PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

Tirtawan: Kasus PD Swatantra, This Is Crazy

Sabtu, 06 Agustus 2016

00:00 WITA

Buleleng

4324 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

suaradewata

Buleleng, suaradewata.com  Kejaksaan Tinggi Bali diminta tidak berlindung dibalik istilah Diskresi dalam melakukan penuntasan kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh pihak PD. Swatantra atas laporan hasil pengelolaan yang disampaikan kepada pemerintah Kabupaten Buleleng selaku pemilik badan usaha. Hal tersebut disampaikan anggota DPRD Bali, Nyoman Tirtawan, disela menghadiri dialog kebangsaan yang diselenggarakan oleh Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) di salah satu rumah makan kawasan Kota Singaraja, Kabupaten Buleleng, Sabtu (6/8).

“Saya ada bukti lengkap. PD. Swatantra memiliki kebun cengkeh dan coklat luasan 87 hektare. Itu setor ke PAD (Pendapatan Asli Daerah) cuma Rp50jt (Pertahun). Tidak rasional. Di Desa Cempaga, luas 30 are (3000 meter persegi) dibayar (Hasil Cengkeh) Rp80 juta,” ungkap Tirtawan.

Artinya, lanjut Tirtawan, rasionalisasinya dalam satu hektare lahan cengkeh bisa menghasilkan Rp300 juta. Sedangkan keuntungan hasil dari pengelolaan kebun cengkeh dan kopi yang luasan mencapai 87 hektare hanya menyetor Rp50 juta setahun.

Tirtawan mengungkapkan, hampir Rp15 Miliar hasil keuntungan pengelolaan oleh PD.Swatantra yang hilang dalam kurun waktu 1 tahun. Yang apabila hasil pengelolaan oleh PD.Swatantra dengan indikasi “lenyapnya” Rp15 Miliar setiap tahun lalu dikali dengan hasil 10 tahun maka jelas total yang tidak disetorkan mencapai Rp150 Miliar.

“Ini Kejaksaan (Kejati Bali) jangan tidak menggunakan rasional. Terus berlindung dibawah diskresi dan diskresi. Ini this is crazy (Ini gila), tidak benar itu. Hukum adalah aturan dan lengkap saya pegang bukti,” papar Tirtawa menegaskan.

Istilah diskresi merupakan suatu bentuk keputusan atau tindakan yang ditetapkan dan dilakukan oleh pejabat pemerintah untuk mengatasi persoalan konkrit yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memerikan pilihan, tidak mengatur, tindak lengkap atau tidak jelas, dan adanya stanasi pemerintahan.

Dugaan indikasi korupsi yang dilakukan oleh pihak PD.Swatantra terhadap laporan hasil pengelolaan keuntungan yang disetorkan ke Pemerintah Kabupaten Buleleng terungkap dalam laporan keuangan tahun 2013 dan 2014.

Dimana, PD.Swatantra yang diberikan kewenangan mengelola perkebunan cengkeh dan kopi dengan totalan lahan seluas 87.440 hektere dibeberapa kawasan wilayah Kabupaten Buleleng, hanya menyetorkan hasil keuntungan 40 persen ke PAD sebesar Rp50 juta di tahun 2013 dan tidak lebih dari Rp75 juta di tahun selanjutnya.

Selain melakukan pengelolaan terhadap hasil perkebunan, PD. Swatantra yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemerintah Kabupaten Buleleng juga diketahui melakuka usaha pengelolaan hasil peternakan berupa kambing dan sapi yang dimulai sejak tahun 2007.

Berdasarkan pemberitaan suaradewata.com yang bersumber dari laporan LSM Forum Masyarakat Peduli Masyarakat Kecil (FPMK), Gede Suardana, di Kejaksaan Tinggi Bali nomor 09/DP-FPMK/IX/2015 tanggal 5 Maret 2015, ada aliran dana masuk ke PD.Swatantra dibalik hasil pengelolaan perkebunan dan peternakan yang masih dipertanyakan.

Aliran dana yang masuk tersebut merupakan penyertaan modal Pemkab Buleleng senilai Rp1,2 Miliar yang dikeluarkan dengan dasar Surat Keputusan Bupati Buleleng nomor 560/33/HK/2013. Yang penyertaan modal tersebut kemudian dinyatakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI lewat temuan nomor 02.C/LHP/XIX.Dps/05/2014 disebut sebagai bentuk perbuatan melawan hukum.

Pasalnya, dasar pengeluaran dana penyertaan modal yang diperkenankan berdasarkan Peraturan Daerah nomor 8 tahun 1998 Tentang Penyertaan Modal PD Swatantra hanya sebesar Rp75 juta. Sehingga, ada pertentangan SK Bupati Buleleng nomor 560/33/HK/2013 dengan aturan yang diatasnya yakni Perda 8 tahun 1998 tersebut.

Kasus ini pun sudah ada di institusi Kejati Bali yang sebelumnya bergulir di Polda Bali namun tidak menemukan kejelasan. Bahkan ironisnya, pihak Polda Bali malah disebut belum memberikan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) kepada pihak pengadu yakni Gede Suardana.

Suardana yang sebelumnya sempat dikonfirmasi secara terpisah mengatakan, SP2HP yang seharusnya jatuh ke tanganya malah disampaikan oleh pihak Polda Bali ke tangan Teradu atau PD.Swatantra. Sehingga, dengan pihaknya kemudian memilih mengadukan dugaan korupsi tersebut ke Kejati Bali yang hingga kini disebut jalan di tempat. adi/hai

 

 


Komentar

Berita Terbaru

\