Inkar Janji, Ketua BK DPRD Buleleng Digugat
Kamis, 11 Agustus 2016
00:00 WITA
Buleleng
4525 Pengunjung
suaradewata
Buleleng, suaradewata.com – Akibat berulangkali mengingkari janjinya dalam perikatan jual-beli tanah seluas 1600 meter persegi, Ketua Badan Kehormatan (BK) Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Buleleng, Gusti Ketut Artana, digugat di Pengadilan Negeri Singaraja. Gugatan yang resmi telah masuk register nomor 394 di PN Singaraja tersebut diajukan kuasa hukum Penggugat Gede Harja Astawa yang mewakili pihak pemilik tanah yakni Gusti Putu Wira Utama.
Terkait kebenaran gugatan tersebut, Harja yang dikonfirmasi melalui telepon selulernya pada Kamis (11/8/2016), membenarkan masuknya gugatan dengan register nomor 394 yang secara resmi sudah terdaftar pada Rabu (10/8/2016) di Pengadilan Negari Singaraja.
Ironisnya, ia menolak dikonfirmasi lebih lanjut terkait dengan perkara di atas lahan yang dalam proses eksekusinya sempat membuat geger warga di kawasan Kelurahan Liligundi, Kecamatan Buleleng (27/4/2016) lalu.
“Perkaranya kan sudah masuk ke ranah pengadilan dan tinggal menunggu proses persidangan saja. Nanti faktanya silahkan menghadiri persidangannya sebab secara etika profesi advokat, kami tidak etis bertindak diluar proses yang sudah resmi masuk ke ranah peradilan. Yang jelas, klien kami sangat keberatan dan merasa dirugikan oleh pihak Tergugat (Gusti Ketut Artana),” ungkap Harja tetap menolak memberikan keterangan lebih lanjut.
Berdasarkan inti gugatannya, Harja menyebut dalam beberapa poin posita gugatan terkait dengan sebuah perjanjian Perikatan Jual-Beli yang dibuat di sebuah kantor notaris Ketut Surayada dengan nomor 20/2014 pada (17/6/2014) silam antara Artana dengan Wira Utama sebagai prinsipal dalam gugatan 394.
Dalam perjanjian nomor 20 yang dibuat dihadapan Notaris tersebut disebutkan Artana akan membeli objek tanah seluas 1600 meter persegi seharga Rp5 miliar dari Wira Utama. Ketika perjanjian dibuat 2014 lalu, Artana kemudian menyerahkan uang tanda jadi senilai Rp1 miliar dan sisanya akan dilunasi setelah sengketa kepemilikan di atas objek yang letaknya tepat di pinggir jalur utama Denpasar-Singaraja berhasil diselesaikan.
Masalah tersebut pun akhirnya tuntas dengan dibuktikan perubahan nama sertifikat tanah yang dikeluarkan BPN Buleleng atas nama Wira Utama. Dan setelah melakukan pembayaran senilai Rp1 Miliar kepada Wira Utama, Artana kemudian sempat melakukan pembayaran sebanyak dua kali di tahun 2014 dengan total jumlah Rp262 juta.
Merasa telah memenuhi kewajiban, Wira Utama kemudian menuntut janji pelunasan kepada Artana yang kemudian berujung pada pertemuan kedua belah pihak di kantor Notaris pada (24/5/2016). Yang dalam pertemuan tersebut muncul sebuah kesepakatan antara Artana dan Wira Utama melakukan pelunasan dalam dua tahap pembayaran. Yang dalam tahap pertama dilakukan pada (26/5/2016) yakni dua hari setelah melakukan kesepakatan dengan nilai pembayaran Rp1 Miliar serta pelunasan sisanya dari total harga Rp 5 Miliar pada (30/7/2016).
Ironisnya, setelah sepakat melakukan pembayaran bertahap tersebut, Artana kembali mengingkari kesepakatan yang telah dilakukan di hadapan notaris dengan hanya membayar Rp300 juta pada (27/5/2016) dan hanya Rp138 juta pada (30/7/2016).
Ketika melakukan pelunasan pada tahap pertama yang seharusnya dibayar Rp1 Miliar namun menjadi Rp300 juta pun, Artana disebut kembali berjanji kepada Wira Utama akan melunasi kekurangan pelunasan tahap pertama pada (9/6/2016). Namun, tidak juga dilakukan dan kembali janji tersebut di inkari. Bahkan, dalam perjanjian pelunasan terakhir pun hanya membayar Rp138 juta yang akhirnya gugatan tersebut diajukan ke PN Singaraja atas perbuatan ingkar janji/wanprestasi wakil rakyat di Dewan Buleleng tersebut.
Perkara yang terjadi di atas objek sengketa seluas 1600 meter persegi tersebut sebelumnya pun sempat menyeret dugaan keterlibatan oknum anggota Polri berpangkat Kombes yang kini bertugas di Mabes Polri. Bahkan, proses eksekusi yang sempat menuai kontraversi antara kubu pihak termohon dengan Pengadilan Negeri Singaraja tersebut pun ditenggarai ada indikasi permainan yang melibatkan oknum jurusita di tubuh PN Singaraja.
Keterangan tersebut berhasil dihimpun dari beberapa sumber yang menyebut kedatangan oknum PN Singaraja tersebut serta pemanggilan secara pribadi yang dilakukan terhadap salah satu pihak tereksekusi. Dimana, ada desakan terhadap salah satu pihak tereksekusi untuk menyerahkan objek sengketa agar bisa dieksekusi tanpa perlawanan yang berarti.
Pasalnya, bentuk perlawanan dari pihak yang akan dieksekusi pun telah muncul sehari sebelum acara eksekusi dilakukan. Sejumlah isu terkait dengan keberadaan senjata tajam serta sekelompok massa yang telah disiapkan untuk menghalangi eksekusi tersebut pun membuat personil Polres Buleleng diterjunkan lengkap dengan senjata api serta penjagaan berlapis.
Sementara disisi lain, terungkap peran Ketua BK Dewan Buleleng yang ternyata muncul sebagai pembeli yang telah melakukan perjanjian perikatan jual beli sebagiamana dimaksud dalam akta nomor 20/2014 di notaris Ketut Surayada yang ada di kawasan Kecamatan Seririt.
Artana yang selain duduk sebagai Ketua BK DPRD Buleleng dan masuk dalam keanggotaan fraksi PDIP di tubuh legislatif kawasan Bali Utara ini pun belum berhasil dikonfirmasi terkait dengan perbuatan ingkar janjinya yang berbuah gugatan di Pengadilan Negeri Singaraja. Kontak seluler milik Artana yang coba dihubungi pun tidak aktif dan ketika berupaya dikonfirmasi melalui pesan singkat pun belum mendapat balasan.
Dalam gugatan yang diajukan Harja ke Pengadilan Negeri Singaraja, Artana pun terancam kehilangan sejumlah uang yang telah dibayarkan sebelumnya dengan jumlah lebih dari Rp1 Miliar. Bahkan, pada tuntutan yang tercantum dalam petitum gugatan dengan nomor register perkara perdata 394 tersebut, perjanjian perikatan yang telah terjadi terancam batal demi hukum.
Terkait dengan fakta gugatan tersebut, Harja yang membenarkan pun mengaku sudah ada sejumlah itikad baik dari pihak Wira Utama untuk Artana beberapa kali melakukan penundaan pelunasan.
“Wajar saja klien kami jengkel. Beberapa kali diberikan toleransi dan selalu janji tapi tidak pernah ditepati. Ini bagian dari konsekuensi hukum dalam sebuah perbuatan wanprestasi Tergugat (Artana) yang mengingkari janjinya. Sudah kami tegaskan beberapa kali kok dan turut kami ingatkan tentang perjanjian tersebut. Tapi nanti bukti dalam persidangan yang akan menunjukan dan biarkan kami berproses di hadapan peradilan,” pungkas Harja.adi/hai
Komentar