PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

Jalan Anyelir I, Nomor 4A, Desa Dauh Peken, Kec. Tabanan, Kab. Tabanan, Bali

Call:0361-8311174

info@suaradewata.com

ForBali Sebut Menteri Susi Hina Masyarakat Adat Bali

Kamis, 21 Juli 2016

00:00 WITA

Nasional

5338 Pengunjung

PT Suara Dewata Media - Suara dari Pulau Dewata

suaradewata

Denpasar, suaradewata.com - Perpanjangan otomatis izin lokasi reklamasi PT TWBI yang jatuh tempo pada tanggal 14 Juli 2016, menuai kecaman masyarakat. Sebab secara otomatis, izin lokasi reklamasi Teluk Benoa diperpanjang paling lama untuk dua tahun ke depan.

Menariknya menanggapi banyaknya respon dan perlawanan dari masyarakat atas hal ini, pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Humas KKP menyebarkan pernyataan melalui media sosial. Intinya, KKP mengklarifikasi dengan menyatakan bahwa Izin lokasi merupakan konsekuensi dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 51 Tahun 2014 Tentang Kawasan Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan).

Bersamaan dengan pernyataan tersebut, pihak KKP juga menyertakan rekomendasi untuk meninjau ulang Perpres dan melakukan penangguhan terhadap seluruh upaya pengembangan Teluk Benoa. Khusus soal ini, Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBali) menyatakan apresiasinya, terutama ketika KKP memandang peninjauan ulang seluruh upaya pengembangan Teluk Benoa, adalah hal penting.

"Akan tetapi, kami menyayangkan, karena sepertinya KKP tidak serius mengusulkan rekomendasinya," ujar Koordinator ForBali, I Wayan “Gendo” Suardana, dalam siaran persnya di Denpasar, Rabu (20/7/2016).

ForBali, demikian Gendo, juga menyayangkan sikap Menteri Susi Pudjiastuti. Menteri Susi disebut secara prosedural justru melapangkan jalan reklamasi atas nama Perpres Sarbagita dan mengeluarkan tiga poin rekomendasi bernas setelah izin lokasi reklamasi diperpanjang. Bagi ForBali, apa yang dilakukan Menteri Susi adalah bentuk tindakan yang setengah hati.

"Sebagai sebuah institusi negara, akan lebih bijak apabila KKP bertindak konsisten dengan rekomendasinya. Harusnya, KKP hentikan dulu izin lokasinya, kemudian secara konsisten masuk dalam skenario rekomendasi penghentian upaya pengembangan Teluk Benoa tersebut. Yang jadi pertanyaan mendasar adalah, mengapa rekomendasi tersebut diberikan setelah diperpanjangnya izin lokasi sebagai bagian dari perizinan reklamasi?” tanya Gendo Suardana.

ForBali, imbuhnya, juga sangat menyesalkan tindakan KKP yang mengabaikan penolakan dari 38 Desa Adat dan membiarkan lewatnya jatuh tempo respon KKP terhadap permohonan perpanjangan ijin lokasi reklamasi hingga perpanjangan izin tersebut terjadi otomatis. Bahkan Gendo Suardana menilai, dalih-dalih yang diberikan Menteri Susi, justru selalu merendahkan kapasitasnya sebagai pejabat politis dengan wewenang lebih dari administratif.

"Pernyataan-pernyataan yang pernah disebutkan Menteri Susi terkait ijin lokasi dan ijin pelaksanaan reklamasi, membuat seolah-olah seorang Menteri KKP tidak memiliki otoritas sama sekali dalam pengelolaan pesisir, bahkan merendahkan kapasitasnya sebagai Menteri,” tandas Gendo Suardana, selaku pemegang mandat teknis Pasubayan Desa Adat.

Ia melontarkan hal ini, sekaligus menanggapi pernyataan Menteri Susi terkait tidak ada "go dan no-go" di dalam izin lokasi reklamasi. "Bahkan Menteri Susi pernah menyatakan bahwa kalau AMDAL diterima maka dia akan mengeluarkan izin pelaksanaan reklamasi. Artinya, dia sendiri merasa tidak punya wewenang untuk penghentian sebuah proyek yang bermasalah," ujarnya.

Ia menambahkan, perpanjangan Ijin Lokasi Reklamasi PT TWBI yg dilakukan dengan cara pembiaran sehingga ijin lokasi secara otomatis diperpanjang, merupakan bukti tidak seriusnya Menteri Susi dalam bekerja. Saat bersamaan, Menteri Susi juga tengah mengabaikan aspirasi masyarakat adat.

"Ada waktu bagi KKP untuk meninjau ulang kerja-kerja pemegang izin (investor) selama dua tahun, tapi itupun tidak dilakukan. Semangat UU Pesisir (pasal tiga) yang tertuang pada azas seperti azas keadilan, peran serta masyarakat, akuntabilitas, dan keterbukaan, seharusnya menjadi landasan seorang Menteri KKP mengambil keputusan," tegas Gendo Suardana.

"Selain itu, Pasal 61 UU Nomor 27 Tahun 2007 (UU Pesisir) juga jelas menyatakan bahwa pemerintah wajib mengakui, menghormati dan melindungi hak-hak Masyarakat Adat, dan sesungguhnya hak-hak tersebut beserta dengan kearifan lokalnya harus dijadikan acuan dalam pengelolaan pesisir," imbuhnya.

Bagi Gendo Suardana, mengabaikan aspirasi masyarakat adat ini sama dengan menghina masyarakat adat Bali dan perjuangan masyarakat Bali yang telah berlangsung selama empat tahun. Pembiaran ini menunjukkan bahwa Menteri Susi tidak melakukan perannya selaku Menteri kecuali sebagai petugas administrasi belaka," pungkas Gendo Suardana. san


Komentar

Berita Terbaru

\