Keunikan Nyepi Adat Palaktiying, Rayakan Nyepi Dua Kali
Kamis, 31 Maret 2016
00:00 WITA
Buleleng
4609 Pengunjung
suaradewata.com
Bangli, , suaradewata.com - Beragam keunikan tradisi dan adat dapat kita jumpai di Pulau Dewata. Salah satunya berada di Daerah berhawa sejuk Bangli, tepatnya di Dusun Pakraman Palaktiying, desa Landih, Kecamatan Bangli, terdapat keunikan yang dikenal dengan sebutan Nyepi Adat. Berbeda daerah lainnya di Bali, Desa Pakraman Palaktiying justru melaksanakan Hari Raya Penyepian dua kali dalam satu tahun. Selain melaksanaan perayaan Nyepi secara nasional, desa Pakraman ini juga melaksanakan Nyepi Adat. Bahkan Nyepi Adat ini, terbilang lebih ketata dari pelaksanaan Nyepi pada umumnya. Tak tanggung-tanggung, bagi yang melanggar dikenakan sanksi adat dengan membayar denda.
Bendesa Adat Pakraman Palaktiying Wayan Budi Karda mengatakan Nyepi adat dilaksanakan berkaitan dengan Upacara Ngusaba Tegen-Tegenan di Pura Dalem Pingit. Kali ini, pelaksanaan Nyepi Adat bahkan berlangsung selama dua hari, dimulai dari hari Kamis (31/03/2016) dan Jumat (01/04/2016). Untuk menjaga kekhusukan pelaksanaan Nyepi Adat ditempat ini, sejumlah pecalang atau pengaman desa adat disiagakan. Semenatara dipintu masuk masing-masing rumah warga dipasang sawen atau tanda dilarang masuk.Seluruh aktivitas pemerintahan maupun swasta dan warung yang ada diwilayah setempat juga ditutup. Meski demikian, sesuai namanya Nyepi adat ini hanya berlaku khusus untuk wilayah dan warga di Dusun Palaktiying saja. “Aktivitas warga saat Nyepi Adat hanya ada didalam rumah melakukan persembahyangan dan kegiatan yang positif saja"ungkapnya.
Dijelaskan, saat Nyepi Adat warga juga melaksanakan Catur Brata Penyepian yaitu Amati Geni (tidak menyalakan api), Amati Karya (tidak bekerja), Amati Lelanguan (tidak melaksanakan hiburan), Amati Lelungan (tidak bepergian). Sama halnya saat Nyepi pada umumnya, warga pantang keluar rumah dan menerima tamu.. Dijelaskan, Nyepi Adat ini dilaksanakan setiap satu tahun sekali. Tapi harinya tidak pasti. Hal itu karena menyesuaikan dengan eedan karya atau odalan yang ada di Pura Dalem Pingit. Biasanya, kenanya bisa sasih kesanga atau bisa juga sasih kedasa. “Tradisi Nyepi Adat ini sudah diwariskan secara turun temurun,” tegasnya.
Disampaikan, perayaan Nyepi Adat di Desa Pakraman Palaktiying dikatagorikan menjadi dua tingkatan. Nyepi Ageng dan Nyepi Alit, sesuai tingkat upacara ngusaba yang dilaksanakan. Biasanya kalau pada Ngusaba Tegen-tegenan menggunakan pecaruan dengan sarana sapi, maka brata penyepian biasanya dilaksanakan selama dua hari. Bila Ngusaba tegenan melantaran ayam, maka brata penyepian dilaksanakan hanya satu hari. “Untuk kali ini, pelaksanaan Nyepi Adat selama dua hari, karena pecaruannya menggunakan sarana sapi,” ungkapnya.
Ditegaskan Budi Karda, saat pelaksanaan Brata Penyepian, seluruh warga Desa Pakraman Palaktiying tidak boleh menerima tamu dari luar desa maupun luar dusun. Jika hal tersebut dilanggar, maka warga yang kedatangan tamu akan dikenai sanksi berupa denda. “Walaupun dendanya tidak seberapa, tetapi yang ditakutkan warga adalah rasa malu melanggar,” jelasnya. Menurut sejumlah warga setempat, sanksi adat yang dikenakan bila melanggar Nyepi Adat, kalau dulu dendanya berupa uang kepeng dan sempat dirupiahkan menjadi Rp 2.000 per KK, sekarang dendanya berupa beras satu kilogram. “Tujuannya agar pelaksanaan Nyepi Adat tidak diremehkan dan pelaksanaan Nyepi Adat di Dusun Palakyiying benar-benar dimaknai sebagai ajang instropeksi diri warga untuk kedepan menjadi lebih baik" ungkap I Nengah Sukerta Widana salah satu pecalang adat setempat.
Ngusabha Tegen
Sementara itu, sehari sebelum pelaksanaan Nyepi Adat warga dusun Palaktiying melaksanakan ritual Ngusabha Tegen. Sesuai namanya, Ngusabha Tegen di Palaktiing menggunakan sarana sesajen berupa banten tegen-teganan. Dimana, keunikan banten tegenan ini terdiri dari dua bagian. Satu bagian dibuat dari sarana buah-buahan dan jajan. Dibagian lain terbuat dari ketupat. Sarana ini dibentuk sedemikian rupa dan dibawa dengan cara dipikul (tegen-red) dengan menggunakan kayu dapdap oleh kaum pria.
Sementara kaum perempuan membawa banten suunan yang juga dibuat dari hasil bumi. Semua sarana tersebut kemudian dihaturkan ke Pura Dalem Pingit dusun Palaktiying. Dikatakan juga banten tegenan ini, wajib dihaturkan satu kepala keluarga satu tegenan. “Selain kepala keluarga yang sudah nyada (lepas dari kewajiban banjar-red) juga tetap wajib menghaturkan tegenan. Jadi ada sekitar tiga ratus lebih tegenan yang dihaturkan warga kami,” ungkap Budi Karda. Tujuan Ngusabha Tegen, yakni sebagai ungkapan rasa syukur atas panen yang berlimpah. “Semua ini, dihaturkan kehadapan Ida Hyang Widhi Wasa supaya dianugerahkan kemakmuran keselamatan alam semesta beserta isinya,” pungkasnya. Belum diketahui pasti sejak kapan Upacara Tegen-tegenan dan Nyepi adat itu dilaksanakan. Yang pasti, upacara Tegen-Tegenan dan Nyepi Adat sudah dilakukan dari nenek moyang mereka dan diyakini harus dilaksanakan untuk menghindari hal - hal yang tidak diinginkan. ard
Komentar