita Terbaru

\