Polisi Tutupi Masalah LPD Temukus Dari Publik
Sabtu, 09 Juli 2016
00:00 WITA
Buleleng
6252 Pengunjung
suaradewata
Buleleng, suaradewata.com – Upaya pihak oknum kepolisian di Polsek Banjar untuk menutupi permasalahan di LPD Desa Temukus terungkap dalam forum rapat adat di desa setempat yang digelar, (9/7).
Pengakuan tersebut muncul dari Hasirun yang laporannya sempat ditolak Polsek Banjar ketika mendatangi kantor penegak hukum wilayah Polres Buleleng dengan empat orang warga lain dari Banjar Dinas Bingin Banjah.
Pasca dijanjikan akan diantar ke Polres Buleleng, pihak Polsek Banjar melalui Bhabinkamtibmas kemudian permasalahan tersebut agar bisa diselesaikan secara musyawarah dan tidak sampai diketahui oleh awak media.
“Kami melaporkan ke Polsek Banjar saat itu karena sudah beberapa kali minta solusi terhadap pihak-pihak yang berkompeten di Desa Temukus. Dan dua kali pun kami mendapatkan saran dari Ketua sementara LPD Temukus agar melaporkan masalah ke polisi karena LPD saat itu tidak bisa mengusahakan uang bagi kami yang menarik uang,” ujar Hasirun.
Menurutnya, oleh oknum polisi yang menjadi Bhabinkamtibmas pun meminta agar masalah yang melibatkan uang masyarakat di LPD Desa Temukus agar tidak sampai ramai diketahui oleh public lewat media.
Padahal, lanjut Hasirun, tujuan dilaporkan masalah tersebut ke pihak kepolisian di Polsek Banjar agar bisa mendapat penanganan baik itu tindakan maupun mediasi. Harapan tersebut diungkap setelah Hasirun bersama warga mengaku panik atas sikap Ketua sementara LPD Temukus yang mengeluarkan surat pembekuan LPD serta menyarankan agar laporan di bawa ke polisi. Yang akhirnya, laporan tersebut ternyata mendapat penolakan dari pihak Polsek Banjar.
“Masalahnya, saya dikejar terus oleh masyarakat muslim di Bingin Banjah yang menabung di LPD Temukus. Sebab ada dana yang didalam rekening satu LPD tapi milik banyak orang. Kami kumpulkan di satu rekening untuk membeli hewan kurban saat hari raya agama sehingga bisa ditarik nanti ketika diperlukan,” kata Hasirun.
Ironisnya, upaya meredam masalah agar luput dari pantauan awak media pun ternyata membuat sejumlah warga di Banjar Bingin Banjah tidak bisa merayakan hari raya besar keagamaan yakni Idul Fitri yang jatuh pada tanggal 6 Juli 2016.
Mirisnya, sikap oknum kepolisian di Polsek Banjar yang melakukan penolakan pun ternyata tidak mendapat dukungan dijajaran internal aparat penegak hukum tersebut. Berdasarkan informasi yang dihimpun suaradewata.com di internal kepolisian, ada sejumlah pejabat di jajaran Polsek yang selama ini selalu mendapat pertentangan untuk meluruskan penanganan tindak pidana agar sesuai dengan mekanisme.
Bahkan, permasalahan yang menimbulkan kerugian material di masyarakat terkait dengan kasus dugaan penggelapan di LPD Desa Temukus pun tidak melibatkan sejumlah pejabat yang berkompeten membahasnya.
“Saya tidak mengetahui bagaimana sikap yang diambil dalam penyelesaian kasus di LPD Desa Temukus sebab tidak pernah dilibatkan. Andaikata dilibatkan pun usulan saya pasti tidak didengar sehingga masalah jadi kacau seperti ini,” ujar Sumber terpercaya di Polsek Banjar dari balik telepon selulernya.
Dalam pasal 102 ayat 1 dan pasal 108 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana telah jelas mengatur kewenangan kepolisian untuk melakukan penyelidikan terhadap laporan atau pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat. Terlebih, lanjutnya, undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian pun cukup tegas menyebutkan bahwa polisi menerima laporan masyarakat baik tertulis maupun lisan.
Terkait penolakan laporan pada kasus LPD Desa Temukus, akademisi Fakultas Hukum dari Universitas Panji Sakti Singaraja, Putu Sugi Ardana, SH, MH, ketika dikonfirmasi Sabtu (9/7), mengatakan, ada beberapa syarat yang menjadi mekanisme awal melaporkan suatu tindak pidana. Salah satunya adalah ada alat bukti awal yang cukup dan harus jelas terkait siapa yang dilaporkan atau diduga melakukan tindak pidana.
Sugi yang juga salah satu tokoh adat di Buleleng mengatakan, permasalahan di lingkup Lembaga Perkreditan Desa (LPD) secara umum telah beberapa kali diusulkan untuk tidak masuk ke ranah hukum pidana.
“Setiap orang yang melakukan transaksi di LPD merupakan sebuah tindakan perdata. Sehingga, sudah sepatutnya permasalahan hukum di LPD pun diselesaikan dengan hukum perdata. Saya sudah usulkan itu beberapa kali agar bisa ditindak lanjuti,” ungkap Sugi memaparkan.
Dikonfirmasi terkait dengan penerapan hukum adat yang berlaku di dalam masyarakat Bali, Sugi menyebut bahwa penerapannya tidak bisa dilakukan pemaksaan terhadap masyarakat pendatang.
Dikatakan, penerapan hukum adat merupakan sebuah aturan yang berkaitan dengan parahyangan atau sejumlah tempat peribadatan yang ada di wilayah masyarakat hukum adat itu sendiri. Sehingga, lanjutnya, kondisi tersebut tentu tidak bisa dipaksanakan penerapannya terlebih masyarakat non-Hindu. (adi/gus)
Komentar