Ini Kata Kepala SMAN 1 Tabanan Soal Membengkaknya Jumlah Siswa Baru
Senin, 08 Agustus 2016
00:00 WITA
Tabanan
12455 Pengunjung
suaradewata
Tabanan, suaradewata.com – Pihak SMAN 1 Tabanan akhirnya bersedia buka suara terkait dengan membengkaknya jumlah siswa kelas X yang baru diterima dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2016/2017. Membludaknya jumlah siswa baru yang melebihi kuota di sekolah itu ternyata diakibatkan adanya kebijakan dari luar sekolah.
Hal ini tidak jauh berbeda dengan temuan Ombudsman RI Perwakilan Bali. Bahwa, dalam proses PPDB tahun ajaran kali ini ada 14 orang siswa yang masuk melalui “jalur titipan” atau lewat “surat sakti”.
Meski demikian, Kepala SMAN 1 Tabanan I Made Jiwa enggan berkomentar kalau kebijakan tersebut disebut-sebut bersifat politis. Bahkan sebelumnya, Jiwa sempat menolak untuk diwawancarai dan menutup kamera salah seorang wartawan televisi.
Wawancara akhirnya lanjut setelah dia berkoordinasi dan mendapatkan izin dari Kepala Disdikpora Tabanan I Putu Santika untuk memberikan keterangan kepada awak media.
“Rasanya saya di bawah tempatnya. Saya punya atasan. Permasalahan ini kan sudah sampai ke tingkat atasan. Kalau saya sekarang komentar, tidak pas rasanya,” kata Jiwa.
Dia menerangkan, sejak awal pihak SMAN 1 Tabanan hanya menerima 320 orang siswa yang dinyatakan lulus sesuai ketentuan yang ada. Namun dalam perjalanannya, ada beberapa orang tua murid datang menunjukan bukti bahwa anak mereka memenuhi syarat sesuai standar kelulusan. Salah satunya lewat jalur prestasi.
Saat mendaftar lewat jalur prestasi yang memiliki prestasi ditingkatkan provinsi karena piagamnya belum selesai dibuatlah surat keterangan dan akhirnya disampaikan kepada Disdikpora.
Koordinasi tersebut dilakukan lantaran ada kekeliruan dari pihak panitia di sekolah. Sehingga, nama mereka tidak muncul di pengumuman dan Disdikpora memberikan solusi dengan membuatkan pengumuman susulan.
"Ada tiga orang siswa yang memenuhi syarat lulus. Anggap saja saat itu kekeliruan ada di panitia. Berarti jumlah siswa yang diumumkan lulus itu sebanyak 323 orang," terangnya.
Dalam perjalanannya kembali, jumlah siswa bertambah menjadi 324 orang. Itu karena ada seorang siswa lagi yang memenuhi syarat lulus namun tercecer. “Sehingga saat MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah) jumlah siswa menjadi 324 orang,” imbuhnya lagi.
Pasca MPLS, muncul kebijakan dari atasan, entah atasan yang mana, untuk menerima beberapa orang siswa lagi. Ini membuat jumlah siswa terus membengkak hingga menjadi 341 orang siswa.
"Mungkin karena hal tertentu, mereka terlambat mendaftar atau barang kali dia yakin dengan dirinya dapat di Denpasar misalnya, akhirnya dia tidak dapat, disaringlah untuk anak-anak yang memenuhi syarat," katanya.
Untuk penambahan ini, Jiwa rupanya enggan untuk berkomentar lebih jauh. Terlebih mengiyakan bahwa penambahan itu akibat adanya tekanan politis dari luar sekolah.
“Itu kan istilah mereka (Ombudsman). Kalau kami di SMAN 1 Tabanan tidak ada unsur politik. Entah sumbernya dari mana, apa dari legislatif, eksekutif, saya tidak tahu. Apa maksud tekanan politik itu saya juga tidak tahu. Yang jelas atasan saya adalah kepala dinas (Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga). Justru beliau (kepala dinas) yang menyampaikan tidak ada unsur politik,” tegasnya.
Dia juga menegaskan bahwa, soal adanya 14 orang siswa yang diduga masuk lewat “jalur titipan” atau “surat sakti”, pihaknya hanya bisa menerima saja. Karena itu sudah diperintahkan Disdikpora. “Entah dari mana sumbernya, apa dari bupati, apa dari wakil bupati, dari DPRD. Entah dari siapa orangnya itu, kita tidak tahu. Untuk apa kita ngurus-ngurus kayak begitu," katanya.
Dia menambahkan, pihaknya tidak ada melakukan praktek jual beli bangku sekolah."Oh kalau di SMAN 1 Tabanan sama sekali tidak ada. Jangankan menyebutkan di SMA Negeri 1 Tabanan, di Tabanan saya yakin hal itu tidak ada. Kalau saya tetap berani menantang. Silahkan dibuktikan kebenarannya," pungkasnya.
Di bagian lain, Kepala Disdikpora Kabupaten Tabanan I Putu Santika mengungkapkan sejak awal pihaknya menginginkan adanya perbaikan PPDB. Namun, kenyataan di lapangan justru animo masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di sekolah favorit sangat tinggi.
"Saya sudah berusaha membuat aturan. Kalau anaknya tidak dapat di sekolah favorit, dia harus balik ke kecamatan. Tapi kenyataannya tidak mau, ada ingin bunuh diri, pokoknya harus dapat, itu susahnya masyarakat," ungkap Santika.
Dia menerangkan, dengan permasalahan tersebut, solusi yang bisa dilakukan hanya dengan menambah sekolah baru."Maka solusinya harus dibuatkan sekolah baru lagi. Bisa saja dari pemerintah hanya menyiapkan tanah saja. Bantuan dari pusat kan siap," terangnya.
Selain itu, dia juga menegaskan akan memberikan sanksi kepada jajarannya bila terbukti menjadi calo terkait PPDB. "Kalau masalah calo kami tidak tahu. Tetapi, kalau jajaran di pendidikan, kami siap memberikan sanksi kalau memang benar ada atau sepanjang bisa dibuktikan. Kalau ada sampai bawahan saya seperti kepala sekolah atau guru jadi broker saya akan tindak tegas," imbuhnya. ang/hai
Komentar